"A-apa maksudmu?" Lara menatap nanar ke arah Rey. Udara di sekitarnya tiba-tiba terasa panas, menjalar sampai ke kulit wajahnya, yang mendadak terasa kaku.
Lara menyeruputice lychee tea menandasnya sampai habis, demi membasahi jalur di lehernya yang tiba-tiba terasa kering.Rey tersenyum penuh arti, melihat perubahan di wajah Lara."Aku seorang prajurit ... otomatis ... kesetiaanku yang paling utama untuk NKRI." ujar Rey sambil terkekeh. Lara memberengut sambil mencubit lengan Rey.Suasana restoran tiba-tiba riuh kembali."Ohhh ... my soldier, jadikan aku yang ketiga, aku rela," celetuk salah satu cewek bertubuh gempal, dari ke empat cewek yang duduk di meja seberang. Suaranya dibuat-buat seimut mungkin sambil tangannya memegang kedua pipinya. Suara ngakak pecah di antara mereka."Eh ... ngehalu aja lo, nyadar dong. Jadiin yang ke seribu juga babang soldier-nya, yang nggak rela," tukas seorang temannya, sambil menower jidat gadis gempal itu."Body lu aja seperti kasur lipat gitu.," sambungnya lagi."Ehh ... jangan salah, kasur lipat gini kalau dibawa ke hutan lebih praktis buat ditidurin.""Ngapain juga ke hutan?""Lah ... kan babang soldiernya kalau tugas kebanyakan ke hutan.""Emang sih ... lebih praktis kalau dibawa ke hutan.""Naaahhhh itu Lo tau.""Buat ditidurin gorila," lanjut si cepak, sontak teman-temannya ngakak berjamaah.Lara dan Rey senyam-senyum melihat tingkah geng cewek yang absur."Memangnya apa yang kamu pikirkan, saat aku bilang kamu yang kedua?" goda Rey sambil merapikan anakan rambut Lara yang menutupi wajah imut itu."Menyebalkan, bikin sport jantung, tau nggak!" Lara mencubit lengan Rey lagi. Yang dicubit pura-pura meringis kesakitan."Lho bukannya memang benar, apa yang aku katakan?" Tarikan di sudut matanya menandakan, jika lelaki itu sedang tersenyum dibalik maskernya."Kamu pasti sudah tau konsekuensinya menjadi istri seorang prajurit. Menjadi yang kedua setelah ibu Pertiwi, siap ditinggal sewaktu-waktu," ujar Rey serius."Kepada Ibu Pertiwi aja aku setia, apalagi kepada seorang Lara Angeswari," lanjut lelaki yang bergaris wajah tegas nan kharisma itu."Setelah kita menikah aku tidak bisa seperti suami kebanyakan, yang bisa hadir selalu di rumah. Tidak bisa selalu menemani malam-malammu, tapi di mana pun aku melangkah, aku akan tetap setia. Aku harap kamu juga akan selalu setia, bisa menjaga dirimu, bisa juga menjaga nama yang kamu sandang sebagai ibu Persit nanti," Rey berkata dengan serius."So sweet ... aku pasti akan selalu setia." Lara tanpa malu meraih lengan Rey lalu memeluknya. Lelaki yang dulu, awal ketemu sempat membuatnya takut, tetapi terpesona dalam diamnya. Wajah yang tidak pernah senyum, dengan tatapan mengintimidasi. Bicara juga seperlunya saja, tapi begitu mengenal lebih dalam, membuat Lara jatuh cinta setengah mati dengan pribadi Rey. Selain penyayang, Rey sangat pengertian dan romantis.Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel. Rey mengeluarkan benda pipih itu dari sakunya, melihat layarnya sejenak lalu dengan segera meletakkan benda pipih itu di telinganya."Siap! Saya akan segera kembali," kata Rey sambil menatap perubahan di wajah Lara. Lagi-lagi ia mengecewakan Lara, harus pergi saat mereka belum puas melepas rindu."Sayang aku harus segera balik ke markas," ujar Rey lalu meletakkan sejumlah uang di atas meja untuk membayar pesanan mereka. Mengecup puncak kepala Lara. Hendak berlalu, tak tega menatap wajah