"Bagaimana perasaan kamu? Apa sudah lega?" Daniel bertanya pada Nadia yang saat ini memakai gaun berwarna marron, yang membuat dia nampak elegan.Nadia menghela nafas panjang dan kemudian menarik kedua sudut bibirnya. "Tentu saja, rasanya plong banget!" ucapnya dengan mata berbinar.Daniel tersenyum lega juga, karena bahagia Nadia tentu bahagianya juga. "Aku nggak mau lagi keras kepala deh! Yang kamu bilang, memang bener banget!" Nadia kecuali berucap, dia menyesalkan kejadian di kampus. Jika saja dulu dia mengikuti perkataan Daniel, tentu kejadian memalukan dan menyesakkan di kampus itu tak akan pernah terjadi. Keras kepala Nadia ternyata berakhir dengan derita saat ini. Daniel mengacak sedikit rambut Nadia karena merasa sangat gemas saat itu. Tak ayal hal itu langsung membantu Nadia protes. "Duh jail banget sih!? Kalau sampai riasan ini rusak, kamu harus tanggung jawab!" seru Nadia kesal. Daniel malah terkekeh dan malah memencet hidung Nadia. "Salah sendiri menggemaskan! Nanti m
'Ini nggak mungkin,' batin Nadia sambil menggigit bibirnya. Dia menyibakkan selimut dan menatap bercak merah di atas ranjang. Kemudian, netra gadis itu terarah pada pria tampan yang tertidur pulas di sebelahnya. "Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Kenapa aku bisa tidur dengan majikanku sendiri?!"*Beberapa hari sebelumnya*'Apa ini tempatnya, ya?' batin Nadia di hadapan sebuah kediaman megah di pinggir kota. Besarnya kediaman tersebut membuat dirinya sedikit ragu, tapi alamat memang mengarahkannya ke tempat ini.Saat ini, Nadia sedang dalam perjalanan untuk melakukan interview. Karena tak sengaja mendengar dirinya perlu uang lima puluh juta untuk biaya operasi ibunya, seorang pelanggan minimarket tempatnya bekerja menawarkan pekerjaan sebagai baby sitter di tempat kenalannya. Oleh karena itu, di sinilah Nadia sekarang, di komplek perumahan mewah dan berada di depan kediaman megah yang seperti kastil di televisi."Mbak, datang untuk interview, ya?" tanya sebuah suara yang membuat Nad
'Pebisnis sombong!' maki Nadia dengan bibir mengerucut.Dirinya sudah keluar dari ruangan interview tadi dan tengah berjalan meninggalkan kediaman megah tersebut. Namun, benak Nadia dipenuhi ingatan akan betapa dinginnya sikap Daniel. Entah kenapa, semakin sering dia mengulang kejadian tadi dalam benaknya, Nadia merasa semakin kesal. Walau dia tidak berpengalaman, pria itu sebenarnya bisa bersikap jauh lebih hangat. Akan tetapi, tidak! Pria itu harus bersikap begitu menyebalkan!Nadia terus memaki Daniel dalam hati, tidak berhenti sampai akhirnya dia menyadari satu hal."Ini ... di mana?" tanya Nadia sambil celingukan, merasa bingung karena tidak kenal dengan area yang dia lalui.Saat melihat seorang wanita berjalan tidak jauh di depannya, mata Nadia pun berbinar. Dia baru saja ingin berseru untuk memanggil orang tersebut, tapi langsung berhenti ketika melihat kantong plastik hitam besar yang dibawa wanita itu.'Ini mataku atau ... plastik hitamnya bergerak-gerak sendiri?' Nadia menge
"Mulai minggu depan, kamu bekerja sebagai baby sitter Sean."Mata Nadia membulat. Apa dia tidak salah dengar?"Baby ... sitter?" ulangnya dengan pandangan kosong. "Saya diterima sebagai baby sitter?" tanyanya lagi.Pertanyaan yang terlontar dari mulut Nadia membuat Daniel menaikkan alis kanannya. "Kamu tidak bersedia?" tanyanya."S-saya bersedia, Pak!" balas Nadia setengah berseru.Tak bisa dipungkiri, Nadia sangat senang. Tanpa sadar wanita itu berteriak kegirangan. Dia seperti anak kecil yang mendapatkan hadiah, membuat Sean terkekeh dalam pelukan ayahnya."Papa dipanggil 'Bapak'! Kayak sudah tua!" ejek Sean.Mendengar hal itu, Daniel melemparkan pandangan tajam kepada Nadia. "Panggil saya 'Tuan' kalau kamu mau bekerja di sini," titahnya.Mata Nadia berbincar dan dia menganggukkan kepalanya cepat. "Terima kasih banyak, Tuan! Saya akan bekerja dengan baik, sungguh!"Daniel hanya melirik gadis itu sekilas, lalu mendengus dan mengalihkan wajahnya kembali ke depan, tidak membalas ucapan
