Share

Bab 4

Penulis: Flower
Aku tertegun sejenak, detik berikutnya, mataku terbelalak. “Bayi?”

Dia justru lebih terkejut dariku. Dia berkata, “Apa kamu nggak tahu? Kamu sudah hamil tiga bulan.”

Aku tidak tahu.

Saat itu, sulit bagiku untuk menggambarkan perasaanku. Rasanya seperti takdir sedang mempermainkanku.

Aku berjalan keluar dengan perasaan hampa. Tiba-tiba langkahku terhenti, karena aku melihat Jovan sedang memapah Jenny berjalan ke arahku.

Aku buru-buru bersembunyi di sudut lorong, takut mereka melihatku.

“Kak Jovan, apa yang akan kamu lakukan dengan anak ini?” Suara Jenny terdengar sedih.

Jovan tidak menjawab, hanya memapahnya menuju kamar rawat.

Langkah Jenny tiba-tiba berhenti, suaranya tercekat saat berkata, “Apa kamu nggak menginginkannya? Kalau begitu, aku bisa menggugurkannya!”

Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan lari. Jovan dengan sigap menahannya, lalu memeluknya erat-erat.

“Aku mau.”

“Aku mau anak ini.”

Dia berkata pelan.

“Hanya saja, dia datang di waktu yang nggak tepat. Kamu harus melahirkannya diam-diam. Sebagai kompensasi, aku akan mengabulkan satu permintaanmu, apa pun itu.”

Jenny menangis tersedu-sedu. “Baiklah, aku mau kamu menikahiku. Meskipun hanya upacara pernikahan kecil, aku tetap ingin menikah denganmu.”

Jovan terdiam sejenak, akhirnya mengangguk. “Baiklah, aku setuju. Tujuh hari lagi, aku akan memberimu pernikahan termegah di dunia. Jangan sampai ada yang tahu tentang ini, mengerti?”

Mereka bergandengan tangan berjalan menuju kamar rawat, meninggalkanku sendirian di sudut lorong. Aku menutup mulutku rapat-rapat, membiarkan air mata mengalir.

Aku kembali ke kamar rawat dengan gemetar dan mendapati pria yang menyelamatkanku masih belum pergi.

Baru saat itulah aku teringat untuk berterima kasih padanya. Aku pun menyerahkan kartu kredit tanpa batas milik Jovan sebagai ucapan terima kasih.

Dia mendorong kartu itu kembali, dan berkata, “Aku nggak kekurangan uang, terima kasih.”

Setelah mengatakan itu, dia pergi. Di depan pintu kamar, dia tiba-tiba berbalik dan menyelipkan kartu nama ke telapak tanganku, lalu benar-benar menghilang.

Aku menunduk dengan bingung. Hanya ada dua kata sederhana di kartu nama itu: [Zayn Armuza]

Entah mengapa, nama ini terasa akrab. Tetapi aku tidak memikirkannya lebih lanjut. Bagaimanapun juga, ada hal yang lebih penting saat ini.

Awalnya aku ingin langsung keluar dari rumah sakit, tetapi dokter sangat menahanku untuk tinggal. Jadi aku terpaksa menginap beberapa hari lagi.

Selama itu, teman-temanku banyak mengirim ucapan, mereka bahkan datang menjengukku bersama-sama. Ayah dan Ibu juga hampir terbang saking khawatirnya.

Hanya suamiku yang mengirim satu kalimat dingin di kotak obrolan.

[Aku sedang perjalanan bisnis. Jika ada apa-apa, bicara saja pada Pak Leo.]

Dia memang tidak berada di rumah. Dia sedang berada di sebuah pulau kecil, mempersiapkan pernikahannya dengan Jenny di sana.

Harus kuakui, dia cukup pintar. Sengaja memilih pulau kecil untuk melangsungkan pernikahannya.

Selama dia tidak mengizinkan, tidak ada seorang pun yang bisa ke sana, termasuk aku.

Kami berdua memiliki hal yang sama, yaitu sama-sama menetapkan tanggal pernikahan tujuh hari dari sekarang.

Mungkin karena tujuh adalah angka keberuntungannya. Dulu, di dadanya selalu tergantung liontin berangka tujuh. Itu adalah peninggalan mendiang ibunya, di baliknya terukir kata Lucky.

Pada hari pernikahan, dia memberikan kalung itu padaku. “Dibandingkan keselamatanku, aku lebih berharap dia bisa melindungimu.”

Tidak ada kata-kata cinta yang lebih indah dari itu di dunia ini.

