Ethan baru saja selesai dengar rapatnya. Dia mengecek ponsel untuk menghubungi pelayan rumah dan bertanya apakah Ellen sudah sampai rumah.
Namun, sebelum Ethan mendial nomor kepala pelayan, dia sudah lebih dulu dihubungi oleh sopir yang biasa menjemput Ellen.
“Ada apa?” tanya Ethan begitu menjawab panggilan itu.
Ethan bicara sambil terus mengayunkan langkah menuju lift.
“Tuan, Nyonya Naomi datang ke sekolah Nona Ellen. Dia menampar Emma lalu pergi membawa Ellen meskipun sudah dicegah.”
Ethan langsung menghentikan langkah. Satu tangannya terkepal kuat mengetahui mantan istrinya masih saja berusaha membawa Ellen.
“Kalian di mana?” tanya Ethan.
“Saya masih di sekolah bersama Emma, tapi tidak tahu ke mana Nyonya membawa Nona.”
Ethan mengakhiri panggilan itu, lalu mencari nomor Naomi.
“Ada apa, Pak?” tanya Samuel saat melihat Ethan sangat kesal.
Ethan tak menjawab pertanyaan Samuel. Dia memilih lebih dulu menghubungi Naomi.
“Halo, Ethan.”
Suara Naomi terdengar dari seberang panggilan, meskipun suara wanita itu begitu lembut, tapi Ethan tak tersentuh sama sekali.
“Ke mana kamu membawa putriku?”
“Aku hanya mengajak Ellen makan di restoran kesukaannya, kenapa nada bicaramu begitu?”
Tanpa kata Ethan mengakhiri panggilan, lalu dia segera masuk lift untuk pergi menyusul Ellan.
“Pak.” Samuel ikut masuk lift dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
“Naomi melanggar kesepakatan lagi, kali ini tidak bisa kubiarkan,” ucap Ethan sambil memandang pintu lift yang sudah tertutup.
Ethan pergi ke restoran yang Naomi sebutkan. Sesampainya di sana dia melihat Naomi yang sedang duduk berhadapan dengan Ellen.
Ethan berjalan dengan cepat menghampiri meja Naomi. Saat sampai di sana, Ethan melihat Ellen yang sangat terkejut.
“Papa.” Ellen menundukkan kepala.
“Pergilah dulu bersama Paman Sam. Papa perlu bicara dengan Mama,” ucap Ethan dengan nada lembut ke putrinya.
Ellen mengangguk-angguk kecil. Dia melirik ke Naomi, lalu segera turun dari kursi dan berjalan menghampiri Samuel. Samuel segera mengajak Ellen keluar dari restoran lebih dulu.
Ethan menatap Naomi dengan ekspresi tak senang. Dia menarik kursi yang tadi diduduki Ellen, lalu duduk di sana sambil menatap tajam pada Naomi.
“Bukankah sudah kubilang untuk tak mendekati Ellen,” ucap Ethan dengan nada peringatan.
“Aku hanya menemui putriku. Meskipun kamu memiliki hak asuh Ellen, tapi aku tetaplah ibu kandungnya, orang yang melahirkannya,” balas Naomi.
Ethan melihat Naomi yang selalu bersikap lemah lembut padanya, tapi hal itu tak berarti bisa membuat hatinya luluh, yang ada Ethan begitu muak dengan sikap Naomi.
“Apa aku harus memperingatkanmu lagi?” Ethan bicara dengan nada penekanan.
“Kenapa kamu keras kepala, Ethan? Apa tidak bisa kamu sedikit menurunkan ego demi Ellen? Dia membutuhkanku, apa kita tidak bisa rujuk dan memulai semuanya dari nol?” Naomi mengulurkan tangan ingin meraih tangan Ethan, tapi Ethan langsung menarik tangan dari meja.
“Seharusnya kamu memikirkan konsekuensinya sebelum berbuat,” balas Ethan dengan tatapan dingin. “Aku bisa menuntutmu jika membawa Ellen tanpa seizinku, apalagi kamu membawa paksa dan menyakiti pengasuh yang menjaga Ellen.”
Naomi tersentak kaget, dalam hatinya menggerutu karena pengasuh yang ditemuinya tadi, berani mengadu pada Ethan soal apa yang dilakukannya.
“Apa yang kamu maksud pengasuh itu? Dia kurang ajar padaku, apa aku salah jika memberinya pelajaran?”
“Dia hanya menjalankan perintah dan kamu bertindak arogan!” bentak Ethan dengan nada tinggi karena habis kesabarannya menghadapi Naomi.
“Jangan berpikir aku tidak tahu apa yang sudah kamu lakukan, Naomi.” Ethan bicara dengan sedikit nada tertahan.
“Lebih baik berhenti berusaha mendekati Ellen apalagi membawanya secara paksa lagi, atau aku akan menuntutmu di pengadilan dan membatalkan kompensasi yang sudah kita sepakati!”