imut itu berlama-lama, hati tak rela untuk meninggalkannya lagi. Lara dengan segera memegang tangan Rey."Kamu harus kembali sekarang?" Lara menatap kedua manik mata Rey, berharap Rey bisa bertahan sejenak. Ada rasa yang tak rela jika Rey harus pergi, rasanya baru sebentar mereka bersama.Rey mengusap tangan itu lembut, mengelus pipi mulus itu sambil menggangukkan kepalanya. Menatap dalam pada manik itu, tatapan tak rela ada kerinduan yang tak pernah tertuntaskan, tapi demi tugas negara harus dilakukan. Lara mengangguk pasrah, menatap punggung gagah itu sampai menghilang di balik pintu restoran.Sudah menjadi hal yang biasa bagi Lara, selama menjalin hubungan dengan Rey menjelang tiga tahun. Rey selalu tiba-tiba harus pergi lagi, begitu ada panggilan mendadak. Ada yang terasa hilang saat Lara merasa belum puas menikmati kebersamaan mereka.Rey tergabung dalam group 3, sandy Yudha yang merupakan pasukan elite di jajaran TNI AD. Personil intelijen yang kerap menjalankan misi-misi khusus dan rahasia. Sering diterjunkan untuk melakukan tugas operasi intelijen tempur, yang turun terlebih dulu, untuk memantau dan mengetahui kondisi dan situasi lapangan sebelum pasukan besar melakukan operasi militer.***Lara berlari kecil memasuki bank di mana dia bekerja. Sudah telat sepuluh menit dari jam makan siangnya. Ia mengangguk ramah membalas sapaan satpam yang dilewati di depan pintu masuk.Di dalam ruang credit department ternyata sudah ada Alex yang sama-sama bertugas di bagian analisis kredit."Thank's ya Lex," ujar Lara sambil mengambil alih surat-surat pengajuan kredit."Susah kalau orang sedang jatuh cinta, sampai lupa waktu.""Eh, ibu Santi belum datang ya?" tukas Lara mengalihkan pembicaraan."Kelamaan nunggu Ibu Persit! Jadi sudah pulang. Katanya nanti besok kembali lagi. Soalnya ada keperluan mendadak. Tuh formulirnya udah ditanda tangan." Mata teduh milik Lara membesar menatap Alex dengan tatapan penuh ancaman. Memanggilnya dengan ibu Persit."What ?! Ada yang salah dengan kata-kataku?" Alex mengangkat bahunya dengan kedua tangan menengadah berlagak bloon.Alex, lelaki 27 tahun itu merupakan rekan kerja Lara juga sahabat dari Rey. Bahkan lebih dari itu mereka adalah team, yang tanpa sepengetahuan Lara, dan orang-orang di lingkungannya. Mereka hanya tahu jika Alex dulu memang seorang anggota Kopassus tapi sudah dipecat karena suatu kasus, di mana kasus itu hanya merupakan rekayasa dari komando tertinggi agar penyamaran Alex meyakinkan.Alex sebenarnya juga salah satu Anggota Kopassus bagian intelijen, yang sedang menjalankan misinya dengan menyamar sebagai pegawai bank, untuk melakukan penyelidikan kasus pencucian uang dan perdagangan senjata.Dengan perawakan yang juga tinggi tegap, yang tak kalah gantengnya dari Rey. Sejak dulu telah jatuh cinta dengan Lara, malah pernah mengungkapkan perasaannya, tapi ditolak. Rasa cinta pada Lara tidak pernah bisa hilang, walau telah mencoba menghilangkan perasaan itu dengan melabuhkan cintanya pada gadis lain.Di liriknya gadis cantik yang sedang serius menekuni lembaran kertas di depannya.Alex menghempaskan tubuhnya di depan Lara."Nih !" Alex menyodorkan handphonenya."Apa? aku lagi sibuk!""Acara lamaran kalian tadi tranding topik.""What?!' Lara terkejut, lalu cepat-cepat digesernya layar ponsel Alex.Lara, mengamati dengan seksama, Vidio dan fotonya bersama Rey ada di media sosial, namun yang terlihat hanya punggung Rey saja. Hal