“Kenapa kamu terlihat tidak senang di hari bahagia kita ini, Barnett?” tanya wanita berpakaian pengantin modern sembari memeluk pria dari belakang.
Pria mengenakan setelan jas hitam melepas, mengibaskan tangan kasar dan mendorongnya dengan mata yang menaruh kebencian pada wanita itu.
“Alexa, ingat ini! Pernikahan kita hanya sebatas perjodohan tidak lebih!”
“Kenapa memangnya kalau sebatas perjodohan?”
“Biasanya tidak bertahan lama.”
“Tidak bertahan lama tergantung pribadi terhadap pasangan. Ada juga menikah dengan pilihan sendiri, tapi berpisah juga.”
“Jangan sok tahu!” bantah Barnett menatap tajam.
Alexa menggambarkan pernikahan yang tidak langgeng. Namun, diacuhkan olehnya dengan melepas jas hitam lalu tiduran di sofa. Alexa memandangi suaminya yang tidur di sofa dengan alis bertautan.
“Kamu tidak mau melakukan hubungan suami istri?”
Barnett membuka mata dengan kedua alis yang menyeringai seraya mengamatinya dari atas hingga bawah lalu tersenyum miring dan duduk.
“Ngaca dulu sana!”
“Kenapa? Ada yang salah?”
“Tidak ada hasrat sama kamu.”
“Kenapa? Kamu jijik sama aku?”
“Iya, ngaca sana dan jangan mengajakku bercinta!” hardik Barnett melotot lalu keluar dari kamar hotel sambil membanting pintu.
Alexa tertegun mendengar kalimat yang dilontarkan oleh suaminya. Bagaimana tidak, semua wanita pasti sakit mendengar kalimat seperti itu di saat yang seharusnya menjadi malam yang bahagia. Ia mengira Barnett menerima perjodohan karena mencintainya, tetapi hanya harapannya saja yang terlalu besar.
Butiran bening mengalir di pipi pertama kali karena seorang pria. Ia terduduk di tepi ranjang dengan tatapan lurus ke cermin untuk memperhatikan dirinya sendiri.
‘Kenapa kamu tega, sangat membenciku dan tidak sudi menyentuhku? Apa yang salah dariku?’ tanyanya dalam batin dengan derasan air mata yang menetes di pipi.
Isak tangisnya tak kunjung henti sambil melepas semua pakaian dan mengganti pakaian. Riasan wajah yang mempercantik dirinya pun dihapus tanpa bercermin karena tak ada gunanya.
“Sudah ganti pakaian,” kata Barnett yang dari luar berjalan sempoyongan menuju sofa.
Kesedihan wanita itu tidak hanya pada kalimat yang menyesakkan, ia melihat Barnett meminum minuman keras sambil menengadahkan kepala di sofa dengan tangan menari dan tertawa. Ia mengambil botol minuman itu dari tangannya dan membuat Barnett terbangun yang menampakkan mata merahnya.
“Kembalikan botol itu sekarang!”
“Tidak!”
“Jangan membuatku marah!” Barnett meringis sambil memegang kepala.
“Minuman ini dilarang untuk dimininum.” Alexa menyembunyikan botol minuman di balik punggungnya.
Barnett berdiri lalu merampas botol minuman dan meminumnya. Alexa berusaha mengambil botol itu, tetapi didorong keras olehnya hingga kepala terbentur di lantai.
“Dasar kuno!”
Barnett kembali meminum minuman keras sambil tiduran di sofa, memejamkan mata dan sesekali tertawa. Entah apa yang ada dalam pikirannya sampai tampak bertingkah sedang berimajinasi tentang hal kedewasaan atau cara dia memperlakukan seseorang.
Kepalanya terasa sakit dan pandangan menjadi ganda. Beberapa kali menutup dan membuka matanya untuk menormalkan penglihatan. Dua menit lamanya posisi badan telungkup dan wajah masih mengarah ke lantai, terdapat garisan pendek berwarna merah di depannya.
Alexa memegang dahi sebelah kanan dan terasa perih. Jari telunjuk pun terdapat darah. Badan dibangunkan perlahan lalu menoleh ke arah Barnett yang menikmati minumannya.
Perlahan tubuh diberdirikan dengan rasa sakit luar biasa di kepalanya. Ia melangkah ke arahnya yang terus menerus meminumnya hingga tersisa sedikit. Botol minuman direbut dan dibuang ke lantai hingga pecah.
“Apa-apaan kamu!”
“Kamu tidak punya telinga kalau minuman itu dilarang untuk diminum?!”
“Aku mendengarnya, tapi kamu tidak berhak membuang minuman!”
