공유

Benang yang Mulai Terurai

작가: Dinda Cahyani
last update 최신 업데이트: 2025-10-02 16:37:10

Suasana kantor siang itu masih sibuk. Lobi dipenuhi pegawai yang lalu-lalang, beberapa membawa berkas, sebagian lain menunggu lift. Di antara keramaian itu, langkah Alya tetap anggun. Ia tidak tampak terburu-buru, tapi aura kehadirannya membuat beberapa pasang mata menoleh.

Resepsionis yang sudah mengenalnya segera berdiri. “Selamat siang, Bu Alya.”

“Selamat siang,” balas Alya dengan senyum tipis. “Saya ingin menemui Mas Damar. Dia sedang di ruangan, kan?”

“Betul, Bu. Saya antar sampai lift," tawar resepsionis dengan sopan.

"Baiklah," ucap Alya yang tersenyum kepada resepsionis itu.

Beberapa menit kemudian, Alya sudah berdiri di depan pintu kayu berpelitur gelap dengan plakat bertuliskan Damar Pratama – Direktur Utama. Ia mengetuk sekali, lalu mendorong pintu masuk tanpa menunggu jawaban.

Damar mendongak dari balik tumpukan berkas. Saat melihat Alya yang masuk Damar merasa kaget bukan main melihat Alya berdiri di sana. “Ly? Apa yang… kamu lakukan di sini?”

Alya menutup pintu perlahan,
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Pengkhianatan di Balik Kesetiaan   Retakan yang Sulit Disembunyikan

    Malam itu rumah terasa lebih lengang dari biasanya. Damar baru pulang lewat tengah malam. Lampu ruang tamu masih menyala, dan Alya sudah menunggunya di sofa dengan pakaian santai, secangkir teh hangat di atas meja.Begitu pintu terbuka, Damar langsung tertegun melihat istrinya masih terjaga. “Ly… kamu belum tidur?”Alya tersenyum samar. “Aku menunggumu Mas. Aku kira hari ini Mas pulang lebih cepat.”Damar meletakkan jasnya di gantungan, mencoba terlihat tenang. “Ada rapat mendadak, aku tidak bisa tinggalkan.”"Lagi-lagi alasan yang sama, setiap hari alsannya selalu sama ketika pulangtengah malam," batin Alya.Alya berdiri, berjalan mendekatinya. Aroma parfum asing yang beberapa hari terakhir mengusik indra penciumannya kembali tercium samar. Ia menghela napas pelan, menatap Damar dalam-dalam.“Mas, boleh aku bertanya sesuatu?” suaranya lembut, tapi tegas.“Tentu. Apa, Ly?”“Kalau aku bilang… aku mencium aroma berbeda darimu akhir-akhir ini, Mas akan jawab apa?”Damar tercekat. Senyum

  • Pengkhianatan di Balik Kesetiaan   Benang yang Mulai Terurai

    Suasana kantor siang itu masih sibuk. Lobi dipenuhi pegawai yang lalu-lalang, beberapa membawa berkas, sebagian lain menunggu lift. Di antara keramaian itu, langkah Alya tetap anggun. Ia tidak tampak terburu-buru, tapi aura kehadirannya membuat beberapa pasang mata menoleh.Resepsionis yang sudah mengenalnya segera berdiri. “Selamat siang, Bu Alya.”“Selamat siang,” balas Alya dengan senyum tipis. “Saya ingin menemui Mas Damar. Dia sedang di ruangan, kan?”“Betul, Bu. Saya antar sampai lift," tawar resepsionis dengan sopan."Baiklah," ucap Alya yang tersenyum kepada resepsionis itu.Beberapa menit kemudian, Alya sudah berdiri di depan pintu kayu berpelitur gelap dengan plakat bertuliskan Damar Pratama – Direktur Utama. Ia mengetuk sekali, lalu mendorong pintu masuk tanpa menunggu jawaban.Damar mendongak dari balik tumpukan berkas. Saat melihat Alya yang masuk Damar merasa kaget bukan main melihat Alya berdiri di sana. “Ly? Apa yang… kamu lakukan di sini?”Alya menutup pintu perlahan,

