Share

Bab 4. Pelakor yang menyebalkan

Selepas keberangkatan Andika, Luna duduk di meja makan sambil menyerumput segelas susu hangat yang sudah tersedia di meja makan. Dalam hati, perempuan yang tengah hamil itu tertawa senang karena sudah berhasil menjadi istri Andika seorang laki-laki muda pengusaha kaya raya. Mempunyai perusahaan yang besar dan terkenal di negaranya serta memiliki rumah mewah yang kini ia tinggali.

Cita-citanya menikahi pria kaya dan menjadi nyonya sudah tercapai, ia hanya perlu ongkang-ongkang kaki menunggu kepulangan suaminya tanpa perlu bekerja. Semua pekerjaan rumah sudah di kerjakaan oleh pembantu rumah tangga.

"Bi! Bibi,.." Teriak Luna memanggil pembantu rumah tangga. Terlihat Bi Imah berjalan tergopoh-gopoh menghampiri.

"Iya, ada yang bisa Bibi bantu?" Tanya Bi Imah yang enggan melihat Istri kedua dari majikannya itu. Pasalnya, Luna terlihat angkuh dan pongah seakaan-akan dia adalah nyonya besar.

"Heh, pembantu! Kamu sudah tahu siapa saya, kan?" Tanya Luna. "Saya istri kedua Pak Dika, itu berarti saya juga nyonya di rumah ini. Pokoknya saya mau, kamu harus menuruti semua kemauan saya tanpa terkecuali." Peringat Luna pada Bi Imah dengan nada sombong.

"Tapi, Nyonya rumah ini cuma Non Kaila.." sergah Bi Imah tak suka jika Luna ingin di akui sebagai Nyonya rumah juga.

"Kamu itu cuma pembantu jangan banyak omong. Kamu mau saya pecat?" Ancam Luna.

"Tidak, Non! Lagian yang bisa mecat saya cuma Non Kaila," Sahut Bi Imah.

"Kamu itu ya! dasar pembantu nggak tahu diri! Berani sekali kamu kurang ajar sama saya! Mau saya aduin ke Pak Dika?" Tantang Luna tak terima. "Apa kamu bilang tadi? Non? Panggil saya Nyonya. Saya nggak mau di samain sama Kaila si perempuan mandul itu. Nyonya! ingat panggil saya Nyonya! " Ucap Luna lagi. "Kamu itu cuma PEMBANTU! Jadi harus nurut apa kata majikan."

"Tapi,.."

"Berani kamu membantah omongan saya?" Luna memelototi Bi Imah. "Kamu itu cuma pembantu rendahan! turuti perintah saya atau kamu akan menyesal karena sudah menbantah saya!" hardik Luna tak berperasaan.

"Baik, Nyonya." Jawab Bi Imah, ingin sekali rasanya dia mencakar wajah si pelakor yang sudah merusak rumah tangga majikannya itu. Namun, Bi Imah juga sadar bahwa dirinya hanya seorang pembantu seperti yang di katakan oleh Nyonya barunya itu. Jika masih ingin bekerja seorang pembantu harus mengikuti perintah dan kemauan majikannya.

"Bagus! Sekarang kamu siapin sarapan gih, saya mau makan Sandwich, nasi goreng, roti bakar telur dan salad. Masaknya cepat! Nggak pakek lama. Sana!" Usir Luna setelah mengutarakan kemauannya.

"Baik!" Jawab Bi Imah berlalu.

"Enak juga jadi orang kaya, tinggal suruh sat-set sat-set semuanya beres!" Gumam Luna dalam hati sambil tersenyum penuh kemenangan. Ia benar-benar menikmati perannya sebagai Nyonya kaya. Tanpa tahu siapa pemilik sah rumah dan Perusahaan tempat suaminya bekerja.

Sementara Kaila tengah bersiap di dalam kamarnya, hari ini ia berniat datang ke salah satu bank untuk menyimpan surat-surat dan aset-aset berharga miliknya dan juga peninggalan mendiang orang tuanya sekaligus memblokir semua kartu Kredit dan Debit milik Andika. Kaila juga sedang mengumpulkan bukti-bukti perselingkuhan dan pernikahan siri Andika dengan Luna agar memudahkan proses percerainya nanti. Ya! Kaila sudah mantap untuk bercerai dari laki-laki yang pernah menemani hidupnya selama dua tahun terakhir tersebut. Tiada kata maaf untuk sebuah perselingkuhan, tidak ada kata khilaf, karena perbuatan itu di lakukan atas kesadaran penuh mau sama mau.

