Short
Raja Mafia Tertipu Pelakor

Raja Mafia Tertipu Pelakor

Oleh:  KarenWTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
8Bab
7Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Bagi dunia, aku adalah Nyonya Wardana, ratu tak tersentuh di sisi sang raja mafia Newara, Elias Wardana. Namun, aku tahu suamiku tidak pernah mencintaiku. Hatinya selalu menjadi milik Harvana Diansyah. Istri dari keponakannya. Setelah keponakannya itu "kebetulan" meninggal, Elias membawanya masuk ke dalam rumah besar kami. "Aku hanya ingin merawatnya dengan lebih baik," katanya. Versi "merawat" menurutnya adalah mengusir seorang pria dari pesta hanya karena berani menggoda Harvana, lalu membuatnya hamil. Elias senang memujiku di depan umum, seolah aku adalah istri sempurna baginya. Aku memang begitu. Aku membantu membangun kerajaannya. Akulah yang tersenyum dan bersikap ramah. Aku membuat kasino miliknya bersinar, sementara dia menyembunyikan Harvana seakan perempuan itu sesuatu yang suci. Karena semua pujian itu, salah satu musuhnya menjadikanku sasaran. Mereka menculikku. Mengirimkan pesan penuh darah dan ancaman kepada Elias. [ Menjauhlah. Tinggalkan Newara. Atau istrimu yang cantik bakal mati. ] Tentu saja, Elias tak memilih untuk mundur. "Tunggu saja," katanya lewat telepon. "Mereka nggak akan menyakitimu, Noelle. Kamu itu sandera. Bertahanlah sampai Harvana melahirkan. Lalu aku akan datang menjemputmu." Delapan bulan aku ditahan di lubang kotor, kelaparan, dipukuli, dihina. Pemimpin geng itu memperkosaku berulang kali. Namun tetap saja, Elias tak pernah datang. Akhirnya, aku berhasil kabur saat mereka semua mabuk. Pulang, hanya untuk menemukan anak kembarku tidur di kamar pembantu, makan sisa-sisa makanan, sementara Elias terlalu sibuk mengadakan pesta untuk bayi barunya. Aku tidak mencarinya. Aku hanya membawa anak-anakku dan menghilang.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Sudut Pandang Noelle:

Aku diculik oleh para pesaing mafia suamiku, dan dia tidak terburu-buru menyelamatkanku. "Tunggulah aku," katanya. Dia terlalu sibuk mengurus istri keponakannya yang sudah meninggal, Harvana. Jadi aku menunggunya. Hari berganti menjadi minggu, lalu menjadi bulan. Hampir satu tahun berlalu sebelum akhirnya aku lelah menunggu ... dan melarikan diri sendiri.

Begitu aku melangkah masuk ke rumah besar Keluarga Wardana, aku langsung tahu ada yang tidak beres. Pita-pita hias tergantung di setiap jendela. Gelas sampanye beradu. Tawa melayang bersama semilir angin musim semi. Itu adalah sebuah pesta. Perayaan satu bulan kelahiran seorang bayi perempuan bernama Lila.

Aku terdiam, membeku, saat Elias, suamiku, dan Harvana, istri keponakannya, berjalan memasuki halaman, bergandengan tangan. Kerumunan bersorak, bertepuk tangan seperti anjing laut yang terlatih. Dalam pelukan Harvana, berbalut renda merah muda, ada seorang bayi yang baru lahir.

Pasti itu Lila.

Harvana mengenakan gaun putih, lembut dan indah, membuatnya tampak seperti malaikat. Elias pun serasi dengannya, setelan putih menempel pada tubuhnya yang tinggi, satu tangannya melindungi punggung Harvana.

Elias mengangkat gelas sampanyenya, kerumunan pun hening penuh hormat.

"Hari ini ...." Elias mengumumkan, "Kita merayakan satu bulan kelahiran putriku, Lila. Dan ...." Dia tersenyum, bangga dan berseri. "Kami punya kabar gembira. Harvana dan aku akan menikah. Pernikahan akan diadakan di Kasino Wardana. Aku harap kalian semua bisa hadir."

Jadi inilah yang membuat Elias terlalu sibuk untuk menyelamatkanku dari tangan musuh-musuhnya.

Tatapan Elias menyapu kerumunan ... dan berhenti padaku. Sesaat, ekspresinya pecah. Terkejut. Lega. Mungkin juga bahagia. Tubuhnya bergerak maju, naluri membawanya ke arahku .... Sampai Harvana meraih lengannya. Berbisik sesuatu yang mendesak di telinganya. Seketika, dia tetap berdiri di tempat.

Di sekitarku, kerumunan mulai berbisik.

"Siapa perempuan kotor itu?" bisik seseorang.

"Sepertinya Noelle, 'kan?" ujar yang lain. "Tapi Noelle sudah mati. Elias yang bilang. Delapan bulan lalu, dia bilang salah satu musuhnya membunuhnya."

"Benar," sahut yang lain. "Itulah sebabnya dia dan Harvana bersama. Awalnya mereka berduka. Lalu tumbuh cinta. Kisah cinta yang menyentuh."

Aku sudah mati? Apakah Elias menyatakanku mati hanya agar dia bisa melangkah maju? Agar dia bisa memamerkan Harvana di lengannya dan menyebut anak haram mereka sebagai keajaiban?

Selama ini, aku menunggu. Percaya dia akan datang menjemputku.

"Kalau dia memang Noelle," bisik suara lain. "Berarti Harvana selama ini tidur dengan paman suaminya sendiri."

