Ethan masuk mobil dan melihat Ellen yang duduk sambil menatap dirinya. Ethan lebih dulu meminta sopir untuk menjalankan mobil, lalu kembali memandang Ellen.
“Papa marah sama aku?” tanya gadis kecil itu takut.
Ellen tahu kalau Ethan tidak suka jika dia menemui Naomi, tapi Ellen juga ingin dekat dengan sosok ibunya.
“Bukankah Papa sudah melarang, kenapa Ellen masih saja menemui Mama?” tanya Ethan dengan nada suara rendah.
“Aku ‘kan maunya sama Mama, tapi kenapa tidak boleh?”
Ethan menghela napas kasar, lalu mencoba menjelaskan.
“Nanti setelah Ellen berumur tujuh belas tahun dan memahami alasan Papa dan Mama berpisah, Ellen bisa memilih mau ikut siapa. Papa atau Mama,” ucap Ethan tak ingin menekan Ellen karena tahu, semakin Ellen ditekan, maka Ellen akan semakin memberontak.
“Kenapa harus tujuh belas tahun? Itu masih sangat lama?” tanya Ellen lagi.
“Karena saat itu, Ellen sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk,” balas Ethan.
Ellen hanya diam. Dia meremas jemarinya dengan kepala tertunduk.
“Apa Kakak Emma bersikap kasar padamu?” tanya Ethan sambil memandang Ellen.
“Tidak,” jawab Ellen tanpa memandang sang papa.
“Apa yang Mama katakan padamu? Apa Mama berkata agar kamu menjauhi Kakak Emma?” tanya Ethan lagi. Dia harus memastikan kalau Naomi tak lagi mendoktrin putrinya.
Ellen menoleh Ethan, lalu menggeleng pelan.
Ethan menyipitkan mata, lalu kembali berkata, “Kenapa hanya menggeleng? Kenapa tidak menjawab?”
“Mama hanya bilang kalau Kakak Emma tidak baik. Aku seharusnya tidak sama Kakak Emma, tapi harusnya sama Mama,” ucap Ellen dengan cepat saat melihat tatapan Ethan.
“Jika Kakak Emma tidak menyakitimu apalagi membentakmu, itu berarti Kakak Emma baik dan layak bersamamu,” ucap Ethan, “papa tidak mau tahu, kamu harus menuruti ucapan Kakak Emma, ini perintah Papa.”
Ellen kembali menundukkan kepala, lalu mengangguk-angguk kecil.
Mobil yang mereka tumpangi sampai di rumah Ethan. Ethan dan Ellen turun dari mobil, sedangkan Samuel malah menerima panggilan dari klien.
“Pak, saya jawab panggilan dari Pak James dulu.”
Ethan mengangguk kecil, lalu dia menggandeng tangan Ellen menuju rumah.
Saat sampai di depan rumah. Emma keluar dan langsung berdiri sambil menunduk di depan Ethan.
“Maaf, Tuan. Saya tidak bisa menjaga Nona Ellen,” ucap Emma penuh penyesalan.
Ethan meminta pelayan lain membawa Ellen masuk, lalu setelahnya dia memandang pipi Emma yang merah.
“Lain kali laporkan langsung jika ibu Ellen datang dan memaksa Ellen ikut,” perintah Ethan.
“Baik, Tuan. Tapi saya belum memiliki izin menyimpan nomor Anda,” ucap Emma tanpa berani memandang pada Ethan.
Ethan menghela napas kasar. Dia mengulurkan tangan untuk meminta ponsel Emma, wanita itu langsung memberikan apa yang Ethan minta.
Ethan mengetik nomornya, lalu mengembalikan ponsel pada Emma.
“Jika Naomi datang dan memaksa lagi, lawan dia dan jangan biarkan Ellen dibawa. Jika ada apa-apa, aku yang akan bertanggung jawab!” perintah Ethan dengan tegas.
Emma mengangguk-angguk sambil menggenggam erat ponsel miliknya.
Ethan memandang sejenak pada Emma. Dia membalikkan badan lalu pergi begitu saja.
Emma menghela napas lega. Dia berpikir akan terkena amukan bahkan mungkin dipecat karena tak bisa mencegah Naomi membawa Ellen, tapi untungnya dia hanya diperingatkan saja.
Samuel memandang Ethan yang berjalan kembali ke mobil. Saat itu Samuel melihat Emma yang masuk rumah, tapi Samuel tak melihat wajahnya dengan jelas.
“Ayo pergi,” perintah Ethan.
“Pak, apa tadi pengasuh Ellen?” tanya Samuel sambil menunjuk ke rumah, lalu dia menoleh ke kursi belakang.