“Aku berhak untuk melakukan itu karena kamu adalah suamiku.”
“Ganti minuman itu!”
“Tidak mau.”
“Dasar, wanita kampung!” geram Barnett lalu merebahkan badan di sofa dan tidak ingin ribut dengannya lagi.
Alexa menelan semua perkataan kasar dan sikap acuh tak acuhnya. Ia bisa membalas semuanya dan ingin sekali memukul seluruh badannya dengan kemampuan bela diri yang dimiliki. Namun, semua itu tidak dilakukan dan memilih diam atau adu mulut dengan air mata yang berderai.
Entah makhluk apa yang ada di dalam dirinya sampai menghina fisik, padahal ia mencintai Barnett saat pertama kali melihatnya di kantor. Baginya, dia adalah pria sempurna sehingga tidak ada harapan untuk bisa menikahinya.
Kehidupan Alexa dan Barnett sangatlah berbeda. Alexa tinggal di rumah sederhana yang dipenuhi peralatan zaman dahulu, sabuk karate mulai dari pemula hingga paling tinggi, piala dan piagam emas dari berbagai ajang kompetisi. Barnett tinggal di istana megah yang penuh dengan pendingin ruangan dan fasilitas yang memadai, piagam gelar sekolah dan foto keluarga yang manis.
Entah takdir apa yang terjadi dalam hidupnya yang menikahi CEO perusahaan teknologi terbesar di Indonesia. Sungguh tidak percaya dengan kehidupannya saat ini meskipun dia bersikap dingin.
Cinta Alexa bertepuk sebelah tangan, tetapi tidak membuatnya menyerah untuk meluluhkan hati suaminya selama tidak ada perempuan dalam hidupnya dan singgah di hatinya. Jika itu terjadi maka ia melepaskan Barnett.
Wanita yang memiliki nama Alexa Cassandra bukanlah wanita sembarangan. Ia adalah petarung hebat dan handal, tetapi memiliki hati yang lembut.
Alexa mengobati luka di dahi dan diberi plester karakter doraemon. Ia melirik waktu di handphone yang ternyata sudah memasuki tengah malam.
Ia menyelimuti tubuh suaminya dengan selimut dan memberikan bantal di kepala. Ia merebahkan tubuh di atas kasur dengan piyama panjang sambil melentangkan kedua tangan dan berusaha menutup matanya perlahan. Nada dering panjang berbunyi keras dan berkali-kali, ia mengambil handphone dan terdapat nama Frank Halton, sahabat semasa kecil lalu mengangkat panggilan masuk itu.
“Ada apa, kamu telpon malam-malam?”
“Aku hanya memastikan kamu baik-baik saja atau tidak.”
“Tenang saja, aku aman.”
“Bagaimana malam pertamanya? Sudah dilakukan atau belum? Kasurnya rusak, tidak?”
“Kepo, kamu menghubungiku hanya tanya itu aja?”
“Iya.”
“Kurang ajar. Kamu mengganggu malamku bersama suamiku. Sudah, aku tutup dulu dan jangan telpon lagi.”
Alexa menutup panggilan itu sebelum dia melanjutkan pembicaraan yang lain. Ia meletakkan handphone di kasur lalu menatap Barnett yang tidur. Paras tampan yang tersorot sinar lampu berwarna oranye terlihat jelas.
Pertama kali memandangi wajahnya dengan jelas dan durasi yang panjang. Tidak ada yang menghalangi wajah dengan ciri khas hidung panjang dan alis yang tebal.
Alexa bersyukur dan senang bisa menikahi CEO yang menjadi idola di kantornya meskipun tidak ada malam pertama dan tubuh terasa sakit sekali akibat perlakuan Barnett. Namun, satu sisi terdapat ketakutan terbesar di hati dan pikirannya atas ucapannya tentang pernikahan yang tidak bertahan lama.
“Apakah kamu punya wanita lain? Apakah kamu bisa mencintaiku dan memiliki keturunan dariku?” tanya Alexa yang penuh harap sembari menatap sendu wajahnya.
