"Apa yang dia lakukan? Dia minum saat anaknya hilang? Memangnya ini sebuah perayaan?" gumam Elena saat ia kembali setelah makan dan melihat Dallen yang sedang duduk dengan ditemani oleh beberapa botol soju. Dallen tampak tenang saat ini, padahal Elena berharap kalau Dallen akan panik karena anaknya hilang. Melihat Dallen yang tenang seperti ini membuat Elena membayangkan kalau ayahnya pasti tidak akan pernah menangisi kematiannya nanti. Elena tidak ingin orang lain sedih karena dirinya, tapi ia ingin melihat ayahnya sedih jika suatu saat kehilangannya dan menyesal karena telah mengabaikannya. "Apa aku bisa menyadarkan Dallen dari kesalahannya? Aku bahkan tidak bisa melakukan apa-apa pada hidupku sendiri." Elena menjadi hilang kepercayaan diri sekarang. Sebelumnya, Elena berpikir tidak apa-apa jika hidupnya tidak bisa berubah, tapi hidup Hannah harus berubah. Namun, bagaimana jika tidak ada yang berubah sama sekali? Bukankah manusia berubah dengan keinginannya sendiri? "B
"Sudah tahu kau memiliki alergi terhadap kacang, lalu kenapa kau masih makan kacang? Bagaimana jika kau mati saat bersamaku? Aku yang akan terkena masalah!" Elena yang saat ini masih terbaring di ranjang rumah sakit ingin mengatakan banyak hal untuk mrmbalas ucapan Dallen yang bisa-bisanya membahas tentang kematiannya saat ia masih hidup, tapi Elena merasa tenaganya belum benar-benar pulih untuk bisa berdebat dengan Dallen. "Maafkan saya. Saya tidak tahu kalau makanan tadi mengandung kacang. Selain itu, terima kasih sudah membawa saya ke rumah sakit." Pada akhirnya, hanya kalimat itu saja yang bisa Elena berikan pada Dallen. Elena tidak mengerti kenapa ia bisa seceroboh ini. Elena tidak bisa membayangkan akan seperti apa nasibnya jika tidak ada Dallen atau yang menolongnya. Namun, kini, Elena menjadi mengetahui kalau Dallen tidak sedingin yang terlihat. Dallen masih punya sisi kemanusiaan dalam dirinya. "Bagaimana dengan Hannah? Apa Anda sudah mendapatkan kabar terbaru?
"Bahkan jika kau berlutut padaku, aku tetap tidak akan mau menemui anak itu, apalagi sampai menenangkannya.”Elena tampak tertegun ketika mendengar ucapan dari pria yang tengah membelakanginya tersebut, sibuk mencari paspor di laci meja kerjanya. Padahal pria itu, Dallen, baru saja menginjakkan kaki di rumah ini lima menit yang lalu, sepulangnya ia dari pertemuan bisnis di luar kota—atau begitulah yang Elena dengar dari asisten rumah tangga di rumah ini. Oleh karena itu, ia datang menemui Dallen untuk meminta pria itu menenangkan putrinya, anak yang kini menjadi tanggung jawab Elena sebagai pengasuhnya. Saat ini anak berusia 4 tahun tersebut sedang demam dan terus memanggil ayahnya.“Lagi pula, kau dibayar untuk mengurusnya. Jadi lakukan pekerjaanmu." Namun, Elena tidak menyangka justru jawaban ini yang ia dapatkan.Elena memang baru tiga hari menjadi pengasuh Hannah dan baru kali ini ia bertemu dengan Dallen. Kabarnya, Dallen memang jarang di rumah, khas pria dewasa yang sibuk menu
"Kau memang anak pembawa sial! Sejak kau lahir, yang kau bawa hanya kesialan saja." Elena meremas ponselnya karena untuk yang kesekian kalinya, ia harus mendengar kata-kata kasar dari ayahnya. Meskipun sudah sering, itu tidak membuat rasa sakit yang ditimbulkan karenanya berkurang. Ia baru saja selesai menidurkan Hannah ketika akhirnya ia mengangkat telepon dari sang ayah tadi. Ternyata ayahnya sudah delapan kali menghubunginya, tetapi Elena tidak tahu karena sibuk mengurusi anak asuhnya yang sedang sakit. Sungguh, meskipun sudah mencoba, Elena tidak dapat tidak menyamakan sikap Dallen dan ayahnya sendiri saat ini. "Karena sikap aroganmu yang mengabaikan Ravi, sekarang aku terancam kehilangan rumahku! Sudah ada pria yang mau menerima wanita pembawa sial sepertimu, tapi kau malah meninggalkannya." "Apa?" Elena begitu terkejut mendengar ucapan ayahnya. "Jika sampai besok kau tidak menelepon Ravi dan meminta maaf padanya, maka ayahnya akan menghancurkan rumahku karena aku belum mamp