Setelah memberikan ancaman, Ethan berdiri dari duduknya untuk pergi. Namun, Ethan urung melangkah karena Naomi kembali bicara.
“Meskipun kamu memenangkan gugatan hak asuh, tapi kamu tak berhak menjauhkan seorang ibu dari anaknya,” balas Naomi yang juga sudah berdiri.
Ethan geram. Dia mendekat pada Naomi, kemudian mencengkram kuat lengan mantan istrinya itu.
“Kamu sepertinya lupa. Aku menang karena kamu tergiur kompensasi yang kuberikan. Seharusnya kamu sadar diri, dari awal kamu tak pernah menginginkan Ellen, hanya uang yang kamu inginkan.” Ethan mencengkram kuat lengan Naomi saat bicara, lalu melepasnya kasar.
Naomi sangat terkejut Ethan berbuat kasar, tapi dia takkan menyerah begitu saja.
“Aku mencintaimu, Ethan. Aku akui sudah salah, apa kamu tidak bisa memberiku kesempatan kedua?” tanya Naomi memelas, menurunkan egonya demi merayu Ethan.
Ethan lagi-lagi tersenyum miring.
“Aku tidak pernah memberi kesempatan kedua, apalagi pada orang yang sudah berkhianat.”
Ethan membalikkan badan untuk pergi, tapi dia kembali menoleh pada Naomi dan berkata, “Jika kamu berani bertindak kasar pada pengasuh Ellen, bahkan mencoba mengancamnya lagi seperti yang kamu lakukan pada pengasuh-pengasuh Ellen lainnya, aku takkan main-main dengan ucapanku.”
Setelah mengatakan itu, Ethan pergi meninggalkan Naomi begitu saja.
Naomi kaget. Apa Ethan selama ini tahu apa yang sudah dilakukannya sampai para pengasuh Ellen berhenti bekerja? Namun, sepertinya semua karena pengasuh yang tadi ditemuinya, hanya pengasuh itu yang berani melawannya.
“Lihat saja, akan kubuat pengasuh itu kabur seperti pengasuh lainnya!”
Naomi tidak terima ditekan oleh Ethan. Dia mengeluarkan ponsel, lalu menghubungi seseorang.
“Cari tahu informasi soal wanita yang sekarang menjadi pengasuh Ellen, aku ingin tahu, apa yang paling ditakutkan oleh pengasuh sialan itu!”
Duduk di kursi belakang mobil ditemani Emma, Ethan hanya duduk diam sepanjang perjalanan mereka meninggalkan rumah.Emma menoleh pada Ethan yang hanya diam, menunggu sopir membawa mereka tiba di tujuan.“Apa kamu menyesali apa yang terjadi?” tanya Emma setelah hampir setengah perjalanan mereka lewati.“Tidak.”Jawaban singkat Ethan membuat Emma menatap cukup lama wajah suaminya sebelum kembali menatap ke depan lalu mengembuskan napas pelan.“Kita juga tidak tahu kalau akan seperti ini. Seperti katamu, jika Naomi lebih bisa mengontrol dirinya, tidak akan terjadi kejadian seperti ini. Dia yang memulainya.”Ethan akhirnya menoleh Emma, lalu dia berkata, “Aku tak menyesalkan apa pun, hanya saja bagaimana caraku menjawab nantinya saat Ellen bertanya di mana Naomi atau saat dia ingin bertemu dengannya?”Emma terdiam sejenak, lalu dia meraih telapak tangan Ethan dengan erat. “Kalau begitu, kita usahakan agar dia tak kekurangan kasih sayang sedikit pun, setelahnya dia takkan pernah bertanya ka
Sesaat sebelumnya.Naomi begitu emosi sampai memarahi pengacaranya sebelum pergi. Dia melangkah menuju area parkir sambil menghubungi Kelvin, tapi sayangnya pria itu tak menjawab panggilannya, bahkan menolak panggilan yang membuatnya begitu emosi.“Sialan!” umpat Naomi tak terkendali.Naomi berhenti di dekat mobilnya yang terparkir. Saat itu tatapannya tertuju pada Ethan yang berjalan sambil menggendong Emma menuju mobil Ethan.Amarah Naomi tak terbendung lagi. Dia begitu geram dan emosi karena Ethan mendapatkan segala-galanya sedangkan dia kehilangan semuanya.“Apa kamu pikir bisa bahagia begitu saja? Lihat saja, apa yang akan aku lakukan pada kalian.”Naomi segera masuk ke dalam mobil. Dia menyalakan mesin mobilnya lalu menyeringai lebar.Memasukkan persneling kemudian mulai memacu mobilnya ke arah Ethan dan Emma berada. Naomi melihat Ethan yang berdiri bersama Emma di samping mobil. Melihat senyum Emma, Naomi begitu muak hingga dia dengan nekat menginjak pedal gas dalam-dalam, mela
