Maya menatap ibunya untuk mencari jawaban sekaligus perlindungan. Namun, yang ditatap malah melengos ke arah lain. Tampak tetes air mata ibunya menggenang di pipi.
Melihat drama itu, Maya tidak punya pilihan lain. Ia berlari ke kamarnya. Membereskan beberapa barang yang sudah sempat ia keluarkan dari koper. Dia masukkan ke koper kecilnya. Sedangkan koper besar akan dia tinggal. Karena hampir semuanya berisi oleh-oleh. Dan rasanya akan sulit bergerak kalau dia pergi dengan membawa koper sebesar itu.
Selang beberapa waktu dia memesan aplikasi ojek online yang akan mengantarnya ke terminal. Dia masih belum tahu ke mana tujuannya saat ini.
Tidak lama, tukang ojek online yang dipesannya sudah tiba. Maya menyeret kopernya keluar. Tidak lupa ia menghampiri ayah dan ibunya yang masih duduk di teras. Ia mencium tangan ibunya tanpa berkata-kata. Ibunya juga tidak berkata sepatahpun. Kemudian memeluknya sesaat. Tidak berusaha untuk mencegahnya.
"Mari Pak kita berangkat," ujar Maya seraya naik di ojek online. Koper kecilnya ia pangku di depan.
"Tujuan sesuai aplikasi ya Mbak?" tanya bapak ojek
"Iya Pak," jawab Maya.
Sepanjang perjalanan tidak ada yang saling bicara. Maya masih belum bisa menerima kejadian bertubi yang menimpanya. Kenyataan pacarnya menikahi adiknya sendiri karena hamil. Kenyataan keluarganya tidak ada yang peduli. Kenyataan dia bukan anak kandung ayahnya. Dan yang tragis kenyataan bahwa dia diusir dari rumah yang dibangun dengan uang yang dikirimkannya setiap bulan, selama tiga tahun.
"Kita sudah sampai Mbak," ujar tukang ojek tersebut.
"Makasih ya Pak sudah diantar," ujar Maya.
Sesampainya di dalam terminal, Maya memilih bus yang akan membawanya ke ibukota.
Selama perjalanan Maya mulai merancang hidupnya ke depan. Rencana ia akan mencari kost pinggir kota yang murah. Setelah itu dia akan melamar untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan berbekal ijazah SMA dia bisa bekerja di pabrik, kantor atau setidaknya di rumah makan atau penjaga toko.
Selama belum mendapatkan pekerjaan dia akan menggunakan tabungannya untuk membiayai hidup.
Atau kalau rencana pertama belum membuahkan hasil Maya menyiapkan rencana kedua. Yaitu, dia akan berjualan atau membuka usaha sendiri dengan modal yang ada. Namun untuk usaha apa, Maya belum memiliki ide. Ia akan melihat peluang dulu.
Nah, masih ada rencana ketiga. Yakni ia akan kembali lagi ke Hongkong sebagai TKI. Dia akan melupakan Indonesia dan keluarganya.
"Turun mana Mbak?" tanya seorang perempuan paruh baya yang duduk di sampingnya.
"Ibukota Bu," jawab Maya sopan.
"Sama dong," ujar ibu tersebut yang bernama bu Anggi.
Namun karena rasa kantuk yang berlebih, ia pamit bu Anggi untuk tidur. Karena perjalanan masih panjang. Sekitar delapan jam lagi. "Maaf ya Bu, saya mengantuk sekali. Saya tidur dulu ya," ujarnya.
"Ya Nak, beristirahat saja," jawab bu Anggi.
Tidak beberapa lama Maya terlelap dalam tidurnya.
Lewat tengah malam bus yang mereka tumpangi sampai di terminal. Para penumpang turun dengan antri. Bu Anggi ternyata dijemput oleh anak mantunya dengan mobil yang bagus.
"Ayo nak Maya, bareng saya saja. Kita searah kok," ujarnya menawari Maya
"Terima kasih Bu. Tapi saya sedang menunggu jemputan kakak saya yang sudah menuju kemari," jawab Maya berbohong. Iya tidak ingin merepotkan orang lain.
"Oh ya sudah kalau begitu. Saya berangkat dulu," ujar bu Anggi sambil melambaikan tangan.
Maya membalas dengan lambaian tangan juga. Kemudian ia mencari tempat duduk di ruang tunggu seperti penumpang yang lain.
Hampir satu jam Maya duduk di situ. Para penumpang sudah dijemput oleh keluarga masing-masing. Sedangkan dia masih belum tahu harus ke mana.