Ethan menatap datar, lalu bertanya, “Kenapa?”
Samuel diam sesaat. Dia merasa tak asing, tapi takut salah menduga.
“Tidak, Pak. Hanya saja seperti pernah melihatnya, tapi saya tidak yakin,” balas Samuel lalu duduk dengan benar menghadap ke depan.
Ethan masih menatap datar, lalu meminta sopir untuk segera pergi meninggalkan rumah.
Di rumah. Emma masuk dan mencari Ellen di kamar. Dia melihat Ellen cemberut sambil melipat kedua tangan di depan dada.
“Ayo ganti baju dulu,” ajak Emma dengan suara lembut.
“Jangan sok baik padaku. Aku benci kamu, kamu bikin aku dimarahin Papa,” amuk Ellen sambil memasang wajah garang, tapi malah semakin lucu.
Emma bersikap sabar pada Ellen. Dia berlutut di depan Ellen, lalu mencoba mengajak bicara gadis kecil itu.
“Kakak tidak bilang apa-apa ke Papa, kenapa Ellen dimarahi?” tanya Emma.
Ellen kebingungan menjawab pertanyaan Emma, hal itu membuatnya semakin kesal.
“Pokoknya kamu jahat. Aku tidak suka kamu, pergi saja dari sini!” Ellen mendorong Emma yang berlutut di depannya sampai terjatuh ke lantai.
Emma sangat terkejut, apalagi Ellen langsung berlari meninggalkan Emma.
Emma bingung, bagaimana cara meluluhkan hati Ellen. Gadis kecil itu sepertinya akan selalu benci pada siapa pun yang menjadi pengasuhnya.
Duduk di kursi belakang mobil ditemani Emma, Ethan hanya duduk diam sepanjang perjalanan mereka meninggalkan rumah.Emma menoleh pada Ethan yang hanya diam, menunggu sopir membawa mereka tiba di tujuan.“Apa kamu menyesali apa yang terjadi?” tanya Emma setelah hampir setengah perjalanan mereka lewati.“Tidak.”Jawaban singkat Ethan membuat Emma menatap cukup lama wajah suaminya sebelum kembali menatap ke depan lalu mengembuskan napas pelan.“Kita juga tidak tahu kalau akan seperti ini. Seperti katamu, jika Naomi lebih bisa mengontrol dirinya, tidak akan terjadi kejadian seperti ini. Dia yang memulainya.”Ethan akhirnya menoleh Emma, lalu dia berkata, “Aku tak menyesalkan apa pun, hanya saja bagaimana caraku menjawab nantinya saat Ellen bertanya di mana Naomi atau saat dia ingin bertemu dengannya?”Emma terdiam sejenak, lalu dia meraih telapak tangan Ethan dengan erat. “Kalau begitu, kita usahakan agar dia tak kekurangan kasih sayang sedikit pun, setelahnya dia takkan pernah bertanya ka
Sesaat sebelumnya.Naomi begitu emosi sampai memarahi pengacaranya sebelum pergi. Dia melangkah menuju area parkir sambil menghubungi Kelvin, tapi sayangnya pria itu tak menjawab panggilannya, bahkan menolak panggilan yang membuatnya begitu emosi.“Sialan!” umpat Naomi tak terkendali.Naomi berhenti di dekat mobilnya yang terparkir. Saat itu tatapannya tertuju pada Ethan yang berjalan sambil menggendong Emma menuju mobil Ethan.Amarah Naomi tak terbendung lagi. Dia begitu geram dan emosi karena Ethan mendapatkan segala-galanya sedangkan dia kehilangan semuanya.“Apa kamu pikir bisa bahagia begitu saja? Lihat saja, apa yang akan aku lakukan pada kalian.”Naomi segera masuk ke dalam mobil. Dia menyalakan mesin mobilnya lalu menyeringai lebar.Memasukkan persneling kemudian mulai memacu mobilnya ke arah Ethan dan Emma berada. Naomi melihat Ethan yang berdiri bersama Emma di samping mobil. Melihat senyum Emma, Naomi begitu muak hingga dia dengan nekat menginjak pedal gas dalam-dalam, mela
