Share

Bab 2: Panggilan mendadak

"A-apa maksudmu?" Lara menatap nanar ke arah Rey. Udara di sekitarnya tiba-tiba terasa panas, menjalar sampai ke kulit wajahnya, yang mendadak terasa kaku.

Lara menyeruput

ice lychee tea menandasnya sampai habis, demi membasahi jalur di lehernya yang tiba-tiba terasa kering.

Rey tersenyum penuh arti, melihat perubahan di wajah Lara.

"Aku seorang prajurit ... otomatis ... kesetiaanku yang paling utama untuk NKRI." ujar Rey sambil terkekeh. Lara memberengut sambil mencubit lengan Rey.

Suasana restoran tiba-tiba riuh kembali.

"Ohhh ... my soldier, jadikan aku yang ketiga, aku rela," celetuk salah satu cewek bertubuh gempal, dari ke empat cewek yang duduk di meja seberang. Suaranya dibuat-buat seimut mungkin sambil tangannya memegang kedua pipinya. Suara ngakak pecah di antara mereka.

"Eh ... ngehalu aja lo, nyadar dong. Jadiin yang ke seribu juga babang soldier-nya, yang nggak rela," tukas seorang temannya, sambil menower jidat gadis gempal itu.

"Body lu aja seperti kasur lipat gitu.," sambungnya lagi.

"Ehh ... jangan salah, kasur lipat gini kalau dibawa ke hutan lebih praktis buat ditidurin."

"Ngapain juga ke hutan?"

"Lah ... kan babang soldiernya kalau tugas kebanyakan ke hutan."

"Emang sih ... lebih praktis kalau dibawa ke hutan."

"Naaahhhh itu Lo tau."

"Buat ditidurin gorila," lanjut si cepak, sontak teman-temannya ngakak berjamaah.

Lara dan Rey senyam-senyum melihat tingkah geng cewek yang absur.

"Memangnya apa yang kamu pikirkan, saat aku bilang kamu yang kedua?" goda Rey sambil merapikan anakan rambut Lara yang menutupi wajah imut itu.

"Menyebalkan, bikin sport jantung, tau nggak!" Lara mencubit lengan Rey lagi. Yang dicubit pura-pura meringis kesakitan.

"Lho bukannya memang benar, apa yang aku katakan?" Tarikan di sudut matanya menandakan, jika lelaki itu sedang tersenyum dibalik maskernya.

"Kamu pasti sudah tau konsekuensinya menjadi istri seorang prajurit. Menjadi yang kedua setelah ibu Pertiwi, siap ditinggal sewaktu-waktu," ujar Rey serius.

"Kepada Ibu Pertiwi aja aku setia, apalagi kepada seorang Lara Angeswari," lanjut lelaki yang bergaris wajah tegas nan kharisma itu.

"Setelah kita menikah aku tidak bisa seperti suami kebanyakan, yang bisa hadir selalu di rumah. Tidak bisa selalu menemani malam-malammu, tapi di mana pun aku melangkah, aku akan tetap setia. Aku harap kamu juga akan selalu setia, bisa menjaga dirimu, bisa juga menjaga nama yang kamu sandang sebagai ibu Persit nanti," Rey berkata dengan serius.

"So sweet ... aku pasti akan selalu setia." Lara tanpa malu meraih lengan Rey lalu memeluknya.

Lelaki yang dulu, awal ketemu sempat membuatnya takut, tetapi terpesona dalam diamnya. Wajah yang tidak pernah senyum, dengan tatapan mengintimidasi. Bicara juga seperlunya saja, tapi begitu mengenal lebih dalam, membuat Lara jatuh cinta setengah mati dengan pribadi Rey. Selain penyayang, Rey sangat pengertian dan romantis.

Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel. Rey mengeluarkan benda pipih itu dari sakunya, melihat layarnya sejenak lalu dengan segera meletakkan benda pipih itu di telinganya.

"Siap! Saya akan segera kembali," kata Rey sambil menatap perubahan di wajah Lara. Lagi-lagi ia mengecewakan Lara, harus pergi saat mereka belum puas melepas rindu.

"Sayang aku harus segera balik ke markas," ujar Rey lalu meletakkan sejumlah uang di atas meja untuk membayar pesanan mereka. Mengecup puncak kepala Lara. Hendak berlalu, tak tega menatap wajah imut itu berlama-lama, hati tak rela untuk meninggalkannya lagi. Lara dengan segera memegang tangan Rey.

"Kamu harus kembali sekarang?" Lara menatap kedua manik mata Rey, berharap Rey bisa bertahan sejenak. Ada rasa yang tak rela jika Rey harus pergi, rasanya baru sebentar mereka bersama.

Rey mengusap tangan itu lembut, mengelus pipi mulus itu sambil menggangukkan kepalanya. Menatap dalam pada manik itu, tatapan tak rela ada kerinduan yang tak pernah tertuntaskan, tapi demi tugas negara harus dilakukan. Lara mengangguk pasrah, menatap punggung gagah itu sampai menghilang di balik pintu restoran.