Memikirkan hal itu, mataku kembali memerah. Tanganku tanpa sadar meraba kalung di leherku.

Tetapi saat aku menunduk, seluruh tubuhku membeku.

Karena ukiran Lucky di baliknya telah hilang.

Kalung ini telah ditukar.

Aku memiliki dugaan. Aku pun segera mengambil ponsel dan mencari-cari riwayat percakapan. Akhirnya, pandanganku berhenti pada sebuah foto di ranjang.

Di tubuh telanjang Jenny yang seputih salju, tergantung sebuah kalung berwarna perunggu, dengan ukiran Lucky di baliknya.

Pantas saja. Aku memegang perutku dan berkata pada bayiku di dalam, “Pantas saja kita berdua sudah nggak beruntung lagi.”

Awalnya, aku masih ragu apakah harus mempertahankan anak ini, tetapi sekarang aku punya jawabannya.

Sama seperti anak Jenny, anakku ini datang di waktu yang tidak tepat. Karena ayahnya tidak akan mencintainya lagi.

Setelah memikirkannya baik-baik, aku mengetuk pintu kantor.

“Permisi, saya ingin membuat janji untuk operasi aborsi.”

Kurasa, tidak ada hadiah pernikahan yang lebih baik dari hal ini di dunia ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 14

    Ketika aku kembali sadar, Zayn sedang tertidur pulas di samping ranjang rumah sakitku.Matanya tertutup rapat, janggut kecil tumbuh di dagunya. Dia sama sekali tidak terlihat seperti artis terkenal.Merasakan tatapanku, Zayn membuka matanya.“Ini semua salahku. Kenapa aku bisa meninggalkanmu sendirian di depan rumah sakit. Ini semua salahku .…”Aku tersenyum dan mengusap kepalanya sambil menghiburnya, “Jangan menangis, bayinya sudah bosan mendengarnya.”Meskipun aku menghiburnya, sebenarnya aku juga sangat takut.Bahkan di tengah malam, aku bermimpi Jenny memegang pisau dan menusukku.Aku tahu dia tidak akan melepaskanku dengan mudah, jadi aku sama sekali tidak berniat bernegosiasi dengannya. Aku menyetujuinya hanya untuk mendapatkan ponsel dan mengirimkan informasi.Karena aku tahu Zayn pasti memantau ponselku, dia pasti bisa mendengar kata-kataku. Jadi aku bertaruh dalam keadaan itu, dan syukurlah aku benar.Aku tidak peduli Jovan datang atau tidak. Namun, di luar dugaanku, Jovan set

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 13

    Aku diikat kencang di atas tempat tidur.Jenny memegang pisau tajam, menggesekkannya bolak-balik di perutku yang telanjang.“Jenny, apa yang akan kamu lakukan? Lepaskan aku!”Jenny tertawa. “Kakak, kalau kamu bergerak lagi, aku akan .…”“Menusukkannya!”Aku langsung berhenti meronta.Melihat reaksiku, kebencian di mata Jenny semakin dalam.“Kamu benar-benar menganggapnya harta karun. Kenapa kamu nggak mati? Kenapa kamu masih bisa punya anak? Kenapa hidupmu sekarang begitu baik?”Hari itu aku baru tahu. Setelah keguguran, bahkan sebelum pulih sepenuhnya, Jenny sudah dilempar Jovan ke penjara bawah tanah.Luka Jenny terinfeksi parah, dan akhirnya dia benar-benar kehilangan kemampuan untuk hamil.Meskipun begitu, Jovan tidak pernah menjenguknya sekali pun.Selama periode itu, Jovan tenggelam dalam kesedihan atas kematianku, terus minum alkohol siang dan malam.Sesekali jika dia minum terlalu banyak, dia akan kembali ke penjara bawah tanah dan memukuli Jenny. Setiap kali pukulan Jovan seol

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 12

    Saat bertemu Jovan lagi, detak jantungku memang sempat berhenti berdetak sesaat.Namun, aku kembali tenang dengan cepat. Bagaimanapun juga, sejak Zayn mengunggah foto itu, hari ini pasti akan datang.“Tuan, Anda salah orang,” kataku dengan nada dingin sambil berbalik.“Yuna jangan pura-pura bodoh! Aku tahu itu kamu! Kamu benar-benar nggak mati!”Jovan menyerbu ke depanku seperti orang gila, memegangi lenganku dan mengguncangnya dengan kuat.Tenaganya sangat besar, seakan ingin meremukkan tubuhku.Alisku mengerut, tak lama kemudian, sebuah tangan besar mendorongnya hingga jatuh ke tanah.Zayn menarikku ke belakangnya. Dia berkata, “Dari mana datangnya orang mabuk gila ini? Berani-beraninya menyentuh kekasihku.”Jovan tersungkur di tanah, menatap tanganku dan tangan Zayn yang saling menggenggam erat dengan tatapan linglung.“Nggak … nggak mungkin! Mana mungkin Yuna menjadi milik orang lain?”“Kalian sedang berakting! Benar, ‘kan? Akting untuk memaksaku pergi, ‘kan?”Sejujurnya, aku belum