"Kamu harus membayar mahal atas penghianatan ini, Mas! Aku tak akan membiarkan kalian berlama-lama bahagia, jika perempuan itu menginginkan kamu terima kamu saat jadi gembel, Mas. " Gumam Kaila.

"Persetan dengan rasa cinta yang masih bersemayam di hati ini! Aku akan balas kamu berkali lipat." Imbuhnya lagi.

Kaila menyeka pipinya yang basah sedari tadi, dia harus kuat dan menunjukkan kalau dirinya bukanlah wanita lemah. Setelah di rasa semuanya sudah siap dan lengkap, Kaila segera keluar dari kamarnya dan langsung menuju garasi mobilnya. Terlihat Luna sedang bersantai ria menikmati sarapan paginya di teras rumah. Kaila yang melihat itu cuek saja.

"Mau kemana kamu?" Tanya Luna.

Kaila diam saja tak menyahut.

"Heh, kalau di tanya tu di jawab! kamu tuli?" Hardik Luna tak suka melihat Kaila yang tak menggubrisnya kemudian dia bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Kaila.

"Mau kemana?" Tanya Luna lagi sambil menarik kasar tangan Kaila.

"Apa-apan sih! Nggak usah tarik-tarik, ya?" Ketus Kaila sembari menepis tangan Luna.

"Makanya kalau di tanya tu di jawab! punya mulut kan?"

"Terserah aku dong! mau ngejawab atau nggak!"

"Makin lama makin songong ya kamu! di tanya baik-baik malah begitu jawabnya, nggak ada sopan santunnya sama sekali jadi perempuan." Sinis Luna.

"Punya kaca nggak? ngaca gih? yang nggak punya sopan santun itu siapa? yang songong itu siapa? kamu atau saya, hah?" balas Kaila tak kalah sinis. ia kembali hendak berjalan namun Luna kembali mencekal tangannya.

"Lepas nggak?" perintah Kaila.

"Enggak mau! jawab dulu pertanyaanku."

kaila menghentak tangan Luna agar melepaskan tangannya.

"Aduh,.. kasar banget sih jadi perempuan. Pantesan aja suami kamu selingkuh, wong kamu aja kasar begini."

"Bodo amat! Nggak perduli!" Ketus Kaila. "Minggir!" Imbuhnya lagi.

"Nggak mau! Jawab dulu pertanyaanku, kamu mau kemana? Kenapa rapi begitu?" Desak Luna mencekal tangan Kaila lagi.

Astaga! Ingin sekali rasanya Kaila mendorong dan mencabik-cabik perempuan tak tahu malu ini. Jika saja, Luna tidak hamil maka sudah di pastikan Kaila akan mendorongnya.

"Penting banget pertanyaan kamu?" Kaila bertanya balik. "Terserah akulah Dasar kepo!" Cibir Kaila.

"Ya jelas penting lay! Kita berdua ini sama-sama istrinya Mas Dika. Jadi sudah sewajarnya, aku tahu kamu mau kemana. Bisa aja kan, kamu keluar terus foya-foya dan menghamburkan-hamburkan uangnya Mas dika. Enak saja!" Cerocos Luna.

Mendengar perkataan Adik madunya itu, Kaila hanya tersenyum sinis. Menurutnya, dapat di pastikan Andika belum menceritakan fakta yang sebenarnya siapa dirinya.

"Terserah aku! mau ku habiskan semua hartanya juga nggak apa-apa! Toh, uangnya Mas Dika adalah uangku. Apa hak kamu ngatur-ngatur aku? Kamu itu cuma orang asing yang menumpang di rumah ini!" Tegas Kaila. "Kamu bukan siapa-siapa! Minggir aku mau lewat!" Kaila berlalu cepat dan langsung membuka pintu mobilnya.

"Dasar si mandul belagu!"

BRAK!

Kaila membanting pintu mobil dengan kuat. Di tatapnya perempuan dengan perut sedikit membuncit itu. Sungguh! Kali ini perkataannya benar-benar membuat Kaila naik pitam.

"Siapa yang kamu sebut mandul?" Tanya Kaila pada istri kedua suaminya tersebut dan berjalan mendekat.

"Ya kamulah, masa pembantu!" Jawabnya santai.

GREP!

Kaila mencengram kuat-kuat rahang Luna. Perempuan itu meringis kesakitan sembari berusaha melepaskan diri dari cengkraman Kaila. Namun sayang, dirinya kalah kuat.

