Share

Isi Mobil Suamiku

Tanpa menoleh sedikitpun, aku langsung bergegas masuk ke mobil dan melajukannya dengan kecepatan tinggi. Rasanya hatiku benar-benar hancur jika membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu.

Aku bahkan seakan-akan tidak mengenal dirinya. Walaupun perselingkuhannya belum terbukti dengan pasti. Tapi, aku yakin, kalo dia benar-benar bermain di belakangku, karena firasat seorang istri tidak pernah salah. Sebisa mungkin, aku harus membuktikan semuanya. Aku tidak ingin, jika harus hidup dalam sebuah kebohongan. 

Sontak, aku segera menghentikan laju kendaraan saat secara tidak sengaja menyenggol ponsel hingga terjatuh. Dalam keadaan sedikit gelap, kuambil ponsel yang berada tidak jauh dari kakiku berpijak.

Namun, tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah benda yang tergeletak dekat kursi penumpang. Segera kuambil benda tersebut dan menatapnya dengan lekat.

Seketika hatiku kembali memanas, bagaimana bisa sebuah lipstik berada dalam mobil suamiku. Masih mending jika itu baru, sementara yang ada dalam genggamanku saat adalah lipstik bekas pakai. Terbukti dari ujungnya yang sudah datar.

"Br*ngs*k!" teriakku dengan cukup keras sambil memukul kemudi yang ada di hadapanku saat ini. "Tidak, Rena! Berhenti, menangis. Stop! Menangisi laki-laki brengsek seperti Ardi."

Dengan amarah yang cukup menggebu-gebu, kubuka pintu mobil dengan kasar dan bergegas menuju kursi penumpang belakang. Karena firasatku kembali mengatakan, ada hal lain dalam mobil ini. 

Hanya dengan bermodalkan senter ponsel, aku mulai menjelajah diseisi mobil milik suamiku. Hingga lagi-lagi pandanganku tertuju pada sebuah plastik hitam yang tergeletak di pojok mobil. Tanpa basa-basi kuraih benda tersebut dan membukanya dengan kasar.

"Astagfirullah!" pekikku, saat secara tidak sengaja menemukan sesuatu yang membuat hatiku langsung hancur seketika. Sebuah alat kontrasepsi bekas pakai. Sungguh, sangat menjijikan. 

Penghianatan macam apa yang telah Mas Ardi lakukan padaku. Sulit rasanya untuk menerima semuanya. Laki-laki yang selalu aku puja karena kebaikan dan perhatiannya seketika berubah menjadi manusia yang paling berkhianat.

Dengan tubuh terkulai lemas, kuletakan kembali benda itu pada tempatnya. Aku tidak habis pikir, mobil yang ayahku berikan sebagai hadiah pernikahan untuk kami berdua, seketika berubah menjadi tempat untuk melakukan perbuatan bejat.

Setelah merasa cukup tenang, aku kembali ke kursi kemudi dan segera melesat kembali ke rumah. 

"Sayang, sudah pulang. Kenapa tidak lama?" tanya Mas Ardi dari depan teras, saat melihatku keluar dari mobil. Dengan senyum lebar, segera aku menghampirinya dan duduk tepat di sebelahnya.

"Mau aku berlama-lama di luar?" 

Sekilas kuperhatikan tangan kanannya yang menggenggam ponsel. Aku yakin, dia pasti habis menghubungi wanita yang menjadi selingkuhannya tersebut. Jika sampai aku mengetahuinya. Bahkan, menangkap mereka berdua, tidak akan pernah aku maafkan seumur hidup pun.

"Tidak. Sayang, aku begitu merindukanmu."

Saat Mas Ardi hendak memelukku, aku segera bangkit dan pergi begitu saja dari hadapannya. Sungguh, aku tidak sudi jika harus disentuh oleh laki-laki yang pernah menjamah wanita lain. Bagiku, hal itu sangatlah menjijikkan.

Sebelum aku benar-benar masuk rumah, terdengar sebuah tarikan napas berat darinya. Dasar, laki-laki tidak tahu diri, tidak pernah puas hanya dengan seorang wanita. 

Tidak beberapa lama kemudian, adzan magrib mulai berkumandang. Setelah bersih-bersih, aku segera menunaikan ibadah dan berdoa kepada Sang Pencipta. 

Mas Ardi belum kembali semenjak aku meninggalkannya tadi. Entah, dia kecewa atau apa yang pasti aku tidak peduli. Saat ini aku hanya ingin fokus mengungkap wanita selingkuhannya. 

Dret ... Dret ...

