Share

Terjebak

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2025-02-01 09:57:23

Shania berjalan hendak kembali ke dapur. Ia akan makan di sana, sendirian. Dia merasa kesepian dan sakit hati karena Alex tidak pernah berusaha memahami perasaannya.

"Kenapa kamu tidak pernah peduli?" gumam Shania pelan, berharap Alex mendengar.

Alex menoleh mengalihkan pandangan dari gadget-nya. "Apa maksudmu?" tanyanya pada Shania.

Shania berbalik, lalu menatap Alex. Ia melihat mata suaminya dengan sedih. "Kamu tidak pernah berbicara denganku, tidak pernah peduli apa yang aku rasakan. Apakah aku hanya sekedar istri yang tidak berarti bagi kamu?"

Alex menatap Shania, tapi tidak ada emosi di wajahnya. "Aku sibuk. Aku tidak memiliki waktu untuk membicarakan perasaan."

Shania merasa sakit hati mendengar jawaban Alex. Dia merasa tidak dihargai dan tidak dicintai.

"Sibuk? Kamu selalu sibuk, Lex. Tapi, apakah kamu pernah berpikir aku juga butuh perhatian?" tanyanya dengan suara bergetar.

Alex mengangkat bahu dan memalingkan mukanya.

"Aku memberikan apa yang kamu butuhkan, bukan? Rumah, uang, segalanya. Apa lagi yang kamu inginkan?"

Shania merasa terluka. "Tanpa kamu beri itu semua, aku sudah memilikinya. Aku cuma ingin perhatian, Lex. Aku ingin merasa menjadi bagian dari hidupmu, bukan hanya sekedar istri yang tidak berarti. Minimal anggaplah keberadaan ku di sini, di rumah ini."

Alex menatap Shania dengan dingin. "Kita tidak perlu membahas ini lagi."

"Kita harus membahasnya. Sekarang atau tidak sama sekali?" Shania menatap kesal.

Alex diam dan membiarkan Shania kembali bicara.

"Katakan padaku, apa alasanmu menikahi aku? Padahal aku tahu pasti kalau kamu sangat mencintai Maura."

Alex masih diam. Hanya ekspresinya yang bicara seolah tidak senang ketika nama Maura disebut oleh istrinya itu.

"Katakan, Lex!" pekik Shania kesal. Perut lapar, membuat wanita itu menjadi emosi.

"Tak ada yang harus aku katakan. Aku menikahi mu karena aku mau, sudah itu saja. Tak perlu ada alasan apapun. Lagipula, kamu sendiri tidak menolak lamaranku bukan? Kamu menerimanya dengan senang hati karena kamu memang mengharapkan itu sejak dulu." Alex menatap Shania sinis. "Padahal barusan kamu sendiri bilang kalau aku mencintai Maura," sindir Alex kemudian.

"Jadi, benar kamu masih mencintainya walau perempuan itu sudah meninggalkanmu?"

"Dia tidak meninggalkanku." Alex menatap istrinya marah. "Dan ingat! Itu bukan urusanmu!" hardik Alex, lalu pergi meninggalkan meja makan.

Piring yang sudah terisi nasi, terlihat utuh sebab Alex pergi. Suasana makan malam yang tak pernah romantis, membuat ketegangan di antara mereka seperti sulit dilepaskan.

Shania menatap kekosongan, merasa sakit hati, dan kesepian. Alex benar-benar tidak menghargai apalagi mencintainya.

Sembari menarik napas dalam, Shania memilih beranjak dan meninggalkan meja makan. Lauk pauk serta nasi yang terhidang di atas meja, untuk kali ini Shania abaikan.

Shania tak ingin lagi berdebat dengan Alex. Ia membiarkan suaminya itu pergi entah kemana dengan penampilannya yang casual.

"Kau selalu pergi menghindar tanpa berani menyelesaikan," sindir Shania saat Alex lewat hendak keluar rumah.

Lagi-lagi Alex bersikap tak peduli. Mengambil kunci mobil di atas laci, Alex pergi tanpa bicara sepatah kata pun. Sedangkan Shania akhirnya memilih untuk kembali ke kamar. Mengunci pintu, lalu berbaring dan menangis setelah pertanyaannya untuk kesekian kalinya diabaikan.

