Share

Bab 5

Penulis: Flower
Jovan tidak menghubungiku selama beberapa hari ini. Terlihat jelas dia mencurahkan segalanya untuk persiapan pernikahannya.

Dulu, selain urusan yang sangat penting, dia tidak akan melakukan hal lain. Jenny adalah pengecualian totalnya.

Jenny mengirimiku banyak foto, seperti foto gaun pengantin yang dihiasi ratusan mutiara Negara Resia dan cincin berlian satu-satunya yang ada di dunia.

Menghadapi foto-foto yang memenuhi layar itu, aku tidak menunjukkan ekspresi apa pun. hanya menyimpan semua foto itu satu per satu dengan tenang.

“Pak Feri, cetak semua ini, dan masukkan ke dalam kotak bersama perjanjian cerai.”

Aku memerintah kepala pelayan.

Pak Feri bukanlah anak buah Jovan, melainkan orang yang kubawa dari Keluarga Juniar. Dia menemaniku tumbuh sejak kecil. Ketika aku memutuskan meninggalkan Keluarga Juniar, dia ikut pergi bersamaku.

Selama bertahun-tahun, dia selalu berada di sisiku. Bagiku, menyebutnya sebagai Ayah pun tidak berlebihan.

Setelah Pak Feri pergi, Jovan menelepon. Dia terdengar sangat bahagia.

“Yuna, aku minta maaf karena pergi mendadak waktu itu. Jadi aku merencanakan perjalanan liburan lima hari kemudian sebagai ganti rugi. Bagaimana menurutmu?”

Lima hari dari sekarang adalah hari pernikahannya dengan Jenny.

Aku terdiam cukup lama, lalu berkata pelan, “Apa kamu ikut?”

Dia menghela napas. “Nggak bisa. Aku ada urusan penting hari itu, tapi aku akan menemuimu setelah selesai.”

“Urusan penting?” Aku terkekeh. “Sepenting apa?”

Pertanyaanku tampaknya membuat Jovan kehilangan kesabaran. Nadanya mendingin saat berkata, “Yuna, kamu harusnya mengerti. Aku paling nggak suka wanita yang banyak bertanya.”

“Hal ini sudah diputuskan. Istirahat saja yang cukup.”

Dia langsung menutup telepon, tanpa memberiku kesempatan untuk membalas.

Ini bukan hadiah, bukan pula permintaan pendapat. Ini adalah pemberitahuan dan perintah, serta pengkhianatan dan kebohongan.

Aku menoleh ke luar jendela. Salju di luar semakin tebal, hingga sulit melihat arah.

Kamar sangat sunyi, membuat detak jantung yang samar di perutku terdengar begitu keras.

Aku mengelus perutku yang sedikit membesar, merasakan getir yang tak terlukiskan di hati.

'Jovan, lima hari lagi aku akan pergi seperti yang kamu inginkan, dan tidak akan pernah kembali lagi...'

Tiga hari kemudian, aku keluar dari rumah sakit dan kembali ke rumah. Pernikahan Jovan tinggal dua hari lagi.

Sepertinya semakin mendekati hari pernikahan, Jenny semakin bersemangat. Dia terus-menerus meneleponku untuk pamer.

Aku benar-benar terganggu dan memasukkannya ke daftar blokir.

Mulai sekarang, baik Jovan maupun Jenny, aku tidak ingin berhubungan dengan segala sesuatu tentang mereka.

Namun, tindakan ini tampaknya sangat memprovokasi Jenny. Dia bahkan menyebarkan desas-desus bahwa aku menghinanya, dengan alasan dia terlalu menguasai waktu Jovan.

Ketika Jovan menelepon untuk menanyaiku, aku sedang berkemas.

“Jenny kebetulan ingin bepergian, aku sekalian mengajaknya jalan-jalan. Kenapa kamu picik sekali?”

“Yuna, segera minta maaf pada Jenny atas sikap nggak sopanmu itu!”

“Minta maaf?” Tanganku terhenti, seolah aku mendengar lelucon paling lucu di dunia.

“Kenapa aku harus minta maaf padanya?”

“Karena dia menangis!” Terdengar suara teriakan di ujung telepon.