Ethan langsung bernapas lega, bahkan matanya kini memanas karena menahan air mata yang sudah membendung luar biasa.Ethan menoleh pada Emma, tatapannya tak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang luar biasa.Ellen bukan anak kandungnya, tapi dia yang sudah menggendongnya, memberinya susu, sampai menidurkannya setiap malam. Dia menyayangi Ellen seperti menyayangi dirinya sendiri, kini semua terbayar lunas. Dia benar-benar bisa mendapatkan Ellen untuknya.Di pangkuan Emma, Ellen bingung dengan yang Hakim ucapkan lalu ibunya ucapkan. Dia mendongak menatap Emma dan melihat mata Emma berair.“Mama Emma nangis?” tanya Ellen, “terus kenapa Mama Naomi marah-marah?”Emma menggeleng. Dia memeluk erat Ellen lalu menciuminya karena ketakutan akan kehilangan Ellen tak terbukti.“Tidak apa-apa, Ellen. Mama Emma sedang sangat bahagia,” katanya.Ethan segera melangkah meninggalkan mejanya untuk menghampiri Emma dan Ellen.Sedangkan Naomi, dia begitu emosi karena hak asuh Ellen malah diberikan pada Ethan
Emma dan Ethan berada di ruang tunggu sampai persidangan kembali di lanjutkan.Di ruangan itu, Ethan terus memeluk erat Ellen dan tidak mau melepas walau hanya sesaat.“Papa, kenapa Nenek Hakim tadi tanya Ellen lebih sayang siapa? Memangnya kenapa kita di sini?” tanya Ellen dengan polosnya.Ethan tak mampu menjawab pertanyaan Ellen. Dia semakin memeluk sambil menyembunyikan wajah sedihnya agar tidak terlihat Ellen.Emma diam memandang Ethan, lalu dia mencoba bicara pada Ellen. “Tidak apa-apa. Nenek Hakim hanya mau tahu, jika disuruh memilih, Ellen mau memilih siapa.”Ellen diam mencerna maksud ucapan Emma, lalu membalas, “Tentu saja aku mau sama Papa dan Mama Emma.”Mendengar ucapan Ellen, Ethan semakin menitikkan air mata yang buru-buru disekanya.Emma tak bisa berbuat apa-apa, sekarang dia membayangkan bagaimana jadinya jika hak asuh jatuh ke tangan Naomi lalu Ellen tak bisa menerimanya. Ellen pasti akan sangat bingung.Setengah jam berlalu. Persidangan akan kembali dimulai dan seka
Emma mondar-mandir di kamarnya. Sesekali dia memandang ke luar jendela, menunggu Ethan pulang karena suaminya pergi tanpa pamit.Bahkan saat Emma mencoba menghubungi, Ethan sama sekali tak membalas panggilannya.“Pergi ke mana dia?” Emma meremas jemarinya, wajahnya begitu panik dan cemas.Tak lama kemudian, Emma melihat sebuah cahaya bergerak menembus kaca jendela kamar. Dia segera melongok ke bawah dan melihat mobil Ethan baru saja berhenti di dekat garasi.Memilih tetap menunggu di kamar, Emma berdiri di dekat pintu dengan waswas, apa penyebab suaminya pergi tak memberitahunya.Beberapa detik berlalu, pintu kamar terbuka dan tatapan Emma langsung tertuju pada Ethan. Seketika Emma melontarkan pertanyaan.“Kamu dari mana? Kenapa pergi tak memberiku kabar?”Melihat kecemasan di mata Emma, Ethan menutup pintu dengan rapat lalu melangkah menghampiri Emma. Begitu sampai di depan istrinya itu, Ethan berkata, “Aku baru saja menemui Naomi. Aku benar-benar tidak bisa diam saja melihat apa yan
Ethan masih memeluk erat Emma. Dia benar-benar tak menyangka akan hampir kehilangan Emma jika saja istrinya tak mau terbuka soal adu domba yang Naomi gaungkan, mungkin hubungan Ethan dan Emma akan berakhir.Dia sangat bersyukur karena Emma memiliki banyak kesabaran dan tak suka membuat keputusan gegabah.“Terima kasih kamu lebih memercayaiku, Emma. Aku benar-benar tidak akan tahu bagaimana jadinya kalau kamu terhasut dengan informasi itu. Jika kamu masih tidak yakin kalau aku bukan pelakunya, kamu bisa tanya Samuel atau pengacaraku.”Emma melepas pelukan lalu menatap pada Ethan yang tampak begitu sedih.“Jika memang kamu memberikan uang kompensasi untuk keluargaku, kenapa Bibi tidak pernah cerita? Dan kenapa dia tidak ingat kamu saat kalian bertemu?” tanya Emma dengan tatapan penasaran.“Bukan aku yang datang langsung menemui keluargamu. Aku meminta tolong pengacara tapi tetap menggunakan tandatanganku, aku memberikan kompensasi cukup banyak, karena itu aku sempat terkejut saat menget