**

Bekerja adalah hal terindah yang Shania rasakan setelah menikah Alex. Tak dipedulikan oleh suaminya. Tak dihargai bahkan diabaikan, membuatnya semangat ketika bisa berkumpul dengan kawan-kawan barunya di kantor. Terlebih memiliki atasan yang begitu baik dan perhatian, membuat Shania merasa tak lagi sendiri.

Hari itu Shania tengah duduk di meja kerjanya, menatap layar komputer dengan mata yang terlihat lelah. Ia telah bekerja selama berjam-jam, mencoba menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh Ethan, atasannya.

Tapi, pikirannya tak bisa fokus. Tiba-tiba ia memikirkan tentang kehidupan rumah tangganya yang tidak bahagia. Suaminya, Alex, selalu pergi tanpa memberitahu kemana ia pergi. Hingga sebuah pesan berupa poto dari seseorang masuk ke ponselnya. Sebuah poto yang menunjukkan seorang lelaki yang Shania tahu adalah Alex, tengah bersama seorang perempuan di sebuah restoran. Shania tidak tahu siapa perempuan itu karena wajahnya yang membelakangi kamera. Namun, mereka terlihat mesra dengan Alex yang memeluk perempuan itu.

Saat Shania memikirkan poto tersebut, tiba-tiba telepon di mejanya berdering. Shania mengangkat dan mendengar suara atasannya.

"Iya, Pak Ethan. Ada yang bisa saya bantu?"

"Shania, bisa ke ruangan saya sebentar?"

"Baik, Pak."

Shania beranjak dari meja kerjanya. Ia berjalan menuju ruangan Ethan.

"Ada apa?" tanya Fiersa, teman sebelah meja Shania.

"Bos manggil."

"Oh!" Fiersa mengangguk.

Saat Shania sudah masuk ke dalam ruangan Ethan, lelaki itu mengangguk dan memintanya duduk.

"Shania, saya ingin berbicara denganmu mengenai satu proyek besar yang sedang kita jalani."

Shania mengangguk, "Apakah proyek PT. A?" tanyanya.

"Iya, benar. Saya baru dapat kabar kalau perusahaan kita lolos tahap pertama. Ada lima perusahaan desain lain yang sekarang menjadi kompetitor kita untuk lolos ke tahap selanjutnya."

"Iya, lalu?"

"Saya pikir-pikir setelah melihat pengalaman kerjamu, saya mau kamu bergabung ke dalam tim ini."

"Apa, Pak? Gabung?"

"Iya, Shania. Saya mau ada sentuhan tangan perempuan juga di dalam proyek ini."

Shania mendadak tak nyaman. "Saya ... saya masih karyawan baru, Pak. Saya tidak yakin, apa saya bisa bergabung dengan para senior."

Ethan tersenyum. "Jangan khawatir, Shania. Saya percaya kamu memiliki kemampuan yang sangat baik dan bisa membantu tim kami mendapatkan proyek ini. Kamu juga akan menambah pengalaman baru kalau gabung dalam tim ini."

Shania masih merasa ragu. "Tapi, saya ... saya masih tidak yakin, Pak. Saya pikir masih ada yang lain, seperti Fiersa atau Muti misalnya?" Shania menyodorkan dua nama karyawan yang sudah lebih dulu bekerja di sana.

"Fiersa dan Muti sudah saya rencanakan gabung ke dalam proyek lain. Bahkan proyek ini sudah siap berjalan."

"Apakah mereka sudah tahu hal ini?" Shania tampak khawatir. Ia tidak mau menimbulkan kesenjangan di antara para karyawan karena rencana Ethan itu.

"Oh, sudah. Mereka berdua sudah saya beri tahu tadi."

"Benarkah?" tanya Shania ragu, sebab Fiersa tidak mengatakan apa-apa kepadanya mengenai hal tersebut.

"Ya. Tinggal tersisa kamu, Shania," jawab Ethan. "Saya sengaja memasukkan kamu sebab melihat salah satu pengalaman kamu di sebuah perusahaan yang sepertinya cocok dengan PT. A ini," lanjut lelaki itu lagi.