Ethan langsung bernapas lega, bahkan matanya kini memanas karena menahan air mata yang sudah membendung luar biasa.Ethan menoleh pada Emma, tatapannya tak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang luar biasa.Ellen bukan anak kandungnya, tapi dia yang sudah menggendongnya, memberinya susu, sampai menidurkannya setiap malam. Dia menyayangi Ellen seperti menyayangi dirinya sendiri, kini semua terbayar lunas. Dia benar-benar bisa mendapatkan Ellen untuknya.Di pangkuan Emma, Ellen bingung dengan yang Hakim ucapkan lalu ibunya ucapkan. Dia mendongak menatap Emma dan melihat mata Emma berair.“Mama Emma nangis?” tanya Ellen, “terus kenapa Mama Naomi marah-marah?”Emma menggeleng. Dia memeluk erat Ellen lalu menciuminya karena ketakutan akan kehilangan Ellen tak terbukti.“Tidak apa-apa, Ellen. Mama Emma sedang sangat bahagia,” katanya.Ethan segera melangkah meninggalkan mejanya untuk menghampiri Emma dan Ellen.Sedangkan Naomi, dia begitu emosi karena hak asuh Ellen malah diberikan pada Ethan
Emma dan Ethan berada di ruang tunggu sampai persidangan kembali di lanjutkan.Di ruangan itu, Ethan terus memeluk erat Ellen dan tidak mau melepas walau hanya sesaat.“Papa, kenapa Nenek Hakim tadi tanya Ellen lebih sayang siapa? Memangnya kenapa kita di sini?” tanya Ellen dengan polosnya.Ethan tak mampu menjawab pertanyaan Ellen. Dia semakin memeluk sambil menyembunyikan wajah sedihnya agar tidak terlihat Ellen.Emma diam memandang Ethan, lalu dia mencoba bicara pada Ellen. “Tidak apa-apa. Nenek Hakim hanya mau tahu, jika disuruh memilih, Ellen mau memilih siapa.”Ellen diam mencerna maksud ucapan Emma, lalu membalas, “Tentu saja aku mau sama Papa dan Mama Emma.”Mendengar ucapan Ellen, Ethan semakin menitikkan air mata yang buru-buru disekanya.Emma tak bisa berbuat apa-apa, sekarang dia membayangkan bagaimana jadinya jika hak asuh jatuh ke tangan Naomi lalu Ellen tak bisa menerimanya. Ellen pasti akan sangat bingung.Setengah jam berlalu. Persidangan akan kembali dimulai dan seka
Emma mondar-mandir di kamarnya. Sesekali dia memandang ke luar jendela, menunggu Ethan pulang karena suaminya pergi tanpa pamit.Bahkan saat Emma mencoba menghubungi, Ethan sama sekali tak membalas panggilannya.“Pergi ke mana dia?” Emma meremas jemarinya, wajahnya begitu panik dan cemas.Tak lama kemudian, Emma melihat sebuah cahaya bergerak menembus kaca jendela kamar. Dia segera melongok ke bawah dan melihat mobil Ethan baru saja berhenti di dekat garasi.Memilih tetap menunggu di kamar, Emma berdiri di dekat pintu dengan waswas, apa penyebab suaminya pergi tak memberitahunya.Beberapa detik berlalu, pintu kamar terbuka dan tatapan Emma langsung tertuju pada Ethan. Seketika Emma melontarkan pertanyaan.“Kamu dari mana? Kenapa pergi tak memberiku kabar?”Melihat kecemasan di mata Emma, Ethan menutup pintu dengan rapat lalu melangkah menghampiri Emma. Begitu sampai di depan istrinya itu, Ethan berkata, “Aku baru saja menemui Naomi. Aku benar-benar tidak bisa diam saja melihat apa yan
Ethan masih memeluk erat Emma. Dia benar-benar tak menyangka akan hampir kehilangan Emma jika saja istrinya tak mau terbuka soal adu domba yang Naomi gaungkan, mungkin hubungan Ethan dan Emma akan berakhir.Dia sangat bersyukur karena Emma memiliki banyak kesabaran dan tak suka membuat keputusan gegabah.“Terima kasih kamu lebih memercayaiku, Emma. Aku benar-benar tidak akan tahu bagaimana jadinya kalau kamu terhasut dengan informasi itu. Jika kamu masih tidak yakin kalau aku bukan pelakunya, kamu bisa tanya Samuel atau pengacaraku.”Emma melepas pelukan lalu menatap pada Ethan yang tampak begitu sedih.“Jika memang kamu memberikan uang kompensasi untuk keluargaku, kenapa Bibi tidak pernah cerita? Dan kenapa dia tidak ingat kamu saat kalian bertemu?” tanya Emma dengan tatapan penasaran.“Bukan aku yang datang langsung menemui keluargamu. Aku meminta tolong pengacara tapi tetap menggunakan tandatanganku, aku memberikan kompensasi cukup banyak, karena itu aku sempat terkejut saat menget