  • Pengkhianatan di Balik Kesetiaan   Ke Kantor Damar

    Pagi itu, cahaya matahari menembus tirai tipis kamar, membias hangat ke seluruh ruangan. Alya berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya yang tergerai lembut. Wajahnya tampak tenang, namun sorot matanya penuh tekad. Semalam ia tidak banyak tidur, pikirannya terus bergulir, menimbang-nimbang langkah apa yang harus diambil. Dan pagi ini, keputusannya bulat, ia akan mendatangi kantor Damar, bukan lagi hanya menunggu cerita dari Nadia atau menebak-nebak, Alya ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri.Ia menyiapkan sarapan dengan rapi seperti biasa. Damar turun dari kamar, sudah rapi dengan kemeja kerja abu-abu yang dipadu jas gelap. Alya menaruh secangkir kopi hitam di depannya, senyum tipis tersungging di bibirnya.“Mas, jangan lupa pakai jaket. Cuaca agak sulit ditebak belakangan ini,” katanya lembut, seolah semua berjalan normal.Damar menatap sekilas, lalu mengangguk. “Iya, Ly. Kamu jangan terlalu capek di rumah.”Percakapan berhenti di situ. Selebihnya hanya suara sendok beradu

  • Pengkhianatan di Balik Kesetiaan   Kebohongan Lagi

    Pagi itu cahaya matahari menyelinap lembut melalui tirai kamar, menyentuh wajah Alya yang sudah bangun sejak subuh. Ia menatap sosok Damar suaminya yang masih terlelap. Sejenak ia teringat masa-masa ketika lelaki itu lumpuh dan tidak bisa beranjak dari tempat tidur. Dulu, setiap pagi, ia yang menguatkan Damar, menyuapi, memijat, bahkan memandikannya. Kini, setelah sembuh, lelaki itu tampak gagah kembali, seakan semua luka masa lalu hilang.Namun Alya tahu, luka yang sesungguhnya bukan di tubuh, melainkan di hati.Dengan langkah pelan, ia meninggalkan kamar, menuju dapur, dan mulai menyiapkan sarapan. Aroma tumisan bawang putih berpadu dengan wangi kopi hitam memenuhi udara. Alya menata meja dengan rapi, menyusun buah di piring kecil, dan meletakkan sendok-garpu sejajar. Tangannya begitu tenang, meski pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan.Tak lama, Damar keluar kamar dengan kemeja putih dan dasi yang baru ia pasang. “Wah, sarapan pagi ini kelihatan istimewa sekali,” kata Damar samb

  • Pengkhianatan di Balik Kesetiaan   Bayangan yang Mulai Terang

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui celah tirai kamar, jatuh di dinding dengan lembut. Alya sudah bangun lebih awal, menata rambutnya rapi, lalu beranjak ke dapur. Bunyi sayuran yang ditumis dan aroma bawang putih memenuhi udara, menandai rutinitas yang nyaris tak pernah berubah sejak dulu.Damar keluar kamar dengan kemeja biru muda, wajahnya segar. “Seperti biasa, kamu bangun duluan. Aku heran, kamu nggak pernah lelah ya, Ly?” tanyanya, mengambil tempat di meja makan.Alya hanya tersenyum tipis. “Kalau bukan aku, siapa lagi?” jawabnya ringan sambil menuang jus jeruk ke gelas.Mereka sarapan bersama. Damar sesekali menatap ponselnya, jarinya sibuk mengetik sesuatu. Sesekali bibirnya membentuk senyum kecil, seolah membaca pesan yang menyenangkan. Alya memperhatikan gerakan itu dari ekor mata, lalu menunduk kembali pada piringnya. Ia tak bertanya apa-apa, hanya membiarkan keheningan di antara mereka berbicara lebih lantang daripada kata-kata.Setelah sarapan, Damar pamit dengan terge

  • Pengkhianatan di Balik Kesetiaan   Jejak Pertama yang Samar

    Pagi itu udara masih sejuk. Aroma embun bercampur dengan bau tanah basah masuk lewat celah jendela. Alya membuka mata perlahan, tubuhnya masih berat karena tidur yang tak benar-benar nyenyak. Ia sempat terbangun beberapa kali di tengah malam, memikirkan aroma asing yang semalam begitu mengganggunya.Ia menoleh ke samping. Damar masih terlelap. Wajah Damar tampak tenang, bibirnya sedikit terbuka, napasnya teratur. Alya memandanginya lama, mencoba menemukan sesuatu di balik ketenangan itu. Tapi yang tampak hanyalah Damar yang sama lelaki yang pernah ia rawat dengan sepenuh hati ketika lumpuh dulu.Alya bangkit perlahan, menyingkap selimut, lalu berdiri di sisi ranjang. Matanya langsung jatuh pada kursi di dekat jendela, tempat kemeja abu-abu yang dipakai Damar semalam tergantung seadanya.Tangannya bergerak pelan, meraih kemeja itu. Ia mendekatkannya ke wajah, menarik napas panjang menghirup aroma parfum yang ada di kemeja Damar. Wangi itu masih ada. Lembut, floral, bercampur musk. Tida

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status