"Tapi, Pak Ethan, saya masih ragu."

"Shania, saya sudah memutuskan, kamu akan bergabung dengan tim proyek ini. Saya akan memberikan semua informasi yang kamu butuhkan dan kamu akan mulai bekerja sama dengan tim besok."

Shania merasa terjebak. Ia tidak menolak keputusan Ethan. Ia hanya bisa mengangguk, dan menerima keputusan itu.

'Ini bukan yang aku mau,' gumam Shania, melangkah gontai meninggalkan ruangan Ethan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Penghadangan

    "Siapa yang disekap? Enggak ada yang disekap, Bu," kekeh Shania, yang sepertinya sudah salah paham dengan ucapan ibunya. Kedua perempuan itu tertawa riang setelah menyadari bahwa telah terjadi kesalah pemahaman dalam pembicaraan sebelumnya. Hingga mereka selesai dengan kegiatan belanja siang itu, keduanya yang memutuskan kembali pulang setelah sebelumnya mengisi perut yang lapar, tampak selalu gembira. "Lantas, bagaimana dengan hubungan kamu dengan Alex? Apa kamu sudah memutuskan mengenai nasib hubungan pernikahan kalian?" tanya Nina saat mobil sudah keluar dari area parkir mall. Shania yang tak menyangka mendapat pertanyaan sang ibu, hanya diam dan tidak langsung merespon. Hanya terlihat tarikan napas, yang bisa Nina artikan sebagai sesuatu yang sulit untuk diperbincangkan. "Kalau kamu butuh teman untuk bercerita, jangan sungkan untuk cerita ke Ibu," lanjut Nina, kali ini membuat putri semata wayangnya tertawa. "Terima kasih, Bu. Tapi, untuk saat ini keputusanku masih belum beru

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Awal Pertikaian

    Maura beranjak bangun. Ia lalu berdiri di depan Alex dengan meja kerja sebagai penghalang. "Aku masih bersabar selama ini, tapi kalau kamu terus mempermainkan aku, aku tak akan lagi tinggal diam.""Kau mengancamku?"Maura terlihat kaget atas respon Alex barusan. "Apa katamu? Kamu memanggilku seolah-olah kita tidak memiliki hubungan dekat?" katanya marah. "Kalau kau tak suka, anggap saja kita sudah tidak lagi memiliki hubungan dekat." Alex menjawab dengan mimik wajah yang kembali tenang. Fakta bahwa Shania telah melahirkan sudah tidak perlu lagi ia sembunyikan. "Apa maksudmu? Kamu mau memutuskan hubungan kita?""Aku tidak berkata seperti itu." Alex mengangkat kedua bahunya, tak peduli. "Ya! Kamu mengatakannya barusan. Jadi, benar karena wanita itu sekarang kamu memutuskan hubungan denganku?"Alex bungkam. "Jawab aku!" Maura berteriak, membuat Alex menengok dan menatapnya marah. "Jaga sikapmu!""Oh, jadi sekarang kamu berani memintaku untuk menjaga sikap, begitu Alex?""Ini ruanga

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Tamu Tak Diundang

    Suasana hening dan menenteramkan di satu pagi di kantor Alex tiba-tiba berubah bising. Suara teriakan dari seorang perempuan menggema hingga terdengar di kantor Alex. "Bagaimana bisa kalian melarangku masuk!" seru perempuan tersebut dengan mudah Alex kenali. 'Maura,' gumamnya.Brian yang tengah membacakan jadwal harian Alex berhenti berbicara karena mendengar suara Maura yang juga ia kenal. "Apakah aku harus meminta bantuan security untuk mengusirnya?" tanya Brian meminta pendapat Alex. Atasan sekaligus sahabatnya itu hanya merespon dengan tatapan yang tak dimengerti. "Apakah kamu mau menemuinya?" tanya Brian lagi enggan melakukan sesuatu sebab khawatir tidak sesuai keinginan Alex. "Biarkan dia masuk." Alex sudah memberi perintah, untuk itulah Brian segera izin keluar untuk mempersilakan Maura masuk. Pintu terbuka. Brian berdiri di ambang pintu dan melihat pemandangan buruk di pagi hari itu. "Pak Brian, maafkan kami. Kami tidak bisa menahannya." Salah seorang sekretaris Alex me