itu yang Lara takutkan, dia sudah tahu bagaimana tugas Rey, takut wajah kekasihnya menjadi familiar di mata orang.Namun yang dikuatirkan tidak mungkin terjadi karena wajah Rey tidak nampak jelas. Pemilik akun tersebut ternyata salah satu dari Genk cewek yang bertubuh gempal tadi, dalam waktu singkat sudah dua ribu komentar yang menyematkan tagar lamaran."Huuff, dunia sekarang gerak dikit aja, semua orang pada tau." Lara kembalikan benda hitam itu tanpa ingin tahu lebih lanjut."Yaah ... Kalau mau yang privasi jangan di tempat umum lah," tukas Alex anteng."Sudah siap nih jadi ibu Persit?" Yang ditanya cuek saja sambil menekuni tumpukan kertas di depannya."Padahal aku masih cinta loh sama kamu, entah sampai kapan rasa ini akan hilang, aku masih berharap kamu trima aku."Hhaah !Lara melongoh.Hengky memencet nomor yang ditujunya, hendak melakukan panggilan kepada seseorang yang sangat penting baginya. Orang yang saat ini menjadi satu-satunya orang kepercayaannya, yang akan menyelamatkan dirinya dan keluarganya.[Bagaimana keadaannya? Apakah dia sudah melewati masa kritisnya?] tanya Hengky pada seseorang di seberang sana dengan raut kuatir.[Sudah tuan Hengky. Masa kritisnya telah lewat cuma sampai saat ini belum sadarkan diri.][Tidak mengapa, yang terpenting dia sudah melewati masa kritisnya. Lakukan pelayanan yang terbaik. Apapun itu, lakukanlah saya tidak ingin kehilangan dia.][Bagaimana jika dia siuman dan ingin kembali lagi ke Indonesia?][Saya tidak ingin dia kembali lagi ke sini. Jika kita tidak menyelamatkan dia, tentu saja saat ini dia sudah tiada. Mereka semua pengkhianat, karna itu kedua orang tuanya tiada. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.][Dia orang yang berdedikasi pasti akan kembali pada negara dan keluarganya.][Kamu tidak usah kuatir, ha
"Aku punya rahasia," bisik Lara.Alis tebal Alex tertaut, dengan wajah penuh tanya."Kamu ingin tau?"Alex mengganguk ragu."Mereka akan mengambil anak-anakku," bisik Lara tepat di telinga Alex."Jika aku bersedih mereka akan mengambil anak-anakku," ulang Lara dengan wajah serius."Jangan bilang-bilang sama mereka jika aku hanya berpura-pura bahagia, agar mereka tidak mengambil anak-anakku.""Janji kamu tidak akan memberitahu siapapun ya?"Alex mengganguk seperti orang kehilangan akal. Dengan mata lekat pada dua netra bening yang berselimut duka."Mereka siapa?""Dokter dan suster.""Dokter dan suster?""Ssttt ... jangan keras-keras, nanti kedengaran." Mata Lara melebar dengan telunjuk di bibirnya, seolah pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh ada yang mendengarnya. Dengan mata melirik kiri kanan, kuatir ada orang lain di sekitar mereka.Alex menegakkan badannya bersandar di kursi, mengurut-ngurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Dia bingung dengan tingkah Lara yang ambigu,
"A-apa ini kamu, Bang?" tanya Alex sangsi, ketika melihat tubuh yang terbujur kaku dengan seragam kebanggaannya.Saat ini Alex sedang berdiri di depan peti jenasah, yang telah berada di rumah Lara. Baru saja ibadah penutupan untuk selanjutnya akan mengantar jenasah menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.Alex yang penasaran mencoba membuka penutup benda yang terbuat dari kayu jati itu dengan ukiran di tiap sisinya. Namun tidak bisa, memang sudah didesain demikian agar tidak lagi bisa terbuka, harus membuka memakai kunci khusus. Alex hanya dapat melihat tanpa menyentuhnya, penutupnya terdiri dari dua lapisan. lapisan teratas terbuat dari kayu yang melindungi lapisan bawahnya yang terbuat dari kaca tapi hanya sebagian saja, dari batas dada ke atas kepala."I-ini bukan kamu, Bang! Aku tau ini bukan kamu." Alex menggeleng tak percaya, karena wajah itu tak dikenalinya. Sudah tak utuh, dan ada perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mungkin untuk menutupi agar terlihat lebih baik