"Ya Tuhan," bisik yang lain. "Pantas saja Elias nggak menunggu jenazahnya sebelum melamar."

Bisikan-bisikan itu makin keras dan tajam. Harvana, berdiri di tengah semuanya, bibirnya bergetar cemberut, mata berkilat oleh air mata. Kasihan Harvana. Malaikat sempurna itu mulai retak.

"Aku nggak bakal mentoleransi tuduhan seperti ini," kata Harvana, suaranya bergetar pas untuk terdengar tragis.

Dia berbalik dan meninggalkan panggung. Elias mengejarnya, meraih tangannya di tepi panggung.

"Harvana, jangan marah hanya karena komentar nggak berarti," bisiknya, mikrofon masih menangkap setiap kata.

Kemudian, dia berbalik, menghadap kerumunan.

"Harvana nggak melakukan kesalahan apa pun. Bahkan, aku menjadikan anakku, Lila, sebagai pewaris Kasino Wardana."

Lila yang akan mewarisi.

Kemudian, bagaimana dengan anak kembarku? Bagaimana dengan Tessa dan Milo, anak-anak yang dulu dia bersumpah akan meneruskan warisan Keluarga Wardana? Apakah itu juga bohong?

Tatapanku jatuh pada tangan Harvana, menangkap kilau berlian bahkan dari seberang halaman. Cincin yang familier, yang dulu melingkar di jariku. Pusaka Keluarga Wardana. Kini dipakai oleh Harvana, seakan itu memang miliknya sejak awal.

Aku menelan gumpalan di tenggorokanku, jemariku bergetar di sisi tubuhku. Mata Elias menatap mataku lagi dan kali ini, tidak ada belas kasihan di sana. Hanya kejengkelan. Dia melangkah mendekat, mulutnya membentuk garis tegas.

"Noelle-ku sudah mati," katanya dingin, cukup keras untuk didengar tamu terdekat. "Perempuan ini hanyalah peniru. Penyusup yang mencoba merusak hari Harvana. Siapa pun yang percaya sebaliknya, siapa pun yang menyebarkan rumor, akan berurusan denganku."

Aku melangkah lebih dekat, cukup agar hanya dia yang bisa mendengarnya, dan berbisik, "Ulangi lagi. Tatap mataku dan katakan Noelle sudah mati."

Rahangnya mengeras, suaranya rendah dan mendesak. "Hanya kali ini. Ikut saja permainan ini. Kamu dengar sendiri, mereka akan menghancurkan Harvana kalau aku mengaku kamu adalah Noelle sekarang. Aku nggak bisa membiarkannya menanggung aib disebut perebut suami orang."

Dia bahkan tidak menunggu jawabanku. Dia hanya menjentikkan jarinya dan para pengawal muncul di sisiku, menggiringku pergi.

....

Para pengawal menyerahkanku kepada kepala pelayan Elias.

"Nyonya Noelle?" tanyanya, suaranya bergetar saat mengenaliku.

Aku mengangguk.

Dia membawaku ke rumah tamu, bangunan kecil satu kamar di tepi jauh tanah perkebunan. "Bersihkan diri dulu," katanya canggung. "Aku akan membawakan pakaian bersih. Juga makanan."

Saat dia pergi, aku menyelinap kembali ke dalam rumah utama. Begitu aku melangkah melewati pintu depan, aku merasakannya. Semuanya berbeda. Rumah sederhana nan elegan itu lenyap. Berganti menjadi istana norak, perabot berlapis emas, lampu gantung kristal, tirai beludru.

Bau seseorang yang terlalu berusaha menghapus setiap jejak diriku. Begitu mencolok dan berlebihan. Aku menuju kamar utama. Semuanya sudah diganti. Tempat tidur. Tirai. Bahkan foto pernikahan yang tergantung di atas meja rias.

Kini, bukan aku yang ada di foto itu. Melainkan Harvana.

Harvana, tersenyum dan menatap Elias yang sedang mencium pipinya.

Kepala pelayan muncul di belakangku, gelisah. "Nyonya Noelle, Anda nggak boleh masuk ke sini ...."

Aku membalikkan badan, suaraku tajam. "Di mana anak-anakku?"

Wajah kepala pelayan itu memucat. "Mereka ... mereka ada di basemen."

Basemen itu dingin dan lembap. Bahkan tak layak untuk menyimpan barang, apalagi anak-anak. Aku mendorongnya dan menuruni tangga sempit. Saat aku membuka pintu salah satu kamar pembantu yang sempit, aku tertegun.

Tessa dan Milo duduk berpelukan di lantai kotor, dikelilingi kantong sampah. Seekor tikus berlari di antara tumpukan sampah, terbiasa dengan lingkungan itu. Tessa selalu rapuh, bahkan sejak bayi. Kini tubuh mungilnya terlihat makin kurus, seperti akan patah jika tertiup angin. Wajah Milo berlumur debu. Pakaian mereka bernoda dan sobek, kainnya begitu lusuh hingga motifnya nyaris tak terlihat.

Sementara putri Harvana tidur di lantai atas di atas seprai sutra, mengenakan gaun baptis berenda, makan dengan sendok perak .... Anak-anakku dibiarkan membusuk dalam kehinaan.

Tenggorokanku tercekat. "Tessa? Milo? Mama di sini. Mama sudah pulang."

Keduanya tergerak. Tessa berkedip lebih dulu. "Mama?" Napasnya lirih.
Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
8 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status