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 11

    (Sudut Pandang Tokoh Utama Wanita)Saat aku kembali ke Negara Sovania, Ayah dan Ibu sangat marah melihatku yang lemah.Setelah mendengar apa yang kualami, mereka bahkan sangat marah hingga ingin langsung naik pesawat untuk mencari Jovan dan membuat perhitungan.Aku menahan mereka. Ayah dan Ibu berkata dengan marah padaku, “Apa kamu masih punya perasaan padanya?”Aku menggeleng. Nadaku tegas saat menjawab, “Aku hanya nggak mau melihatnya lagi.”Kericuhan di pernikahan itu tersebar dengan cepat. Setelah melihatnya, aku juga tidak merasa senang.Aku sudah tidak ingin mendengar apa pun tentang Jovan.Sampai suatu hari, aku menerima pesan suara dari Jenny.Suaranya melengking, ucapannya tidak logis. Dia sepertinya sudah gila, melampiaskan emosinya padaku, “orang mati” ini.“Kenapa … walaupun kamu sudah mati, dia masih nggak mau membiarkan anakku hidup. Padahal itu anak satu-satunya!”“Dia bilang dia nggak percaya, dan bilang kalau dia menemukanmu, dia akan mencincangku untuk menebus dosaku.

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 10

    (Sudut Pandang Orang Ketiga)Jovan berbalik, matanya merah padam dan bertanya, “Apa maksudmu?”“Apa kata-kataku belum cukup jelas? Yuna sudah mati … aku sendiri yang membunuhnya.”“Apa katamu?” Jovan menyerbu dan mencengkeram tenggorokannya.“Kubilang, aku sendiri yang membunuhnya! Menusuk perutnya dengan pisau, lalu membuangnya ke selokan! Haha!”Tawa wanita gila itu terdengar di kamar rawat yang kosong. Jenny saat ini seperti orang gila.“Jadi Jovan, sekarang kamu masih ingin membiarkan anakku mati?”Jenny menatapnya dengan bangga.Wajah Jovan pucat pasi.Tangannya tiba-tiba terlepas. Rasa bangga di mata Jenny semakin menjadi.Jovan perlahan berdiri, tidak ada cahaya sedikit pun di matanya. Dia memberi isyarat kepada dokter dan berkata, “Jika anak di perutnya lahir hidup-hidup, aku akan membunuh kalian semua.”Tawa Jenny terhenti.“Apa katamu? Sudah kubilang dia anakmu satu-satunya! Apa kamu pikir aku berbohong? Yuna benar-benar sudah mati!”Wanita itu berteriak sekuat tenaga, tetapi

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 9

    (Sudut Pandang Orang Ketiga)Para penjaga saling pandang, akhirnya berkata terbata-bata, “Tidak tahu … tadi masih di sini .…”“Nggak tahu?” Jovan tertawa marah. “Benar-benar jawaban yang bagus!”Wajahnya sangat suram. Dia langsung mengeluarkan pistol dan menempelkannya di kepala mereka.“Jika dalam satu jam kalian nggak membawanya ke hadapanku, nyawa kalian juga akan melayang!”Setelah para penjaga pergi tergesa-gesa, Jovan bersandar di dinding dengan lemah. Pandangannya kembali tertuju pada surat perjanjian cerai di tangannya.Dia pun menutup mata dengan menyesal.Dia seharusnya sudah menduga. Yuna yang mampu melakukan pembalasan seperti itu di pernikahan, tidak mungkin membiarkan dirinya terperangkap di dalam sel.Tepat pada saat itu, asistennya berjalan perlahan ke arahnya. Sambil menghela napas panjang, dia berkata, “Pak Jovan, ada beberapa hal yang mungkin tidak Anda ketahui. Sebenarnya, orang-orang di rumah ini sudah tidak menganggap Nyonya Yuna sebagai Nyonya rumah lagi.”“Tidak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status