"Kenapa aku tidak cari penginapan yang murmer dulu barang semalam. Biar bisa istirahat. Baru besok pagi dari kost," ide Maya baru muncul di benaknya.
Belum sempat ia bangun dari duduknya, seorang laki-laki muda menghampirinya. "Mbak mau ke mana?" tanyanya sopan.
"Mau cari penginapan Mas," jawab Maya.
"Banyak kok di sekitar sini. Kalau mau saya bisa antar," ujarnya.
"Boleh," jawab Maya. Lumayan ada yang menjadi petunjuk jalan, pikirnya.
"Mbak ikuti saya ya," ujarnya seraya berjalan mendahului.
Saat berjalan melewati jalan raya yang sepi, sebuah motor memepet Maya. Sejurus kemudian tas selempang yang dibawa Mata ditarik talinya hingga putus. Kemudian motor yang dikendarai dua orang tersebut tancap gas. Kabur membawa tas Maya.
"Copet copet!" teriak Maya.
Ada beberapa orang yang lalu lalang, namun tidak menghiraukan teriakan Maya. Juga pemuda yang berjalan di depan Maya sama sekali tidak menoleh.
Maya akhirnya terduduk di trotoar yang sepi. Meratapi nasibnya yang begitu malang. Mau ke penginapan ia urungkan. Percuma dia tidak membawa uang sepeser pun. Ponsel yang bisa digunakan untuk membayar dengan dompet digital juga ikut raib.
Dia berencana untuk kembali ke ruang tunggu terminal. Mungkin di sana sudah aman. Saat ia berdiri balik arah, pemuda yang tadi berjalan di depannya tiba tiba datang dan menyergapnya. "Tolooong!" teriak Maya.
Mulut Maya dibekap dengan tangan kiri pemuda tersebut. Kemudian kedua tangan Maya ditarik ke belakang. Seorang pemuda lain datang. Dikira Maya akan menolongnya. Ternyata pemuda tersebut malah ikut mengikat tangan Maya.
"Tolong lepaskan!" teriak Maya dengan mulut dilakban.Tentu saja tidak ada suara yang keluar. Hanya berupa gumaman yang tidak jelas.
Saat tangan Maya belum terikat sempurna, kaki kanannya menendang pemuda yang baru datang tersebut. Tepat mengenai organ vitalnya.
"Akhhhhhhhh," erang pemuda tersebut kesakitan.
Pemuda pertama yang mengajaknya kaget. Hendak menarik tangan Maya yang terlepas. Namun gerakan Maya lebih cepat. Pemuda tersebut juga mendapatkan tendangan yang sama. Di tempat yang sama pula.
"Akhhhhhh," teriaknya pula kesakitan.
Mendapatkan peluang kabur tidak disia-siakan oleh Maya. Ia berlari sekencang-kencangnya. Dengan sisa tenaga yang ada. Sampailah dia di daerah yang banyak warung dan toko-toko di pinggir jalan. "Kalau aku lari terus pasti tidak kuat. Bisa jadi tertangkap. Sebaiknya aku bersembunyi di sela-sela warung yang remang itu," ujar Maya dalam hati.
Ia pun menyeberang jalan dan menuju warung tersebut. Ternyata di antara beberapa warung tersebut ada yang kuncinya sudah rusak. Sehingga tidak dikunci oleh pemiliknya. Maya masuk ke warung tersebut dan menutupnya dari dalam.
Dalam suasana yang gelap Maya tidak bisa meraba apapun. Kakinya sering tersandung meja kursi yang ada. Beruntung ia menemukan kursi panjang yang bisa dua gunakan untuk tidur. Ia merebahkan tubuhnya di tempat itu. "Betapa nyamannya bisa merebahkan badan," ucapnya.
Sayang, kenyamanan tersebut terusik suara dari luar. Dua pemuda yang mengejarnya tadi tampaknya sudah sampai di tempat tersebut. "Tadi aku lihat dia lari ke arah sini," ujar salah satu di antara mereka.
"Mana mungkin menyeberang jalan," sanggah yang lain.
'Ayo kita periksa dulu di warung-warung tersebut. Siapa tahu dia menyelinap di sana," ujar salah satu di antara mereka.
"Hmm baiklah," jawab satunya.