“Siapa yang menelponmu semalam?”“Kenapa kamu tanya itu? Bukankah kamu tidak sudi denganku?” Alexa membalikkan pertanyaan untuk Barnett dengan ketus.Barnett menutup koper kasar sampai bunyi lalu meletakkannya di lantai dan menghampirinya. Ia melirik sepatu fantovel mengkilap sudah berada di sampingnya lalu berbalik badan sambil menarik pegangan koper.“Aku tidak sudi denganmu kalau kamu menyentuhku!”“Terus kamu tanya buat apa? Pertanyaan itu artinya kamu peduli denganku?”“Tidak, jangan besar kepala! Aku berhak tahu siapa pun yang berhubungan denganmu.”Alexa menghela napas panjang saat teringat kejadian semalam yang menghina dan mengataiku sesuka hatinya.“Jika itu maumu maka aku juga harus tahu siapa pun yang berhubungan denganmu.”“Oke.” Barnett memenuhi permintaannya.“Dia adalah sahabatku sejak kecil, namanya Frank Halton,” jawab Alexa sambil menarik koper lalu keluar dari kamar.Alexa bersiap-siap untuk keluar lebih dulu dari Barnett, tiba-tiba masuk kembali seraya menarik kop
“Tidak, tapi cara menjawabmu seperti ragu dan bisa dikatakan ke dalam artinya tidak ada niat untuk menjaga, mengasihi dan menyayanginya.”“Terserah Mama kalau seperti itu. Mama tidak tahu apa yang kurasakan dan menilai seenaknya,” jawab Barnett malas.“Oke, Mama minta maaf kalau salah. Mama dan Papa pulang dulu, kalian berangkat kerja dan kopernya biar dibawa Mama dan Papa.”“Terima kasih, hati-hati, Ma.”Orang tua Barnett meninggalkan hotel sambil membawa koper. Alexa dan Barnett mematung dan hening dalam kamar yang memilukan. Ia tidak setuju dengan jawaban yang disampaikan oleh suaminya yang hanya penyampaian palsu belaka.“Kamu seharusnya tidak mengatakan itu. Katakan sejujurnya pada Mama, jangan membohongi diri sendiri dan banyak orang dengan penyampaian yang tidak sesuai dengan kenyataan,” ucap Alexa yang memecahkan keheningan dalam kamar.“Aku tidak ingin statusku dicabut oleh Papa sehingga terpaksa berbohong dan terjebak dalam kepalsuan.”“Jika kamu berbohong dampaknya sangat b
“Iya. Dia itu Sekretaris pribadiku. Jadi, kalau aku sibuk dan lembur, otomatis itu dia juga ikut lembur,” balas Barnett meninggi.“Sekretaris pribadi bertugas di kantor dan hanya untuk perintahmu, kan? bukan untuk menemanimu? Sedangkan, Sekretaris pribadi memiliki ruangan sendiri, bukan di sini. Jadi, Deana bisa keluar dari ruangan ini, kan? kamu bisa keluar dari ruangan ini, Bu Deana Florence?” cerocos Alexa yang memperjuangkan haknya sebagai istri.Deana melirik Barnett yang terdiam sambil bersandar di kepala kursi lalu beberes semua berkas penting dari hasil rapat bulanan dengan ekspresi yang kesal terhadapnya. Alexa tidak tahu yang akan dikerjakan olehnya hingga suaminya meminta untuk pulang terlebih dahulu. Namun, ia menggunakan kekuasaan sebagai istri CEO untuk mengusir Sekretaris pribadinya.“Saya pulang dulu, Bu, Pak,” pamit Deana kesal.“Silakan. Kamu seharusnya pulang lebih dulu,” balas Alexa yang sengaja membuat hatinya semakin panas.Alexa sangat kesal dengan Deana. Entah
“Alexa tadi di kantor kepleset, Ma ketika berlari menuju ruang rapat dan jatuhnya nyungsep sehingga dahi terbentur di sudut meja yang ada bunga hiasnya. Makan malam, yuk.”Alexa mengalihkan pembicaraan dan memalingkan wajah dari mertuanya untuk menyembunyikan luka di bibirnya lalu makan masakan ibu dan mertuanya bersama Helena.Suasana rumah baru menegang dan memanas ketika Barnett tidak menghadiri kepentingan keluarga. Papa mertua menyalahkan Barnett dan tidak terima dengan ketidakhadiran Barnett di rumah baru.Mereka menuruti ucapan Alexa untuk menyelesaikan makan malam. Beberapa menit berlalu, semua menyelesaikan makan malam dan masih duduk dengan kedua pundak terangkat.“Dari pada diam-diaman seperti ini, lihat dan berkeliling seisi rumah ini, yuk, Pa, Ma, Ibu, Ayah.” Helena mengajak mereka untuk berkeliling seisi rumah dengan suara menggelegar yang membuyarkan ketegangan di antara mereka.“Astaga, iya. Mama dan Ibu hampir lupa gegara kakakmu,” sahut Mama mertua sambil berdiri dan
