Setelah pengumuman pertunangan antara Nicholas dan Kimberly, pesta menjadi semakin membosankan bagi Ella. Semua orang kembali sibuk membicarakan tentang keberlangsungan bisnis masing-masing. Sekilas Ella mencuri dengar, bahwa keadaan ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Penyebabnya adalah perang dan bencana di belahan dunia lain yang membuat roda perekonomian terhambat. Menyebabkan barang-barang menjadi langka, harga mahal, dan kemiskinan meningkat.Meski tidak selalu mengerti dengan usaha yang dijalankan James dan Prince, tapi dari reaksi mereka setiap kali bertemu, Ella bisa membaca bahwa keadaan di luar sana juga sangat memengaruhi keuangan keluarga. Ella yakin, saat ini baik Softucker maupun Loshen, bukan lagi menjadi keluarga terkaya, mungkin sudah berada di nomor tiga atau bahkan lebih buruknya keluar dari lima besar.Namun, sepertinya keadaan berbanding terbalik untuk takdir Tuan Wade. Seorang pria botak di dekat Ella bahkan terang-terangan memuji keberhasilan Garret Wade yang
“Holyshit!” maki Grace sambil matanya menyipit memperhatikan dengan seksama sosok yang menjadi sampul majalah lokal Rotterfort. “Dia benar-benar mirip Max!”“Namanya bukan Max. Nama sebenarnya adalah Ben. Dan ya, dia memang Ben!”Grace mengerutkan keningnya, tapi perhatiannya masih pada foto di majalah. “Kau yakin? Max—maksudku Ben tidak setampan pria ini, Nicholas. Bahkan Max tidak memancarkan karisma yang menarik seperti Nicholas Wells ini.”“Aku sudah memastikannya. Dia memang Ben. Kalau kau bertanya pada Peter pun, ia akan menjawab bahwa itu adalah Ben,” yakin Ella sembari mengangguk ke arah Peter yang sedang melayani pelanggan.Kalimat Ella yang satu itu menarik perhatian Grace. “Bagaimana caranya? Kau …”“Singkirkan pikiran kotormu, Grace!” sergah Ella, seolah tahu apa yang dipikirkan sahabatnya ini. Meski tak ayal dengan memikirkan peristiwa kemarin malam berhasil membuat wajahnya kembali memerah. “Aku cukup memprovokasinya, lalu dia mengakui semua ucapanku.”Grace masih menata
Setelah hampir satu jam perjalanan, akhirnya mobil yang menjemput Ella dan Grace berbelok memasuki sebuah pekarangan cottage mungil yang terlihat begitu asri dengan deretan pohon kelapa dan bunga-bunga yang tertata rapi di sana, lalu berhenti tepat di depan pintu masuk. Seorang supir membukakan pintu untuk mereka, lalu mempersilakan dua wanita itu masuk. “Selamat datang,” sambut Kim, lalu memeluk dan mencium kawan barunya. “Bagaimana perjalanannya?” “Sedikit membosankan, tapi champagne-mu cukup menghibur,” jawab Ella yang membuat Kim terkekeh. “Ayo! Aku ajak kalian berkeliling, sekaligus memberitahu hal-hal apa saja yang akan kita lakukan selama tinggal di sini.” Kim langsung menggamit lengan Ella dan Grace. “Oh, tolong masukkan langsung ke kamar mereka, Fred,” titah Kim pada supir yang sudah menurunkan barang-barang Ella dan Grace. “Benar-benar hanya kita di sini?” tanya Grace memastikan, saat tidak melihat siapa pun di sekitarnya.