Deg...dada Maya serasa mau copot. Dia sampai menahan nafas saat dia pemuda tersebut berdiri di depan warung tempatnya bersembunyi. Apalagi saat dua pemuda tersebut berusaha mendorong pintu warung. Untung sudah diselot dan diberi penghalang kursi di belakang pintu.
"Aku kira dia tidak mungkin masuk sini. Pintunya terkunci gini," kata salah satu
"Mungkin di warung yang lain. Mari kita periksa satu per satu," usul satunya.
"Baiklah," jawab temannya.
Maya sedikit bernafas lega saat kedua pemuda tersebut meninggalkan warung tempatnya berada. Terdengar keduanya tampak mendorong satu persatu pintu warung di daerah tersebut. Namun usaha mereka gagal.
"Kita istirahat di sini dulu sebentar," ujar salah satu mereka.
"Sebenarnya, kalau kita bisa mendapatkan gadis yang baru datang ini kita bisa untung besar," kara pemuda yang berambut keriting. Ini pemuda yang pertama kali menemui Maya di terminal.
"Ya pastinya. Bos akan mencicipi dulu trus dilempar ke Tante Berlian. Di rumah bordir yang terkenal itu."
"Astaghfirullah," pekik Maya. Untung tidak terdengar dua orang tersebut
"Atau mungkin bos tidak tertarik mencicipi. Tapi akan menjual keperawanannya dengan harga mahal. Bisa ratusan juta bahkan miliar untuk sekali kencan," jelas yang lain.
Maya hanya bisa mengelus dada.
"Kita kembali saja ke terminal," ujar penjahat itu.
Tidak beberapa lama keduanya pergi meninggalkan warung tersebut.
Maya kembali bernafas lega. Setidaknya salah satu bahaya yang mengincarnya sudah lewat. Meskipun dia sama sekali tidak memiliki bayangan apapun tentang kehidupannya besok. Di rimba ibukota, tanpa ada yang dikenal, tanpa ada uang sepeser pun, tanpa baju sehelai pun dan tanpa kartu identitas.
Rasa kantuknya yang sangat berat membuat Maya tetap bisa terlelap sampai pagi. Hingga terdengar seseorang yang membangunkan dia.
"Hai bangun bangun! Siapa kau di sini?" teriak seorang wanita sambil menggoyang-goyangkan tubuh Maya. Suaranya melengking keras membuat Maya segera sadar.
"Mati aku. Apakah ini bagian komplotan penjahat yang mengejar aku tadi malam?" batinnya.
***
Jonathan kecil tampak begitu bahagia. Dia membalas pelukan papanya dengan erat. "Horee, Papa sudah datang." Teriaknya histeris.Berputar putar mengelilingi toko yang mulai sepi karena hendak tutup. Sedangkan Jonathan besar tanpa menunda langsung memeluk kekasih hatinya itu. Segala rindu dia tumpahkan malam itu Sedangkan Maya awalnya sedikit malu malu dan khawatir dengan status Jonathan. Karena terakhir kali dia mendengar informasi dari satpam bahwa Jonathan sedang dalam persiapan menikah dengan gadis Eropa. "Mas, sudah. Tidak enak dilihat anak-anak. Lagian nanti ada yang cemburu lho," ujar Maya seraya mengurai pelukan Jonathan besar."Siapa yang cemburu? Apakah kamu sudah memiliki pacar?" tanya Jonathan sedikit ragu. Kalau suami, dari informasi yang dia dapatkan, Maya tidak sedang menikah dengan siapapun. Namun bisa jadi dia sedang menjalin hubungan dengan laki-laki lain untuk me jadi ayah tiri buat Jonathan yunior. Hal ini yang tidak dia pikirkan selama ini. Jonathan hanya berpik
"Tolong dikirimi list foto-fotonya ya," jawab Jonathan.Tidak beberapa lama kemudian belasan foto contoh buket bunga dikirim ke nomor Jonathan. Jonathan sendiri bingung mana yang harus dia pilih. Karena menurutnya semua bagus."Apakah semua bunga ini dirangkai sendiri oleh pemilik toko?" tanya Jonathan."Dulu begitu، namun sejak ada pegawai ibu sudah jarang ikut merangkai sendiri. Hanya bantu kalau toko ramai saja," jawab nomor tersebut."Boleh tahu nama pemilik tokonya siapa ya?" tanya Jonathan."Ibu Maya."Deg. Namun Jonathan sendiri tidak tahu nama panjang kekasihnya itu, jadi percuma juga dia menanyakan nama panjang Maya. Malah membuat penyidikannya diketahui saja."Oh ya ya, pernah sekali saya ke toko antar mama pesan bunga. Itu Bu Maya yang sudah memiliki anak laki-laki kecil itu ya?" tanya Jonathan."Anda benar sekali," jawab admin toko."Lucu dan ganteng. Sampai saya pingin mencubit pipinya," kata Jonathan."Banyak customer toko kami yang bilang begitu. Semua gemes gemes sama