Sudah menjadi hal yang biasa bagi Lara, selama menjalin hubungan dengan Rey menjelang tiga tahun. Rey selalu tiba-tiba harus pergi lagi, begitu ada panggilan mendadak. Ada yang terasa hilang saat Lara merasa belum puas menikmati kebersamaan mereka.

Rey tergabung dalam group 3, sandy Yudha yang merupakan pasukan elite di jajaran TNI AD. Personil intelijen yang kerap menjalankan misi-misi khusus dan rahasia. Sering diterjunkan untuk melakukan tugas operasi intelijen tempur, yang turun terlebih dulu, untuk memantau dan mengetahui kondisi dan situasi lapangan sebelum pasukan besar melakukan operasi militer.

***

Lara berlari kecil memasuki bank di mana dia bekerja. Sudah telat sepuluh menit dari jam makan siangnya. Ia mengangguk ramah membalas sapaan satpam yang dilewati di depan pintu masuk.

Di dalam ruang credit department ternyata sudah ada Alex yang sama-sama bertugas di bagian analisis kredit.

"Thank's ya Lex," ujar Lara sambil mengambil alih surat-surat pengajuan kredit.

"Susah kalau orang sedang jatuh cinta, sampai lupa waktu."

"Eh, ibu Santi belum datang ya?" tukas Lara mengalihkan pembicaraan.

"Kelamaan nunggu Ibu Persit! Jadi sudah pulang. Katanya nanti besok kembali lagi. Soalnya ada keperluan mendadak. Tuh formulirnya udah ditanda tangan." Mata teduh milik Lara membesar menatap Alex dengan tatapan penuh ancaman. Memanggilnya dengan ibu Persit.

"What ?! Ada yang salah dengan kata-kataku?" Alex mengangkat bahunya dengan kedua tangan menengadah berlagak bloon.

Alex, lelaki 27 tahun itu merupakan rekan kerja Lara juga sahabat dari Rey. Bahkan lebih dari itu mereka adalah team, yang tanpa sepengetahuan Lara, dan orang-orang di lingkungannya. Mereka hanya tahu jika Alex dulu memang seorang anggota Kopassus tapi sudah dipecat karena suatu kasus, di mana kasus itu hanya merupakan rekayasa dari komando tertinggi agar penyamaran Alex meyakinkan.

Alex sebenarnya juga salah satu Anggota Kopassus bagian intelijen, yang sedang menjalankan misinya dengan menyamar sebagai pegawai bank, untuk melakukan penyelidikan kasus pencucian uang dan perdagangan senjata.

Dengan perawakan yang juga tinggi tegap, yang tak kalah gantengnya dari Rey. Sejak dulu telah jatuh cinta dengan Lara, malah pernah mengungkapkan perasaannya, tapi ditolak. Rasa cinta pada Lara tidak pernah bisa hilang, walau telah mencoba menghilangkan perasaan itu dengan melabuhkan cintanya pada gadis lain.

Di liriknya gadis cantik yang sedang serius menekuni lembaran kertas di depannya.

Alex menghempaskan tubuhnya di depan Lara.

"Nih !" Alex menyodorkan handphonenya.

"Apa? aku lagi sibuk!"

"Acara lamaran kalian tadi tranding topik."

"What?!' Lara terkejut, lalu cepat-cepat digesernya layar ponsel Alex.

Lara, mengamati dengan seksama, Vidio dan fotonya bersama Rey ada di media sosial, namun yang terlihat hanya punggung Rey saja. Hal itu yang Lara takutkan, dia sudah tahu bagaimana tugas Rey, takut wajah kekasihnya menjadi familiar di mata orang.

Namun yang dikuatirkan tidak mungkin terjadi karena wajah Rey tidak nampak jelas. Pemilik akun tersebut ternyata salah satu dari Genk cewek yang bertubuh gempal tadi, dalam waktu singkat sudah dua ribu komentar yang menyematkan tagar lamaran.

"Huuff, dunia sekarang gerak dikit aja, semua orang pada tau." Lara kembalikan benda hitam itu tanpa ingin tahu lebih lanjut.

"Yaah ... Kalau mau yang privasi jangan di tempat umum lah," tukas Alex anteng.

"Sudah siap nih jadi ibu Persit?" Yang ditanya cuek saja sambil menekuni tumpukan kertas di depannya.

"Padahal aku masih cinta loh sama kamu, entah sampai kapan rasa ini akan hilang, aku masih berharap kamu trima aku."

Hhaah !

Lara melongoh.

Komen (34)
goodnovel comment avatar
Mood Die
enaknya di cintai 2 cowo ganteng sekaligus tp milih 1 aja ya lara jgn keduanya
goodnovel comment avatar
Gentha Fitria
wehh jujur bgt si lex..semoga km bukan musuh dlm selimut buat rey yy
goodnovel comment avatar
Abdul Majid
kayaknya gak sanggup punya pcr abdi negara
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status