Sejujurnya, aku jarang melihat Jovan marah. Meskipun kejam, dia lebih sering mengintimidasi dan tidak pernah berteriak keras, apalagi dia selalu bersikap hormat padaku.

Aku menahan rasa tidak rela di hatiku, berusaha menjaga nada bicaraku tetap tenang dan berkata, “Jovan, aku nggak peduli kamu percaya atau nggak, aku nggak menghinanya. Jadi aku nggak akan minta maaf.”

“Cemburu karena dia menguasai waktumu? Ini bahkan lebih menggelikan bagiku. Kalau wanita lain mungkin saja, tapi Jenny adalah adikmu. Kenapa aku perlu cemburu?”

“Atau jangan-jangan, dia nggak menganggapmu sebagai Kakak, atau kamu yang nggak menganggapnya sebagai Adik?”

“Omong kosong apa yang kamu bicarakan?!” Jovan hampir langsung membentakku.

Ini pertama kalinya aku secara resmi memperjelas hubungannya dengan Jenny, jadi dia menjadi cemas.

Pak Jovan yang selalu tenang dan terkendali itu kini kehilangan akal. Dia berkata dengan tidak sabar, “Yuna, jangan bermain-main kata denganku. Aku sudah tahu kalau kamu nggak suka pada Jenny.”

“Kamu sangat cemburu padanya.”

“Jadi, jika kamu nggak membujuknya, aku juga nggak akan melepaskanmu begitu saja.”

Tidak akan melepaskanku begitu saja?

Dulu, jika aku diganggu, tidak peduli masalahnya besar atau kecil, Jovan akan berjanji padaku, “Siapa pun yang membuatmu nggak senang, aku nggak akan melepaskannya begitu saja!”

Belakangan ini, dia benar-benar menepati janjinya. Lidah orang yang berbicara buruk padaku dipotong olehnya. Tangan orang yang sengaja memeluk pinggangku juga dipotong olehnya.

Dulu dia menganggapku harta yang tak ternilai. Tetapi kini dia bilang tidak akan melepaskanku begitu saja?

Aku tersenyum mencela diri sendiri. Ternyata cinta memang cepat berlalu, dan jarak antara kekasih dan musuh hanya setipis benang.

Aku tahu betul betapa kejamnya dia, tetapi aku tidak akan pernah meminta maaf kepada Jenny.

Namun, aku tidak menyangka cara Jovan akan seburuk ini. Dia tidak menghukumku secara langsung, tetapi menyerahkan pisau ke tangan para pelayan.

Keesokan harinya, tidak ada seorang pun yang membangunkanku, dan tidak ada yang menyiapkan sarapan untukku.

“Mana sarapannya?” Aku bertanya dengan nada dingin, menatap meja yang kosong.

“Pak Jovan memerintahkan, mulai hari ini Nyonya Klan adalah Nona Jenny. Hanya dia yang berhak mendapatkan perlakuan istimewa seperti itu.”

Pelayan itu berdiri di samping, berbicara padaku dengan angkuh.

Melihatku menunduk dan diam, mereka semua mencibir. Tidak ada sedikit pun rasa takut yang dulu mereka tunjukkan padaku di mata mereka.

“Ck, kami dulu bertaruh kamu akan dimanjakan setidaknya sepuluh tahun. Siapa tahu baru tahun ketiga, Pak Jovan sudah bosan. Kamu benar-benar nggak berguna.”

“Benar. Seharusnya dari dulu aku nggak menjilat sampah sepertimu. Sebentar lagi juga kamu akan diusir Pak Jovan.”

“Sudah, sudah, jangan bicara lagi. Kudengar Nona Jenny akan kembali. Ayo kita segera beres-beres. Ingat, suruh dapur membuat beberapa hidangan yang dia suka!”

Para pelayan beramai-ramai melewatiku dan mulai sibuk. Salah satu dari mereka bahkan sengaja menabrak bahuku dengan keras saat melewatiku.

Aku meraih tangannya dan membantingnya ke dinding.

“Ka-kamu mau apa?”

Dia terkejut dengan tindakanku dan berteriak.

Aku tidak menjawabnya, melainkan mengangkat tangan dan menamparnya.

“Seperti yang kamu lihat, menghukum anak buah.”