Lima tahun kemudian...."Mama, mama belikan es krim itu dong," teriak seorang anak kecil berusia sekitar empat tahun di taman balau kota. "Di rumah kan sudah banyak es krim, mengapa harus beli lagi?" tanya seorang perempuan berusia sekitar 27 tahun yang merupakan ibu dari anak itu Tidak jauh dari ibu dan anak tersebut, seorang laki-laki mengamati dengan takjub. Disampingnya ada perempuan paro baya, yang merupakan ibu dari laki-laki dewasa itu."Mama kok merasa wajah anak kecil itu sangat familier ya. Tapi siapa?" tanya perempuan paro baya yang rambutnya hampir separuhnya beruban.Laki-laki dewasa disampingnya menoleh. Memandang ke arah yang ditunjuk sang mama. Deg.Dia sangat hapal dengan wajah perempuan yang menjadi mama dari bocil imut itu. "Bukankah, bukanlah itu...""Siapa Jo? Kamu mengenalnya?" tanya sang mama."Oh maaf bukan Ma, justru Jo melihat anak kecil itu mirip dengan fotoku saat kecil," ujar laki-laki dewasa yang ternyata adalah Jonathan."Hmm masak sih. Iya juga ya.
Sementara itu di Jerman, Jonathan uring-uringan. Dia mulai merasakan bahwa papanya sengaja mengirimnya ke Jerman untuk dijodohkan dengan Caroline. Bahkan Caroline sendiri tampak aktif untuk mendekati Jonathan."Ma, maksud papa ini apa sengaja menjebak saya untuk dijodohkan dengan Caroline. Jo tidak mau Ma. Jo sudah punya pacar," kata Jonathan saat menelepon mamanya. "Jo, dengarkan dulu. Tidak ada ceritanya orang tua yang ingin menjebak anaknya. Semua orang tua itu ingin memulihkan yang terbaik untuk anaknya. Termasuk untukmu. Apalagi kamu anak tunggal," jawab mamanya di tanah air."Ingat Ma, kalau untuk urusan kerja,oke. Tapi kalau untuk perjodohan,no way" tegas Jonathan sambil menutup panggilan telepon.Nyonya Mulia sedang sarapan pagi dengan suaminya saat Jonathan telepon. "Ada apa dengan Jonathan, Ma?" tanya Tuan Mulia."Biasa curhat," jawab Nyonya Mulia. Dia tidak ingin Jonathan akan terlalu dipaksa dalam perjodohan yang memang sudah mereka rencanakan ini.Memang Nyonya Mulia jug
Maya menyeret kopernya keluar unitnya. Dia membuka pintu dan mengunci dari luar. Sesaat dia memandang dari luar, menitikkan air mata. Tempat yang membuat dirinya sempat melambung, namun kini terhempas ke dasar lembah yang paling dalam."Selamat tinggal," bisiknya lirih.Surat pengunduran diri dan surat untuk Adel sudah dia letakkan di atas meja makan. Agar Adel dengan mudah menemukan. Setelah mengunci apartemennya, dia menuju lift dan turun ke loby. Dia menuju ke resepsionis untuk menitipkan kartu masuk unitnya di sana. Sebab, apartemen tersebut adalah fasilitas perusahaannya. Sehingga pastinya cepat atau lambat akan diminta kembali perusahaan, seiring dengan kepergian dirinya. Dengan pengunduran dirinya."Mbak nitip kartu akses ya. Mungkin nanti akan ada temanku yang mengambilnya," kata Maya.Setelah itu dia memesan taksi online yang akan membawanya ke stasiun terdekat. Maya sudah memiliki kota tujuan yang ingin dia datangi. Yakni Kota Baru Malang. Di sana merupakan kota wisata. Ud