“Tidak ada yang kusampaikan ke Papa. Papa yang peka dengan ketidakhadiranmu sampai menghubungimu dan aku tidak pernah ngomong apa pun tentang apa yang terjadi pada kita!” Alexa menjawab dengan intonasi penekanan dan berusaha menekan suaranya selirih mungkin.Barnett berbalik badan lalu meletakkan jas dan dasi di samping tempat tidur. Dia membuka kemeja dan dilemparkan ke atas jas dengan aroma parfum wanita yang menyengat lalu bola mata merayap ke pria yang memiliki badan atletis dengan tatapan curiga padanya.Alexa hanya mengenali suaminya sebagai pria yang dingin, tidak peduli dengannya dan takut kehilangan kedudukannya. Pertanyaan yang aneh mulai bertebaran di pikiran sehingga bola mata bergerak ke area leher, pundak dan punggung untuk mencari tahu tanda-tanda dia habis berhubungan dengan seorang wanita atau tidak.Namun, beberapa menit setelah mencari tanda kemerahan di area tubuhnya tidak ada. Mata menyipit yang mulai menaruh ketidakpercayaan terhadapnya. Barnett menoleh ke arahny
Helena mendekati Alexa sambil mengendus-endus di pakaiannya dengan mata terpejam lalu mengerutkan alis. Tidak lama, ia beralih ke pakaian Barnett dengan garisan panjang yang melebar lalu membuka mata.“Aroma parfum wanita di kemeja dan jas hitamnya Kak Barnett? Bagaimana bisa dia menyemprotkan parfum sembarangan? Bukankah dia tidak suka dengan menyemprotkan parfum yang bukan kesukaannya?”Helena merasa aneh dengan aroma parfum yang ada di pakaiannya. Dia sudah hapal dengan sikap Barnett yang lain. Namun, fakta baru untuk Alexa sekaligus aneh. Kesempatannya untuk mengetahui hal apa pun yang disukai olehnya.“Dia tidak suka menyemprotkan parfum sembarangan ke tubuh maupun pakaiannya?” tanyanya yang menyelidiki.“Iya, Mbak. Dia anti banget soal begituan dan sedikit gengsi dengan perempuan. Dia pernah banget salah pakai parfum dan waktu itu pakai parfumku. Tapi, aromanya tidak seperti ini.”“Oh, dia suka parfum yang seperti apa?”“Dia suka parfum yang mereknya Aigner yang warnanya biru. D
“Perkenalkan dirimu kepada teman-temanku!”Fisik pria yang ramah dengan Alexa tidak kalah dengan fisik Barnett. Pria di sampingnya tersenyum lebar saat Alexa meminta untuk memperkenalkan diri.“Ehem, baik. Nama saya adalah Frank Halton.”“Frank Halton? Pemilik perusahaan start up pengobatan mata, kan kalau tidak salah Eyedow?” celetuk salah satu teman kantornya.Frank Halton tersenyum lebar lalu menundukkan kepalanya. Alexa terkejut mendengar keberhasilan sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu dan hanya komunikasi melalui pesan dan panggilan telepon.“Jangan begitu. Saya hanya pria biasa dan tidak ada yang beda.”“Orang ganteng mah bebas mau ngomong apa.”“Iya. Bapak ada janji sama Pak Barnett?”“Betul. Saya ada janji dengannya.”“Tunggu sebentar, dia mungkin dalam perjalanan. Aku berangkat dulu tadi,” ucapnya perlahan lalu menepuk pundaknya sekilas.“Baiklah. Semangat kerjanya dan tetap tersenyum.” Frank menarik garisan panjang bibirnya menggunakan dua jari kepada Alexa.Alexa ters
“Kamu ngapain memecat karyawanku? Apa hakmu untuk memecatnya?”“Aku ada hak untuk memecatnya karena aku sudah menjadi istrimu. Jika ada yang buruk di sini maka aku berhak mengeluarkan dia agar tidak menjadi penyakit menular!” Alexa menjawab nada tinggi sambil memerhatikannya yang menggeleng bersama jari telunjuk.“Kamu hanya istriku bukan Nyonya CEO di kantor ini karena di luar kamu bukan siapa-siapaku. Tapi, kalau di rumah, kamu adalah istriku.”Alexa tersenyum getir saat mendengar ucapannya seperti itu. Dia hanya takut kehilangan harta dan status di perusahaannya sehingga berpura-pura hanya di rumah dan di hadapan orang tua.“Oke, kalau kamu begitu. Jadi, aku bebas di luar dan jangan pernah memprotesku untuk dekat dengan siapa pun. Sesuai dengan kesepakatan di awal dan semuanya terbuka satu sama lain. Jika tidak ada yang terbuka satu sama lain, maka lihat saja dampaknya.”Lagi dan lagi, Alexa memperingatkan perjanjian di awal yang selalu terbuka atas hal apa pun. Ia berdiri lalu mel