Rey dan Alex merupakan Prajurit Kopassus jebolan Inteligen. Persahabatan yang terjalin dari kecil hingga dewasa membuat mereka seperti saudara berbagi dalam suka dan duka. Siapa sangka, mereka mencintai gadis yang sama. Hingga takdir mempermainkan mereka. Berkorban demi negara, juga berkorban demi cinta pada gadis yang sama. Pada akhirnya, siapakah yang akan menjadi pemenangnya, cinta kah atau persahabatan?
Lihat lebih banyak[Mereka?] ulang Rey.Roman kaget Lara mengendur, tadinya dia memang mau memberitahu kabar itu, tapi menjadi lupa saat melihat wajah Rey. Lara tersenyum. Sengaja menggantung suaminya biar semakin penasaran[Dek!][Ada yang mau aku kasih tau sama, Mas.][Ya, udah kasih tau aja, Dek.][Kasih tau nggak ya?] ucap Lara dengan nada jenaka.[Kok malah gitu sih, Dek?][Kasih tau ... Jangan ... Kasih tau ... Jangan ....] Lara mengerling nakal sambil menghitung jari tangannya[Dek, masa gitu sih, bikin Mas penasaran. Ayo kasih tau.] Rey sudah dapat menebak jawaban Lara tapi masih tidak yakin jika belum mendengar sendiri dari mulut istrinya.[Emang sengaja, biar Mas penasaran,] ledek Lara.[Jangan gitulah, masa ngerjain suami sendiri.][Mas juga suka ngerjain aku kok,] bela Lara, rasanya puas membuat suaminya semakin penasaran.[Yah, memang Mas harus ngerjain kamu, kalo nggak mana bisa perut kamu berisi, Dek.][Nah itu, mulaikan ngerjain aku.]Rey terkekeh, tapi masih menuntut jawaban Lara.
Lima bulan berlalu ....Rey baru saja turun dari tempat tugasnya yang berada di balik puncak pegunungan, di tempat tugas keduanya tidak ada signal sehingga hanya sesekali Rey berjalan berkilo meter menuju puncak pegunungan hanya untuk mencari signal, terkadang dengan motor jika memang sedang tidak digunakan, hanya demi melihat wajah istrinya sesekali. Tak lupa selalu meminta foto Lara sebelum mereka mengakhiri VC, hanya foto-foto itu yang mengobati kerinduannya. Rey menatap foto Lara berulang-ulang. Tampak dalam layar itu Lara tampil dengan dress satin pastel pink, kombinasi dengan kain tulle. Menampilkan perutnya yang bulat membesar, tubuhnya tampak lebih berisi, dengan pipi chubby, rambutnya tergerai indah. Rey menggeser layarnya sampai foto berikutnya, sesekali senyum terkembang di bibirnya. Ada beberapa foto exclusive dari ahlinya, dan juga beberapa foto hasil jepretan Lara sendiri. Keningnya mengerut, ada tanya yang hinggap di benaknya, baginya perut Lara terlalu besar, atau h
Sambil tiarap Rey mundur dengan kecepatan maximal, sebelum para pemberontak menemukannya. Dia tidak bisa menghadang musuh lagi. Mereka menjadi lebih liar dan anarkis setelah salah seorang dari mereka merenggang nyawa. Hentakan kaki yang serempak, serta suara teriakkan bersahutan dengan bahasa yang tak di mengerti oleh Rey, meluapkan amarah mereka. Suasana terlihat dan terdengar begitu mencekam saat suara mereka memantul dan menggema, di hutan belantara itu. Rey berguling menuju jurang curam, hanya itu satu-satunya jalan jika dia ingin lolos dari musuh. Jurang yang cukup dalam, lumayan bisa membuat tubuhnya terluka parah bahkan kehilangan nyawa jika dia membuang diri ke sana.Matanya mengedar mencari alternatif lain, tidak ada! Satu-satunya jalan hanya jurang itu. Rey merayap turun melewati belukar yang bergelantungan. Hanya dia seorang diri di situ, menghadang para musuh agar anak buahnya menuju ke dalam hutan. Dia yang memerintah mereka pergi, untuk secepatnya menolong rekan yang t
Hari masih subuh ketika Rey dan rekan-rekannya dan beberapa keluarga dari korban terlihat sibuk. Rey membantu mengangkat dua korban yang terluka, bersama seorang rekannya. Hanya menggunakan tandu yang dibuat dari kayu. Seadaanya, karena logistik dan barang yang dibutuhkan lainnya belum bisa diantar terkait medan yang tidak memungkinkan saat hujan, untuk alternatif udara juga tidak bisa karena tidak ada tempat datar yang bisa dijadikan helipad untuk helikopter mendarat. Lokasi itu berada dalam radius enam km di titik rawan yang berdekatan dengan basis para pemberontak. Tempat di mana pasukan Rey mendarat pertama kalinya untuk datang ke lokasi tugas mereka sekarang, butuh persiapan yang matang tentunya, jika mereka mau menggunakan alternatif udara.Mereka memilih menggunakan trek daripada mobil belakang terbuka, trek lebih menjamin keselamatan setidaknya lebih terlindungi jika mereka memang harus bentrok dengan pemberontak.Mereka bergerak cepat sebelum fajar menyising dua korban