Para pelayan jelas tidak menyangka aku akan melawan. Mereka semua menunduk, tidak berani bersuara lagi.

Aku baru saja hendak berbalik pergi, ketika tiba-tiba aku melihat Jovan menggandeng Jenny berdiri di ambang pintu.

Ekspresinya dingin, tidak ada sedikit pun senyum di matanya saat menatapku.

“Pak Jovan, Anda akhirnya kembali!”

Pelayan yang baru saja kutampar mendorongku dan bergegas menghampiri Jovan. Dia menutup wajahnya yang bengkak dan menangis tersedu-sedu.

“Kami menuruti perintah Anda untuk tidak menyiapkan sarapan untuk Nyonya, tetapi dia memarahi kami habis-habisan, dan ... dan memukulku .…”

Yang lain juga ikut menimpali, “Benar, dia juga menghancurkan barang. Kami sudah membujuknya, tapi tidak ada gunanya. Dia bilang kami harus meracuni makanan Nona Jenny baru dia akan melepaskan kami!”

“Meracuni?”

Aku dan Jovan sama-sama melebarkan mata.

Dia tidak percaya pada kekejamanku, dan aku tidak percaya para pelayan yang dulu dengan mesra memanggilku Nyonya ini ternyata begitu kejam padaku!

Aku secara otomatis menyangkal, berbalik menghadap Jovan. “Nggak! Mereka berbohong! Aku sama sekali nggak mengatakan hal itu! Mereka yang lebih dulu memaki-makiku .…”

Kata-kataku terhenti tiba-tiba, karena Jovan menatapku dengan dingin.

Tatapan mata itu terasa asing, belum pernah kulihat sebelumnya.

“Kamu nggak percaya padaku?” Mataku tanpa sadar memerah.

Jovan menghindari tatapanku, balik berkata, “Yuna, aku bukan orang bodoh.”

“Nggak ada yang lebih tahu tentang anak buahku selain aku. Mereka jangankan memaki, meninggikan suara padamu saja sudah nggak mungkin.”

Aku menatapnya dengan tatapan kosong, akhirnya tiba-tiba tertawa.

'Jovan, kamu memang angkuh dan percaya diri seperti biasa.'

Dulu mereka memang begitu, karena kamu mencintaiku. Sekarang semua orang di Klan menyebarkan desas-desus tentang hubungan kalian. Aku sudah bukan lagi Nyonya di hati mereka.

Aku pun menghela napas, berbalik dan pergi. Tiba-tiba, aku mendengar Jenny di belakangku berbicara dengan nada sedih, “Kakak Ipar, apa kamu masih keberatan aku menemani Kakak dalam perjalanan bisnis itu? Aku sudah menjelaskan berkali-kali. Aku dan Kakak nggak ada apa-apa. Kenapa kamu nggak percaya?”

“Setelah keributan ini, aku nggak berani membayangkan bagaimana pandangan orang lain tentangku, bagaimana pandangan mereka tentang Pak Jovan. Padahal kami nggak melakukan apa-apa.”

Ucapan ini mengingatkan Jovan. Dia langsung mengerutkan kening. “Yuna, awalnya aku hanya ingin memberimu sedikit hukuman. Nggak kusangka, kamu membesar-besarkan masalah ini, bahkan sampai ingin meracuni adikku.”

“Kalau begitu, pergilah ke lantai B2 dan merenung. Sampai kamu nggak memikirkan hal-hal yang aneh-aneh lagi, baru kamu boleh keluar.”

Langkahku terhenti. Sesaat aku tidak percaya dengan apa yang kudengar.

Jovan akan memenjarakanku... demi Jenny?

Tidak.

Aku segera menyadari, dia hanya melakukannya agar aku tidak mengetahui bahwa mereka akan menikah dua hari lagi.

Penjara adalah cara penyembunyian yang lebih baik daripada mengirimku berlibur ke luar negeri.

Namun, yang lain jelas tidak menyadari hal ini. Mereka hanya mengira Jovan benar-benar meninggalkanku. Para pelayan menatapku dengan tatapan lebih menghina lagi. Bahkan Jenny pun tidak menyadari hal ini. Dia masih berkata dengan pura-pura, “Kakak, nggak baik memperlakukan Kakak Ipar seperti itu .…”

Tapi kali ini Jovan mengabaikannya. Dia langsung memanggil penjaga untuk membawaku pergi.