Ella benar-benar muak berada di cottage miliki keluarga Wade ini. Rencananya gagal total karena kehadiran Ben. Pria itu seperti lintah yang terus menempel pada Kim, sehingga Ella tidak memiliki kesempatan untuk mendekati Kim. Beruntung sebuah panggilan telepon membuat Ben tidak bisa ikut pendakian bukit, karena ia harus mengurus beberapa urusan yang tertunda. Pria itu harus tetap berada di cottage, saat Ella bersama Kim dan Grace akan melakukan hiking. Ini adalah kesempatan Ella untuk mendekati Kim. “Semua sudah siap? Kalian sudah membawa bekal dan peralatan mendaki?” tanya Kim memastikan. “Baiklah kalau begitu, ayo kita berangkat!” serunya senang dan langsung berjalan keluar menuju jip. “Sayang, kau lupa sesuatu?” tanya Ben tiba-tiba, menghentikan langkah Kim. “Apa?” bingung Kim. Bukannya menjawab, Ben malah menghampiri Kim dan langsung mencium pipi serta bibir Kim. Ella yang berdiri di sebelah Kim, mati-matian menahan mual
Ella perlahan membuka matanya, tapi semuanya nampak gelap. Ia harus berusaha berulang kali memicingkan kedua kelopak matanya untuk bisa melihat sekitarnya sedikit lebih jelas. Namun, sejauh ia memandang, lagi-lagi hanya hitam pekat. Hingga akhirnya ia merasa seseorang mendekapnya, sangat erat, hingga hampir membuatnya sesak napas. Ella berusaha berteriak ingin meminta pertolongan, tapi ada sebuah tangan yang membungkam mulutnya. Ella masih terus meronta berusaha melepaskan diri, tapi tangan-tangan ini terlalu kuat dan Ella tidak memiliki cukup tenaga. Ini semua karena acara mendaki sialan yang menguras tenaganya, bahkan membuatnya tersesat dan mungkin akan berakhir mati dimangsa oleh suku pedalaman yang kanibal. Namun, sedetik kemudian pikiran Ella itu terhapuskan, karena sebuah ujung pistol mengarah tepat pada kepalanya. Jadi, bukan suku pedalaman, tapi Ella akan mati di tangan perampok bertopeng dan bersenjata? Di saat rasa takut Ella perlahan berangsur menghilang
Ben menggeliat untuk merenggangkan sendi-sendinya. Sepelan mungkin ia bergerak, agar tidak membangunkan tidur lelap Ella. Hati-hati, Ben memindahkan tangan Ella yang memeluknya, lalu ia bergeser keluar dari selimut untuk melihat kondisi di luar. Pagi sudah tiba, tapi masih gerimis, mungkin ini akan menjadi kendala tim penyelamat turun ke lembah untuk menyelamatkan Ella. Semalam saja, Ben terleset permukaan licin yang membuatnya tergelincir dan berakhir di lembah ini. Dan entah ia harus bersyukur atau tidak dengan peristiwa itu, karena telah membuatnya menemukan Ella yang tergeletak tidak berdaya. Ben menghela napas, lalu kembali menghampiri Ella. Ia menyingkap selimut yang menutupi kaki Ella dan memeriksa pergelangan kakinya yang terkilir. Sepertinya bebat yang dibuatnya sedikit membantu agar tidak semakin membengkak. Ben meraih tasnya, lalu mencari handy talky. Sekali lagi ia berusaha menghubungi tim penyelamat, tapi sepertinya posisinya saat ini tidak menguntungan
Sudah lebih dari 15 jam sejak Ella dinyatakan hilang dan lebih dari 10 jam sejak Ben tiba-tiba saja tidak ada kabar, belum ada kabar dari keduanya. Kim terlihat terlihat cukup tenang, meski sesekali ia akan berteriak pada tim penyelamat melalui handy talky untuk lebih teliti dan cepat mencari calon suaminya. Sedangkan Grace tidak bisa menyembunyikan kepanikannya, sejak di menit pertama. Oleh karena itu, ia terus merengek dan memaksa siapa pun untuk mencari Ella. Seorang dari regu penyelamat baru saja kembali setelah menyusuri lereng. Ia kembali ke pos awal pendakian dan mengabarkan bahwa mereka belum menemukan Ella maupun Ben, dan pencarian harus dihentikan sementara waktu akibat cuaca. “Kalian gila! Ada orang hilang dan kalian berhenti mencari?” teriak Grace. “Hanya sementara, Nona. Cuaca sedang tidak mendukung, membuat medan menjadi licin. Kami tidak bisa mengambil resiko terjadi sesuatu pada anggota tim.” “Lalu bagaimana dengan sahabatku?!
“Semuanya kacau, Prince!” geram James. “Pihak kepolisian dan pelabuhan tidak mau lagi bekerja sama dengan kita! Mereka menginginkan bayaran yang lebih besar jika masih ingin bisnis kita yang satu itu tetap berjalan.”“Kita sudah tidak punya uang, James.”“Kau tidak perlu mengulangi kalimatmu itu ratusan kali! Aku sudah tahu! Dan semua itu berkat kecerobohanmu dan Nicholas Wells,” kesal James. “Pria itu muncul seperti jimat keberuntungan Wade yang membuat semua bisnisnya dalam semalam menjadi besar. Dia juga seperti kecoa yang sulit sekali dibunuh!”“Sulit dibunuh? Apa maksudmu?” tanya Prince.James menghela napas, lalu membuka laci meja kerjanya dan melemparkan sebuah map ke hadapan Prince. “Aku tidak mengerti, mengapa bakat dan kepandaian bisnis ayah dan kakekmu tidak menurun padamu. Armand dan Daniel Loshen adalah pebisnis handal di masanya, tapi kau? Bahkan dalam satu tahun k