Metha berdiri berusaha menenangkan putrinya, namun kedua kakinya pun melemah, hingga sempoyongan, mencengkram piggiran ranjang. Bibi Sri panik, cepat-cepat membantu Metha."Maaass, sakiiit!" lengking Lara dengan kedua tangan masih memegang perutnya, wajahnya terlihat menahan kesakitan yang luar biasa."Dokter, suster!" teriak Bi Sri sekuat-kuatnya, tidak peduli jika itu akan mengganggu pasien lainnya. Memperbaiki duduk Metha lalu menuju tombol menekannya berulang-ulang. Kembali menahan tubuh Metha jangan sampai terjatuh. Metha berusaha mempertahankan dirinya sendiri, kesadarannya hampir hilang, namun kekuatiran pada putrinya membuatnya berusaha untuk tetap sadar."Tolong!"Merasa tidak ada yang mendengar, Bi Sri berlari menuju pintu."Tolooong. Dokter, Suster!"Suara Bi Sri menggema di koridor yang sunyi itu. Memancing gerakan dari orang sekitarnya yang langsung keluar dari ruangan masing-masing. Beberapa orang sudah menuju ruangan Lara lalu berusaha menenangkan Lara dan Metha. Seba
Lara terbangun, melirik ke arah Metha dan kedua kakak perempuannya di samping. Dia tidak tahu jika ayahnya dan Alex sudah menuju bandara untuk penyambutan dan penyerahan jenasah. Sebentar kedua kakaknya akan ikut serta juga, tentunya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Lara."Mi, apa belum dapat ponsel Dedek, Mi?" tanya Lara pada Metha yang sedang sibuk menyiapkan sarapannya.Metha menjadi panik mendapat pertanyaan seperti itu lagi dari Lara. Sebelumnya mereka selalu beralasan jika ponselnya belum ditemukan. Sekarang akan tampak mencurigakan bila mengatakan hal itu lagi. Alex sudah menyarankan jika sebaiknya ponselnya diberikan. Sama juga, jika Lara hubungi suaminya, tidak akan tersambung, karena sejak hari itu ponsel Rey tidak aktif lagi.Metha melirik pada kedua saudara Lara yang juga tampak bingung. Kebohongan apalagi yang harus mereka buat untuk menutupi semua itu."Sebentar, Bik Sri akan bawakan, katanya sudah ketemu Dek." Metha mengambil ponselnya, mengirim pesan untuk Bi S
Kenapa kamu mencintaiku," tanya Alex tiba-tiba.Tari menoleh ke arah Alex dengan mimik heran. Tidak biasanya Alex menanyakan hal itu."Kenapa aku mencintaimu?" Tari mengulangi pertanyaan Alex."Iya, kenapa kamu mencintaiku?""A-aku ... apa aku harus menjawabnya?""Aku bertanya karna ingin mendengar jawabannya,tentu saja kamu harus menjawabnya.""Aku .... "Alex mengangkat keningnya menanti jawaban Tari. Tatapannya menghanyutkan. Semua wanita yang melihatnya akan terhanyut dalam pesonanya. Satu-satunya wanita yang tidak terseret dalam arusnya hanya Lara, karena dia telah memiliki Rey. Namun kini Rey telah pergi, menciptakan ketakutan tersendiri bagi Tari."Karena sejak awal aku menyukaimu. Semakin hari semakin dalam, bukan sekedar menyukai ... tapi sudah sangat mencintaimu, dan ... hatiku tidak bisa berpaling pada yang lain." Kedua pasang netra mereka saling memindai."Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?" lanjut Tari.Alex berjalan mendekat. Serta merta membawa Tari dalam p