"Akhhhhh!" Nadia segera menutup wajahnya, dia merasa sangat malu setelah sadar kalau sosok pria yang dilihatnya saat ini adalah Daniel.Daniel pun terkejut dan langsung membalikkan badannya, merasa kaget sekaligus canggung. “Kenapa kamu ke sini?!”"Ma-maaf, Tuan. Saya pikir ini kamar Sean, saya juga sudah ketuk, tapi–""Keluar," titah Daniel tak memberi kesempatan untuk Nadia menyelesaikan kalimatnya.Seketika, Nadia pun langsung lari keluar kamar dan membanting pintu tertutup. Jantung gadis itu berdebar kencang, merasa sangat malu karena telah melakukan kesalahan konyol.Akan tetapi, kemudian Nadia teringat dengan dada bidang Daniel. ‘Umm … bagus juga sih ….’ Namun, sekejap gadis itu menampar dirinya sendiri. ‘Nadia! Sadar! Itu majikan! Sudah bagus nggak langsung dipecat!’Di sisi lain, Daniel yang masih terdiam di kamarnya menghela napas berat. Dia menyisir rambutnya yang setengah basah dan bergumam, “Ceroboh.”** "Kakak kenapa?" tanya Sean sembari mendekatkan wajahnya ke wajah Nadi
“Kak Nadia, ayo temani aku main bola!” teriak Sean yang kini sudah berlari ke taman di samping rumah. Hari itu dirinya pulang lebih awal, jadi dia tidak pulang dengan sang ayah.Ketika Nadia sedang sibuk menemani Sean bermain bola, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di depan halaman rumah. Seorang wanita cantik berpakaian modis dengan kacamata hitam tampak keluar sambil menenteng tas mewah. Hal itu membuat Nadia bertanya-tanya mengenai siapa tamu tersebut.“Sean?” panggil wanita itu dari balik pintu gerbang dengan sebuah senyuman, mengalihkan pandangan bocah kecil tersebut.Seketika, wajah Sean berubah ceria. "Mama!"Nadia pun langsung mengerti. 'Oh, jadi itu ibu kandung Sean?' batinnya seraya menghampiri wanita itu bersama Sean. 'Kalau nggak salah ... namanya Monica?'Menyadari bahwa satpam gerbang sedang tidak di tempat, Nadia pun langsung membukakan pintu. Wanita dengan rambut coklat bergelombang dan bibir kemerahan nan ranum itu pun melenggang masuk dan memeluk Sean."Sean, saya
"Apa yang kamu pikir kamu lakukan kepada orangku?!"Pertanyaan Daniel membuat Monica tampak terkejut. Apa maksud pria itu dengan ‘orangku’? Mengesampingkan hal tersebut, Monica sendiri tidak menyangka pria tersebut pulang lebih cepat dari biasanya. "Kamu sudah pulang?" Dia terlihat tidak peduli dengan apa yang telah dia lakukan pada Nadia.Dengan tatapan mata tajam, Daniel menggeram, "Aku bertanya, apa yang kamu pikir telah kamu lakukan!?" Bentakan pria itu bergema di seluruh penjuru rumah, menyebabkan beberapa pelayan yang mendengar langsung berlari ke ruang tamu untuk mengecek keadaan. "Siapa yang mengizinkan wanita ini masuk ke rumah ini?!""Oh, ya ampun!" seru sang kepala pelayan ketika melihat darah yang berceceran di lantai. Dia juga terkejut melihat sosok Monica di ruang tamu kediaman itu.Melihat sang kepala pelayan telah tiba di ruang tamu, Daniel langsung membentak, "Bawa Nadia, periksa tangannya dan pastikan dia baik-baik saja!""B-baik, Tuan!" balas sang kepala pelayan yan
"Kamu ini gimana sih, kenapa tadi diam saja dan nggak minta tolong? Apa kamu nggak takut jika Nyonya Monica melakukan hal lebih sama kamu?" Kepala pelayan mengomeli Nadia selagi dirinya mengobati tangan gadis itu. “Lihat ini, lukanya dalam sekali!”Nadia pun tertawa dengan canggung. Jujur saja, dirinya di zaman sekolah dulu adalah seorang berandal, suka berkelahi, bahkan dengan para laki-laki. Luka yang Nadia derita sekarang bukan apa-apa kalau dibandingkan dengan luka bekas tawuran dulu."Saya lebih takut jika dipecat dari sini sih, Kak,” balas Nadia sembari menggaruk kepalanya. “Ibu masih butuh banyak uang untuk bisa kembali sehat," jawabnya sembari tertawa untuk menceriakan suasana.Akan tetapi, ucapan Nadia malah membuat Kepala Pelayan menjadi semakin tidak enak. Dia pun menasehati, “Lain kali, kalau Bu Monica datang, jangan biarkan masuk tanpa seizin Pak Daniel. Selain itu, kalau ada yang berani bersikap seperti ini lagi atau kurang ajar sama kamu, teriak aja. Kami semua yang di s