Share

bab 7

"Pada akhirnya kamu hanya menceritakan cerita membosankan dan memberikanku nama yang sama dengan sebuah pedang."

Dewa itu tampak kecewa. Dia memandang Tanya lalu memutuskan berbaring untuk istirahat.

"Itu nama yang bagus!" tegas Tanya tidak suka dengan ekspresinya. "Kau tidak akan mengerti cerita mengagumkan mereka. Karena ikatan cinta yang begitu kuat mereka berhasil menyelamatkan dunia. Tapi sayang mereka dipisahkan di hari yang bahagia. Tidak'kah menurutmu itu ironis?"

"Mereka tidak pernah tidur bersama, itu memang sangat ironis dan mengiris hati."

"Heh!" Tanya melotot ke arah lelaki yang sedang berbaring. "Apa isi kepala laki-laki hanya meniduri perempuan?"

"Kalau laki-laki tidak tahu itu. Kamu tidak akan pernah terlahir di dunia ini."

"Itu–" Tanya terdiam karena mencerna, setelah menemukan bantahan ia melanjutkan, "Tetap saja kau salah. Membicarakan sesuatu yang mesum dengan perempuan berusia 16 tahun. Itu termasuk pelecehan!"

"Tidak ada salahnya dewasa lebih dulu dibanding usiamu."

Tanya menghela napas, "Harusnya aku menamaimu dewa mesum saja. Tidak ada orang setercela dirimu."

"Baguslah kalau kamu tahu aku orang seperti itu. Jadi bagaimana?"

Alis Tanya terangkat sebelah. "Apanya yang bagaimana?"

"Mau membuat anak denganku?"

"Tidak akan pernah. Dasar gila!" Tanya bertekad akan membunuh laki-laki di depannya suatu hari nanti. "Lain kali aku tidak akan terjebak lagi ketika kamu bertanya seperti itu. Aku akan tidur, nyawamu akan hilang jika berani macam-macam padaku!"

Tanya menjatuhkan tubuhnya kesal. Dia memejamkan mata sebentar namun kemudian sesuatu terlintas di pikirannya. Kembali membuka mata dia bertanya, "Hei, apa kau sudah tidur?"

"Belum, apa kamu berubah pikiran? Ingin membuat anak denganku?"

"Dasar mesum! Aku hanya ingin memastikan apakah tidur di sini aman? Sekarang kita berada di ruang terbuka hutan malapetaka yang di dalamnya berkeliaran monster dan binatang buas."

"Aku bisa merasakan semua makhluk di hutan. Kita aman sampai batas tertentu."

Siang tadi, Dewa itu merasakan keberadaan monster yang berusaha mendekati tempat ini. Melepas aura miliknya bukan semata-mata untuk menakuti Tanya. Tapi mendeklarasikan pada makhluk hutan dalam radius tertentu untuk tidak mendekat. Pada umumnya monster dan bintang dengan kemampuan berpikir abnormal akan berangsur-angsur menjauh.

"Kalau benar begitu aku akan tidur. Sekali lagi aku peringatkan, aku akan membunuhmu sampai berani macam-macam!"

Tanya mulai memejamkan mata dan mengabaikan bahasa serangga dan yang lainnya. Dia perlahan mulai terlelap dan meninggal dewa yang kini bernama Ares dalam keadaan terjaga.

"Anak ini benar-benar suka mengoceh. Aku bahkan ragu ada keberadaan yang bisa membunuhku." Dia terhanyut dalam keheningan malam. "Yah, mungkin ada satu, sih. Tapi kali ini aku akan membunuhnya," gumamnya.

***

Pagi yang seperti biasa menyapa dunia. Suara burung yang bersahutan dan semilir sejuk menelisik kawasan hutan. Dedaunan mati berterbangan dan salah satu dari mereka jatuh ke wajah seorang gadis yang tertidur di bawah pohon. Dia menyeka daun tersebut sambil mengumpulkan kesadaran.

"Kemana dia?"

Tanya berdiri dengan perasaan malas. Dia melangkah ke arah gua meninggalkan api unggun yang entah sejak kapan sudah padam. Belum sempat banyak membuat langkah bunyi dentuman terdengar memekakkan telinga dari arah hutan. Suara pepohonan tumbang juga terdengar setelahnya. Tanya mempercepat langkah masuk ke dalam gua.

Di sisi lain, Ares baru saja menjatuhkan monster besar dengan tendangan kuat. Monster itu memiliki dua kaki dan taring panjang melebihi rahang. Tangannya nampak kokoh diselimuti sisik dan cakar panjang yang bisa memotong apa saja. Matanya tertutup seakan buta dan bertindak dengan insting naluriah.

"Monster ini benar-benar bertindak impulsif," gumam Ares.

Ares menghela napas ketika merasakan keberadaan Tanya sedikit berpindah. Akan sangat merepotkan kalau gadis itu menghilang dari radar pengawasannya dan tersesat di hutan. Ares buru-buru kembali ke tempat itu dan menghampiri gua. Di sana dia langsung dihadiahi ekspresi marah oleh Tanya.

"K-Kau tidak boleh pergi tanpa izinku! Bagaimana jika seekor monster menghampiriku ketika aku sedang tidur?!"

"Monster itu akan menggigit dan memakanmu sampai habis tak bersisa."

"Kau!" Kata-kata Ares yang seolah tidak peduli dengannya membuat Tanya kesal. "Sekarang aku ada seorang murid. Sudah sepatutnya seorang guru menjaga muridnya!"

Ares menghelas napas, "Bailaklah. Lain kali aku akan menjagamu, Tanya."

"A-apa tadi kau bilang?"

"Tanya ... itu namamu kan? apa aku salah ucap? Oh, apa yang benar Kanya? Aku sangat yakin kau menyebut Tanya waktu itu."

"Panggil aku Nona Tanya."

"Nona? Rasanya aku seperti pelayan dan posisiku sebagai dewa menjadi rendah."

"Karisma kamu sebagai dewa bertambah jika menghormati seorang wanita."

"Tidak buruk. Aku akan memanggilmu Nona mulai sekarang. Kamu juga harus memanggilku Ares."

"Baiklah, Ares, jadi bagaimana soal latihanku?" Menyebutnya nama seseorang cukup aneh bagi Tanya. Dia akan membiasakan hal ini mulai sekarang.

"Kita akan memulainya jika energi kehidupanmu pulih sepenuhnya. Tunggu sebentar di bawah pohon itu. Aku akan mencari buah-buahan untuk kita makan terlebih dahulu."

"Tidak akan ada monster yang datang, kan?"

"Berdoalah."

Setelah Ares pergi gadis itu menyenderkan tubuhnya di samping pohon. Dia berharap ada beberapa orang dari keluarganya yang selamat sepertinya. Terutama ayah dan ibu yang sangat ia sayangi. Semoga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status