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Berbalik Sikap

    Alex ternyata belum tidur ketika Shania masuk kembali ke kamar. Rasa kesal yang masih hatinya rasakan, membuatnya malas melihat keberadaan lelaki itu di kamarnya. "Mereka sudah pulang?" tanya Alex. Ia yang terlihat tengah membaca buku milik Shania, menatap tersenyum. "Ehm, ya. Baru saja." Shania menjawab dingin. Hal itu jelas Alex sadari. Tapi, lelaki itu memilih untuk pura-pura tak tahu. "Istirahatlah kalau begitu." Alex beranjak bangun setelah meletakkan buku ke atas nakas. Shania tak menjawab. Ia berjalan menuju boks putranya, memperhatikan kondisi bayi itu yang ia tinggalkan cukup lama. "Tadi dia sempat menangis. Aku pikir haus, tapi ternyata popoknya basah." Alex tersenyum menjelaskan. Shania menengok tanpa kata. Ia lalu memeriksa bayinya sekali lagi sebelum pergi. Semua terlihat baik-baik saja. Shania pun lantas berbalik, melangkah menuju kamar mandi. Alex tak bicara lagi sampai Shania menghilang ke balik pintu kamar mandi. Sikap istrinya masih terlihat kesal atau mungki

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Sikap Alex yang Berbeda

    Seketika area taman berubah hening, yang tadinya ramai dengan keseruan serta tawa teman-teman Shania, mendadak diam membisu sebab kehadiran Alex di tengah-tengah mereka. Fiersa dan beberapa temannya yang tidak tahu mengenai hubungan Alex dengan Shania, memandang takjub sekaligus tak mengerti. Mereka mengenal sosok Alex, tapi bagaimana bisa pengusaha itu ada di kediaman Shania. Hanya Ethan yang terlihat santai. Ini adalah kali kedua dirinya berjumpa dengan Alex di rumah Shania. Terlebih setelah ia tahu hubungan suami istri yang terjalin di antara mereka yang membuatnya lebih bisa bersikap tenang dan tidak terpengaruh sedikit pun atas kehadiran Alex yang tiba-tiba. "Aku permisi dulu." Setelah menyadari suasana yang mendadak canggung, Shania berinisiatif untuk meninggalkan tempat. Ia memilih untuk mengajak Alex supaya pergi meninggalkan keseruan teman-temannya. Rachel tampak mengangkat kedua bahunya, dan membiarkan Shania pergi bersama Alex. Setelahnya, ia kembali mengajak semua oran

  • Pengantin yang Tak Diinginkan   Keseruan di Kediaman Harrison

    Keluarga Harrison tengah melangsukan makan malam. Beberapa teman Shania, termasuk sahabatnya diundang oleh sang tuan rumah. Makan malam berlangsung penuh kehangatan dan keceriaan sebab salah satu anggotanya yang tak pernah berhenti untuk bercerita. Siapa lagi kalau bukan Rachel —sahabat Shania. Gadis itu datang bersama Ethan dan beberapa teman lainnya yang merupakan anak buah Ethan di kantor. Fiersa, teman Shania yang sudah tahu kalau temannya itu hamil, cukup kaget dan dibuat terkesima dengan fakta mencengangkan mengenai jati diri perempuan itu. Ia bahkan hampir tak bisa menelan makanan yang dihidangkan oleh para pelayan di rumah Shania saking shock-nya. "Apakah Bapak sudah tahu tentang fakta ini?" Fiersa sampai bertanya pada Ethan, sang atasan, saat pertama kali sampai di rumah Shania. "Ya, tidak mungkin aku tidak tahu," jawab Ethan tersenyum. "Sejak kejadian di rumah sakit, aku akhirnya mencari tahu.""Jadi, awalnya juga tidak tahu?"Ethan menggeleng. "Sama seperti yang lainnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status