"Apa yang kau lakukan pada Ibuku?" Tatapan Dallen terlihat begitu menyala ketika ia bicara dengan Elena yang membawa ibunya ke rumah sakit. Dallen tidak sempat pulang setelah dari bandara, tapi langsung ke rumah sakit setelah ia meminta Elena untuk langsung membawa ibunya ke sebuah rumah sakit. "Apa kau mengadu tentang sikapku pada anak itu? Kau pasti melakukannya, kan? Apa kau tahu kalau akhir-akhir kesehatan Ibuku sedang tidak baik? Kau telah menambah beban pikirannya dengan menjual cerita sedih murahan tentang anak sialan itu." Dallen kembali menyerang Elena dengan kata-katanya. Elena mengepalkan tangan sebagai usahanya dalam mengendalikan emosi karena dihadapkan pada orang seperti Dallen yang begitu mirip dengan ayahnya. Dallen tahu betul kalau kesehatan ibunya sedang tidak baik, tapi dia masih saja bersikap arogan seperti ini. "Saya yakin, sikap Anda pada Hannah adalah beban pikiran terbesar Bu Liana saat ini." Elena memberanikan diri untuk membalas ucapan Dallen. "Sebaiknya
"Ibu akan menjalani pengobatan hanya jika kau mau mengubah sikapmu pada Hannah. Atau kau ingin ibu mati secara perlahan?" Dallen merasa begitu sesak saat ini. Ruang geraknya serasa begitu terbatas setelah mendapatkan pilihan yang sulit dari ibunya. Bukannya menyayangi Hannah, tapi Dallen menjadi semakin muak pada anak itu. "Ibu hanya ingin kau dekat dengan putrimu dan sangatlah wajar jika seorang ayah dengan putrinya," ucap Liana lagi. Dallen menghela napas. Tidak ada pilihan lain saat ini, selain menuruti apa yang ibunya inginkan. Dallen rasa ia hanya perlu sedikit berpura-pura demi pengobatan ibunya. Rosa sudah pergi darinya dan Dallen tidak mau kehilangan ibunya juga. "Baiklah. Aku akan melakukan apa yang Ibu inginkan. Jadi, mulai hari ini juga pengobatan Ibu akan dimulai." Dallen dengan berat hati harus mengatakan kerelaannya untuk bersama anak yang baginya hanyalah seorang pembawa sial. "Ibu tahu kalau terpaksa melakukannya, tapi tolong tunjukkan ketulusanmu pada Hannah. Jan
"Kau adalah pengasuh yang bekerja dalam pengawasan Ibuku. Lalu, bagaimana bisa dengan mudahnya kau membiarkan anak ini dibawa pergi oleh Dave?" Elena sungguh tidak mengerti kenapa ia selalu salah di mata Dallen. Ia hanya seorang pengasuh dan Dave adalah sepupu Dallen, lalu kekuasaan apa yang ia miliki untuk mencegah Dave membawa Hannah pergi? "Pak Dallen, saya ...." "Tidak perlu banyak bicara. Cepat gendong anak itu dan bawa ke mobilku." Dallen menyela kalimat Elena. "Kau bahkan tidak mau menyebut namanya dan tidak mau menggendongnya, tapi masih bersikeras ingin membawanya pulang?" Dave datang dan langsung membalas ucapan Dallen. "Biarkan saja Hannah di sini dan Elena akan membantuku untuk mengurus Hannah," ujar Dave lagi. "Kau bisa mengambilnya kembali setelah Ibuku sembuh. Jika waktu itu tiba terserah kau akan membawanya ke mana, tapi tolong bawa dia pergi sejauh mungkin." Dallen membalas ucapan Dave dengan nada begitu ketus, lalu mengangkat Hannah dengan cukup kasar sampai mem
"Ayah, minum jusnya. Nenek bilang, Ayah suka jus. Aku sudah mengambilkannya untuk Ayah." Hannah menyodorkan jus pada Dallen yang terlihat menahan diri agar tidak meledakan kemarahannya sekarang. Ketika ibunya mengatakan akan mengawasi semua yang ia lakukam pada Hannah, maka Dallen tahu itu tidak main-main, jadi ia akan lebih berhati-hati. "Maafkan saya, Pak Dallen. Saya tidak tahu kalau Hannah pergi mengambil jus." Elena pun langsung datang untuk meminta maaf. Elena sempat membungkuk pada Dallen, lalu mengambil gelas di tangan Hannah dan mengajaknya segera pergi dari hadapan Dallen. Tangan Hannah sudah cukup memar karena terbentur tadi. Elena tidak mau terjadi masalah yang lebih besar lagi, apalagi jika Hannah sampai terluka. "Berhenti di sana!" Namun, suara dingin Dallen seolah membekukan langkah Elena dan membuatnya seketika terdiam dengan tangan yang menggandeng tangan kecil Hannah. Elena pelan-pelan memutar badannya dan ketika berbalik, Dallen sudah ada tepat di depannya di d