Aku berdiri di tempat tanpa melawan, hanya menatap Jovan dengan dingin.

“Aku punya satu pertanyaan terakhir untukmu. Setelah aku bertanya, aku akan pergi.”

Jovan terkejut sejenak, mungkin karena nada bicaraku yang terlalu tenang.

“Katakan.”

“Aku ingin bertanya, Jenny itu sebenarnya keluargamu atau kekasihmu?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 14

    Ketika aku kembali sadar, Zayn sedang tertidur pulas di samping ranjang rumah sakitku.Matanya tertutup rapat, janggut kecil tumbuh di dagunya. Dia sama sekali tidak terlihat seperti artis terkenal.Merasakan tatapanku, Zayn membuka matanya.“Ini semua salahku. Kenapa aku bisa meninggalkanmu sendirian di depan rumah sakit. Ini semua salahku .…”Aku tersenyum dan mengusap kepalanya sambil menghiburnya, “Jangan menangis, bayinya sudah bosan mendengarnya.”Meskipun aku menghiburnya, sebenarnya aku juga sangat takut.Bahkan di tengah malam, aku bermimpi Jenny memegang pisau dan menusukku.Aku tahu dia tidak akan melepaskanku dengan mudah, jadi aku sama sekali tidak berniat bernegosiasi dengannya. Aku menyetujuinya hanya untuk mendapatkan ponsel dan mengirimkan informasi.Karena aku tahu Zayn pasti memantau ponselku, dia pasti bisa mendengar kata-kataku. Jadi aku bertaruh dalam keadaan itu, dan syukurlah aku benar.Aku tidak peduli Jovan datang atau tidak. Namun, di luar dugaanku, Jovan set

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 13

    Aku diikat kencang di atas tempat tidur.Jenny memegang pisau tajam, menggesekkannya bolak-balik di perutku yang telanjang.“Jenny, apa yang akan kamu lakukan? Lepaskan aku!”Jenny tertawa. “Kakak, kalau kamu bergerak lagi, aku akan .…”“Menusukkannya!”Aku langsung berhenti meronta.Melihat reaksiku, kebencian di mata Jenny semakin dalam.“Kamu benar-benar menganggapnya harta karun. Kenapa kamu nggak mati? Kenapa kamu masih bisa punya anak? Kenapa hidupmu sekarang begitu baik?”Hari itu aku baru tahu. Setelah keguguran, bahkan sebelum pulih sepenuhnya, Jenny sudah dilempar Jovan ke penjara bawah tanah.Luka Jenny terinfeksi parah, dan akhirnya dia benar-benar kehilangan kemampuan untuk hamil.Meskipun begitu, Jovan tidak pernah menjenguknya sekali pun.Selama periode itu, Jovan tenggelam dalam kesedihan atas kematianku, terus minum alkohol siang dan malam.Sesekali jika dia minum terlalu banyak, dia akan kembali ke penjara bawah tanah dan memukuli Jenny. Setiap kali pukulan Jovan seol

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 12

    Saat bertemu Jovan lagi, detak jantungku memang sempat berhenti berdetak sesaat.Namun, aku kembali tenang dengan cepat. Bagaimanapun juga, sejak Zayn mengunggah foto itu, hari ini pasti akan datang.“Tuan, Anda salah orang,” kataku dengan nada dingin sambil berbalik.“Yuna jangan pura-pura bodoh! Aku tahu itu kamu! Kamu benar-benar nggak mati!”Jovan menyerbu ke depanku seperti orang gila, memegangi lenganku dan mengguncangnya dengan kuat.Tenaganya sangat besar, seakan ingin meremukkan tubuhku.Alisku mengerut, tak lama kemudian, sebuah tangan besar mendorongnya hingga jatuh ke tanah.Zayn menarikku ke belakangnya. Dia berkata, “Dari mana datangnya orang mabuk gila ini? Berani-beraninya menyentuh kekasihku.”Jovan tersungkur di tanah, menatap tanganku dan tangan Zayn yang saling menggenggam erat dengan tatapan linglung.“Nggak … nggak mungkin! Mana mungkin Yuna menjadi milik orang lain?”“Kalian sedang berakting! Benar, ‘kan? Akting untuk memaksaku pergi, ‘kan?”Sejujurnya, aku belum