Mobil taksi online segera meninggalkan rumah tersebut. Maya memandang sekilas rumah yang dulu pernah dia tinggali sebulan. Berharap bisa melihat Jonathan di sana. "Sekuriti tersebut tidak berbohong, pasti saat ini Jonathan sedang berbahagia menyambut hari pernikahannya bersama gadis bule," batin Maya. Dadanya terasa sesak mengingat itu. Sampai taksi yang dia tumpangi sampai di bundaran air mancur di tengah tengah perumahan itu. Posisi taman air mancur tersebut memang di tengah tengah perumahan, sehingga siapapun yang masuk ke perumahanku itu akan melewatinya. Demikian juga saat keluar nanti."Pak, boleh berhenti beberapa menit di sini,"ujar Maya masih dengan suara habis menangis.Tanpa menjawab sopir taksi tersebut menepi dan mobil benar-benar berhenti. Maya tidak keluar, tapi hanya memandang air mancur tersebut dari mobil. Kaca jendelanya dia buka. Sehingga dia bisa menghirup udara segar dibawah rerimbunan pohon yang tumbuh sepanjang jalan. Pohon trembesi. Yang terkenal mampu mengi
Maya memejamkan mata. Namun pikirannya justru melayang kemana-mana. Bahkan dia tidak mandi atau mengganti pakaian kerjanya untuk beberapa saat."Akh, mungkin berendam di air hangat membuat pikiranku lebih fresh," ujar Mata sambil melangkah ke kamar mandi.Benar saja, dia berendam di sana. Dalam waktu yang cukup lama. Bahkan hampir satu jam. Bahkan Adel yang mencari Maya untuk diajak makan malam sempat khawatir sahabatnya itu pingsan di kamar mandi."Maya, kamu di kamar mandi kah?" tanya Adel.Tidak ada jawaban untuk beberapa saat. Barulah panggilan ketiga Maya baru menyahut."Iya, aku di dalam," jawab Maya."Syukurlah. Khawatirnya kamu pingsan lagi."Tidak lama kemudian, Maya keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih bugar. "Aku sudah pesan makanan untuk kita berdua," kata Adel."Kamu memang sahabat terbaik.""Aku pesan nasi goreng. Semoga kamu suka," kata Adel lagi."Pasti suka. Kita belum sempat makan sejak siang tadi," kata Maya."Iya, aku sendiri tidak tega meninggalkanmu m
Tidak lama setelah itu, mobil perusahaan disiapkan untuk membawa Maya ke rumah sakit. Bagaimanapun juga kejadian ini terjadi di kantor saat Maya bekerja. Sehingga dihitung sebagai kecelakaan kerja. Adel ikut mengantar Maya ke rumah sakit. Setelah ditangani di UGD lalu dibawa ke ruang perawatan. Di sana Maya baru siuman. Adel ingat saat suster meninggalkan ruangan terserah sempat berpesan, apabila pasien sadar untuk segera menghubungi perawat dengan menekan tombol yang tidak jauh dari tempat tidur Maya. Adel menekan tombol itu.Tidak beberapa lama seorang perawat datang. "Ada yang bisa dibantu?" tanya perempuan berbaju dan rok sebatas lutut berwarna putih itu dengan rambut diikat rapi ke belakang. Di atas rambutnya ada topi kecil. Tampak rapi."Pasien bangun Suster," kata Adel."Syukurlah. Habis ini akan ada dokter jaga yang melakukan visite ke mari. Anda bisa bertanya seputar masalah sakitnya pasien," ujar Suster tersebut kepada Adel."Apa saya tidak boleh bertanya sesuatu Suster?"
Pagi itu Maya bangun dengan malas. Dia merasakan tubuhnya kurang enak badan. Malas beraktivitas dan dada serta perutnya terasa penuh."Apa yang salah denganku?" batinnya.Namun, dia berusaha beranjak bangun dan menuju ke kamar mandi. Menyalakan shower air hangat untuk mandi. Agar tubuhnya bisa kembali bersemangat untuk menjalani aktivitas hari ini.Baru saja dia melepas pakaiannya untuk mandi, perutnya terasa mual. Huek huek huek.Dia menuju wastafel dan menumpahkan isi perutnya di sana. Namun karena belum makan apapun tidak ada yang keluar dari mulut Maya, selain air yang agak berwarna kuning. "Sepertinya aku masuk angin. Maklum cuaca begitu dingin di luar di bulan Juli ini," kata Maya.Usai mandi dan berganti baju, Maya berencana ke dapur. Seperti biasa, dia ingin menyiapkan sarapan pagi. Sebelum itu dia ingin membuat minuman jahe panas agar tubuhnya sedikit hangat. Baru saja dia memanaskan air dan menuang serbuk jahe instan di gelas, perutnya kembali mual. Dia kembali ingin memun