"Jaga mulut kamu ya perempuan murahan! Aku nggak mandul! Kamu mau tahu kenapa aku belum hamil sampai saat ini?" Tanya Kaila dengan sorot mata yang mengintimidasi. "Itu karena aku mengkomsumsi pil kontrasepsi, Alasannya kenapa? Karena Mas Dika belum siap punya anak. Kamu itu hamil karena kecelakaan, bukan karena memang Mas Dika menginginkan anak dari kamu. Paham kamu sekarang?" Kaila menghempas dagu Adik madunya itu hingga melangkah mundur dengan mata memerah.

Tangan Luna mengepal keras, urat-uratnya menonjol keluar. Dia tak terima di perlakukan kasar begitu, namun bagaimana lagi? Melawan rasa tidak mungkin.

"Awas kamu, Kai! Aku bakal aduin ke Mas Dika, " Ucap Luna penuh amarah dan berjalan terburu-buru masuk kedalam.

"Silahkan! Aku nggak takut," tantang Kaila. Rasanya satu atap dengan dengan si pelakor membuat mentalnya tidak sehat. Kaila kembali masuk kedalam mobil dan langsung menjalankan mobil menuju Bank yang akan dia datangi.

*

Setelah berkendara kurang lebih 25 menit lamanya, akhirnya Kaila tiba di Bank tujuannya. Ia langsung mengambil nomor antrian dan duduk mengantri menunggu giliran. Beberapa menit kemudian tibalah nomor antriannya, dengan sigap Kaila berjalan menghampiri petugas bank lalu kemudian menyampaikan tujuannya untuk menyimpan surat-surat berharga miliknya.

"Begini Mbak, saya ingin menyimpan beberapa surat-surat berharga milik saya. Karena saya merasa tidak aman dari berbagai hal yang tidak terduga. Tolong di bantu prosesnya bagaimana?" Jelas Kaila.

Petugas Bank menjelaskan bahwa mereka akan membantu Kaila untuk menyimpan surat berharga, barang berharga dan sertifikat yang tak ternilai harganya melalui fasilitas safe deposit box (SDB). Layanan yang mereka tawarkan merupakan jasa penyewaan kotak atau brankas penyimpanan harta dan suarat-surat berharga yang memberikan rasa aman bagi para pemiliknya. Lama penyimpanan di SDB berjangka waktu sesuai permintaan nasabah dengan keamanan dan perlindungan yang maksimal. SDB di rancang secara khusus dari bahan baja dan di letakkan di dalam ruangan yang aman serta tahan api untuk menjaga keamanan barang tersebut.

Petugas Bank meminta Kaila untuk mengisi formulir dan mengisi data pribadi miliknya sesuai dengan identitas yang dia punya. Menandatangi surat penyewaan, membayar administrasi dan uang sewa serta uang jaminanan sesuai kebijakan yang berlaku. Setelah perjanjian sewa di sepakati petugas Bank kemudian menyerahkan kartu akses dan untuk memasuki ruang penyimpanan.

"Baik, ada lagi yang bisa saya bantu, Bu?" Tanya petugas Bank itu setelah menyerahkan kunci akses.

"Ada satu lagi, Mbak! Tolong bantu saya untuk memblokir semua kartu kredit dan debit milik suami saya Pak Andika Maulana, tolong blokir semua akun banknya tanpa ada yang tersisa." Pinta Kaila.

Kaila kembali menjelaskan permasalahannya, dan memberitahu dari mana sumber dana yang di peroleh oleh suaminya serta memberikan mutasi rekening koran sebagai bukti aliran dana yang mengalir dan mengendap di akun Bank Andika.

"Baik, Bu. Ada lagi?" Tanya petugas Bank lagi.

"Sudah itu saja," jawab Kaila.

"Mohon di tunggu sebentar ya, Bu. Saya akan bantu proses."

"Baik Mbak, terima kasih!" Sahut Kaila.

Sambil menunggu proses permohonannya Kaila mengecek Gawainya, terdapat notifikasi pesan Watsaap dari Andika.

[ Sayang, kamu baik-baik aja kan sama Luna? Tolong kamu jangan marah-marah, kasian anak yang di kandung Luna kalau dia setress. ] begitu pesan yang di kirimkan Andika pada Kaila.

Kaila hanya membacanya dan tak berniat sama sekali untuk membalas. Terlihat senyum sinis terukir di bibirnya.

"Bahkan saat sedang bekerja kamu tetap saja menghawatirkan Gundik murahan itu. Tunggu saja, Mas! Pembalasan baru saja akan di mulai. Aku tidak akan membiarkan kamu menikmati uangku untuk menghidupi gundikmu itu lagi dan jabatan Direktur di perusahaan akan aku ambil alih." Batin Kaila sinis. "Kamu akan menjadi seorang Andika yang seperti dulu. Andika yang tak mempunyai apa-apa," Imbuhnya lagi.

Bersambung!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status