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 11

    (Sudut Pandang Tokoh Utama Wanita)Saat aku kembali ke Negara Sovania, Ayah dan Ibu sangat marah melihatku yang lemah.Setelah mendengar apa yang kualami, mereka bahkan sangat marah hingga ingin langsung naik pesawat untuk mencari Jovan dan membuat perhitungan.Aku menahan mereka. Ayah dan Ibu berkata dengan marah padaku, “Apa kamu masih punya perasaan padanya?”Aku menggeleng. Nadaku tegas saat menjawab, “Aku hanya nggak mau melihatnya lagi.”Kericuhan di pernikahan itu tersebar dengan cepat. Setelah melihatnya, aku juga tidak merasa senang.Aku sudah tidak ingin mendengar apa pun tentang Jovan.Sampai suatu hari, aku menerima pesan suara dari Jenny.Suaranya melengking, ucapannya tidak logis. Dia sepertinya sudah gila, melampiaskan emosinya padaku, “orang mati” ini.“Kenapa … walaupun kamu sudah mati, dia masih nggak mau membiarkan anakku hidup. Padahal itu anak satu-satunya!”“Dia bilang dia nggak percaya, dan bilang kalau dia menemukanmu, dia akan mencincangku untuk menebus dosaku.

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 10

    (Sudut Pandang Orang Ketiga)Jovan berbalik, matanya merah padam dan bertanya, “Apa maksudmu?”“Apa kata-kataku belum cukup jelas? Yuna sudah mati … aku sendiri yang membunuhnya.”“Apa katamu?” Jovan menyerbu dan mencengkeram tenggorokannya.“Kubilang, aku sendiri yang membunuhnya! Menusuk perutnya dengan pisau, lalu membuangnya ke selokan! Haha!”Tawa wanita gila itu terdengar di kamar rawat yang kosong. Jenny saat ini seperti orang gila.“Jadi Jovan, sekarang kamu masih ingin membiarkan anakku mati?”Jenny menatapnya dengan bangga.Wajah Jovan pucat pasi.Tangannya tiba-tiba terlepas. Rasa bangga di mata Jenny semakin menjadi.Jovan perlahan berdiri, tidak ada cahaya sedikit pun di matanya. Dia memberi isyarat kepada dokter dan berkata, “Jika anak di perutnya lahir hidup-hidup, aku akan membunuh kalian semua.”Tawa Jenny terhenti.“Apa katamu? Sudah kubilang dia anakmu satu-satunya! Apa kamu pikir aku berbohong? Yuna benar-benar sudah mati!”Wanita itu berteriak sekuat tenaga, tetapi

  • Pengkhianatan Terbesar Suamiku   Bab 9

    (Sudut Pandang Orang Ketiga)Para penjaga saling pandang, akhirnya berkata terbata-bata, “Tidak tahu … tadi masih di sini .…”“Nggak tahu?” Jovan tertawa marah. “Benar-benar jawaban yang bagus!”Wajahnya sangat suram. Dia langsung mengeluarkan pistol dan menempelkannya di kepala mereka.“Jika dalam satu jam kalian nggak membawanya ke hadapanku, nyawa kalian juga akan melayang!”Setelah para penjaga pergi tergesa-gesa, Jovan bersandar di dinding dengan lemah. Pandangannya kembali tertuju pada surat perjanjian cerai di tangannya.Dia pun menutup mata dengan menyesal.Dia seharusnya sudah menduga. Yuna yang mampu melakukan pembalasan seperti itu di pernikahan, tidak mungkin membiarkan dirinya terperangkap di dalam sel.Tepat pada saat itu, asistennya berjalan perlahan ke arahnya. Sambil menghela napas panjang, dia berkata, “Pak Jovan, ada beberapa hal yang mungkin tidak Anda ketahui. Sebenarnya, orang-orang di rumah ini sudah tidak menganggap Nyonya Yuna sebagai Nyonya rumah lagi.”“Tidak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status