Lara kembali melirik ponselnya yang teronggok di atas ranjang. Dia menanti kabar dari suaminya. Tadi Rey mematikan sepihak tanpa pamit. Lara yakin jika telah terjadi sesuatu, dari suara yang terdengar sebelumnya. Perasaannya berkecamuk, rasa takut membuat tubuhnya menggigil tanpa disadarinya. Hawa dingin menyergapnya."Tuhan lindungilah suamiku, lindungilah ayah dari anakku, Tuhan," ratap Lara dengan bibir bergetar, tangannya pun gemetar mencoba meraih ponselnya.Terbayang dengan jelas di benak Lara, suara dan latar yang bergoyang menampilkan objek yang tak jelas, dengan bunyi derap sepatu Rey dan rekan-rekannya. Hal itu menciptakan ketakutan tersendiri baginya. Perutnya terasa melilit tiba-tiba, tak hanya itu kepalanya juga berdenyut nyeri. Setengah terhuyung Lara meraih segelas air di atas nakash, meneguknya hingga habis."Mas." Rasa kuatir merajamnya."Tuhan, kenapa perasaan ini menjadi begitu tak nyaman, apa kamu baik-baik saja Mas?" gumam Lara terbata.Sementara itu, terjadi pert
Rey telah berada di tempat Satgasnya setelah melewati perjalanan panjang dengan KRI yang memuat 500 personil dan logistik yang dibutuhkan.Sudah seminggu Rey belum sempat melakukan VC dengan Lara. Hanya mengirim chat jika dia telah berada di daerah yang menjadi tempat tugasnya. Dia langsung melakukan misinya untuk melacak keberadaan lokasi para penyelundup senjata yang diberitahukan oleh Hengky juga membantu mengevakuasi para korban dari titik konflik, sehingga tidak ada waktu baginya untuk sekedar menelpon istrinya.Malam menjelang ketika Rey melakukan panggilan pertamanya di tempat yang baru seminggu ditinggali.[Maasss!] Lara menjerit begitu melihat wajah Rey.[Mas keterlaluan sekali masa baru call aku sekarang Mas!]Rey menatap haru, semua letihnya lenyap seketika. Mendengar suara wanita kesayangannya itu, sudah cukup mengobati kerinduannya.[Apa kabar, Dek? Gimana keadaanmu, bagaimana anak kita?] balas Rey dengan lembut, dengan tatapan penuh kerinduan.Lara termangu.[Ba-baik Mas,
Rey memijit-mijit tengkuk istrinya, sudah dua hari belakangan Lara mengalami morning sicknees parah. "Dek, udah?" tanya Rey dengan wajah kuatir dan kasihan.Lara mengangguk lemah, wajahnya pucat, dan kuyu. Dengan berjalan tertatih sambil memegang perutnya yang teraduk-aduk, di tuntun oleh Rey ke ranjang."Apa kamu opname di rumah sakit aja ya, Mas kuatir sama kamu.""Jangan Mas, aku lebih nyaman di rumah, nggak suka bau obat."Rey menghela napasnya sambil menyatukan rambut Lara dan mengikatnya."Maafin Mas, karna Mas kamu jadi begini.""Kok maaf sih?" Kening Lara Mengeryit, wajah bersalah Rey tergambar dengan jelas. "Demi hamil anak Mas kamu sampai lemas gini tiap hari.""Hal yang wajar Mas, kakak dulu juga seperti gini. Aku suka kok, aku bahagia, jika dikasih sepuluh pun aku nggak nolak," ujar Lara berusaha menunjukkan pada Rey jika dia baik-baik saja.Rey mengacak-ngacak rambut Lara dengan haru."Kalo lihat kamu seperti gini, Mas jadi nggak tega, Dek." Rey ikut duduk di tepi ran
"Mas." Lara menyerahkan hasil testnya, dengan raut sedih. Kening Rey mengerut melihat hasilnya."Ini maksudnya gimana, Dek?" tanya Rey sambil membolak-balik benda itu, lalu kembali mengamati garis merah yang tertera."Garis satu, artinya negatif Mas," suara Lara parau."Ini satu apa dua, Dek?" tanya Rey lagi, kerutan di dahinya semakin dalam."Sepertinya satu Mas, tuh yang paling jelas hanya satu.""Satu yah? Kok seperti dua gitu, kalo samar gitu bukan ya? Tapi ya udah nggak papa juga jika belum." Hibur Rey yang melihat kesedihan di wajah Lara. Rey menjadi kalang kabut ketika Lara tiba-tiba menangis, tangisannya semakin menjadi."Nggak papa kok Dek, kenapa sampai sedih gitu?" tanya Rey heran."Kemarin Mas sudah seneng banget, padahal hanya Zonk." Lara terisak sambil menutup wajah dengan kedua tangannya."Beneran nggak papa kok, kenapa harus sampai nangis gitu?""Aku sedih sekali, Mas." tangis Lara belum juga reda."Kenapa harus sedih sampai nangis segala, Dek, itu bukan kemauan kita
Rey dengan cepat membopong tubuh Lara menuju kamar, setelah membersihkan mulut dan wajahnya."Udah masuk angin itu, Dek. Ntar, Mas bikinin teh hangat dulu."Bergegas ke dapur dengan was-was karena meninggalkan istrinya sendiri, tidak sampai lima menit sudah kembali dengan segelas teh manis."Habisin, Dek." "Mas ...." Lara terlihat jika ingin mengucapkan sesuatu tapi tidak ada kata yang keluar, isi perutnya bergejolak, matanya berair juga liurnya meningkat."Yah?" Rey menanti. "Minum dulu." Dia mendekatkan gelas ke mulut istrinya, yang diteguknya hingga setengah."Aku seperti nggak bisa cium aroma masakan Mas, jadi eneg, tadi di kantor juga begitu. Mual terus." Lara menggeleng saat terbayang makanan dengan aroma yang seakan masih lekat di rongga penciumannya."Udah Mas bilang jangan telat makan sedikitpun, riwayat lambung nggak bisa sembarangan Dek, selama lambungnya dijaga kamu baik-baik saja, jangan terlalu banyak mikir juga." Masih mengelus pundak Lara mengusir rasa yang membuatn
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.