Aku segera meraih ponsel yang berada di atas tempat tidur dan menempelkannya pada telinga. 

"Ya, Sandi ada apa?" tanyaku pada sang penelepon yang tak lain adalah adikku.

"Emm, tidak ada. Mbak baik-baik saja, 'kan?"

Keningku langsung berkerut saat mendengar ucapannya, tumben sekali dia bertanya seperti itu padaku, padahal biasanya tidak. 

"Mbak baik-baik saja," jawabku singkat. Aku merasa ada sedikit keanehan di sini. Tapi, tidak tahu apa.

"Baguslah, kalo Mbak ada apa-apa jangan lupa kabarin aku."

"Baik, jangan khawatir."

Kutatap ponsel yang ada dalam genggamanku kali ini, banyak sekali pesan masuk yang dikirim Sandi. Bahkan, jumlahnya sampai puluhan dan itu hanya untuk menanyakan kabarku saja. 

Padahal tadi siang kami baru saja bertemu. Tapi, kenapa dia bersikap seakan-akan kami belum bertemu sekian lama.

Aku makin merasakan hal aneh di sini. Kenapa di saat aku curiga suamiku berselingkuh, adikku juga menunjukan hal aneh. Sebenarnya ada apa dengan orang-orang yang ada di sekitarku kali ini, kenapa mereka sangat-sangat membingungkan. 

Di saat aku sedang termenung memikirkan itu semua. Tiba-tiba Mas Ardi masuk kamar dan langsung merebahkan diri di atas ranjang. Tanpa menyapa sedikitpun, dia langsung terpejam dan pada saat itu juga, pandanganku langsung tertuju pada ponsel yang berada dalam genggamannya.

Bahkan, ketika dia tidur pun ponsel itu tidak pernah lepas dari genggamannya. Ini memang kesempatan yang bagus untukku. Tapi, aku sengaja mengulur waktu, yaitu membiarkannya tertidur dengan pulas terlebih dahulu.

"Mau ke mana?" tanyanya saat aku membuka pintu dengan perlahan. Sesuai dugaan, laki-laki itu belum benar-benar tertidur, untung saja aku tidak ceroboh.

"Ke dapur, aku haus," jawabku dengan nada senormal mungkin. Aku tidak boleh terlihat lemah di hadapan laki-laki ini, bagaimanpun itu aku harus tetap kuat.

"Cepat kembali, aku ngantuk. Tapi, ingin tertidur dalam pelukanmu."

Aku tidak menjawab ucapannya dan segera keluar kamar. Dulu, aku mungkin akan tersenyum dengan lebar dan langsung memeluknya dengan penuh kehangatan. Tapi, sekarang rasanya berbeda. Membayangkan dia mengatakan hal yang sama pada wanita lain, membuatku benar-benar sangat muak.

Namun, setelah aku pikir-pikir kembali, sepertinya itu adalah kesempatan yang bagus. Ya, aku tidak boleh sampai melewatkan kesempatan ini.

"Mas, aku kembali," ucapku pelan. Lalu, segera menghampiri dan mengelus rambutnya yang cukup rapi. Sungguh, ini sangatlah menjijikan. Bahkan, rasanya perutku sangat mual.

"Cepatlah, kamari."

Sesuai dugaan, dia cepat sekali tertidur dan yang aku tahu, sangat sulit baginya untuk kembali terbangun. Demi memastikan semuanya, kugerakan tubuhnya dengan cukup keras. Tapi, tidak ada respon apapun. 

Satu ujung bibirku tertarik ke atas, sepertinya keberuntungan memang berpihak padaku. Tanpa menunggu lama, segera kuambil ponsel yang berada dalam genggamannya.

"Sial, terkunci," gumamku pelan. Tapi, aku tidak habis akal dan segera mengetik beberapa angka yang aku ingat. Hingga, tanggal lahirnya adalah sandi yang benar. 

Sambil sesekali meliriknya, kuarahkan jari pada salah satu aplikasi berkirim pesan dan menggulirkan layar secara perlahan. Sejauh ini memang tidak ada yang mencurigakan. Hingga, ujung jariku secara tidak sengaja menekan aplikasi galeri.

Deretan foto terpampang jelas di hadapanku, satu demi satu album mulai kujelajahi. Sampai pada sebuah foto membuatku terdiam dengan cukup lama. 

"Siapa wanita yang berada di samping suamiku. Kenapa, ini seperti di sebuah hotel."

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
mulai sekarang kmu intilin suami mu dn kmu ikutin k mana pergi .diem2 kmu recam dn kmu vidioin tuk bukti suatu ketika kmu pisah dh g kuat dgn Ardy ..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status