Home / Romansa / Pengorbanan Cinta Sang Letnan / Bab 7. Bersama semalaman

Share

Bab 7. Bersama semalaman

Author: Uci Lurum
last update Last Updated: 2023-11-23 05:19:02

"Malam ini kamu milikku sayang."

"Maas ...." suara Lara tercekat dengan nafas tersengal, dadanya turun naik. Napasnya seperti terhenti saat Rey mengukungnya. Selama pacaran baru kali ini mereka seranjang.

"Mas ingin menghabiskan malam ini dengan kamu sayang."

Tubuh Lara gemetar. Rey memposisikan Kedua tangan menopang tubuhnya. Sebelah tangannya mengusap wajah Lara, memyimpirkan anak rambut yang jatuh di dahi, perlahan mengecup dahi itu dengan kelembutan.

"Mas sangat menyayangimu, tiap saat yang terbayang hanya wajahmu ..." ujung jarinya menyusuri setiap lekukan wajah Lara.

Lara terpejam, dadanya seakan mau meledak merasakan sensasi yang baru dirasakannya. Kulitnya tiba-tiba menjadi sangat sensitif.

"Jagalah dirimu selama aku pergi. Jangan pernah singkirkan Mas dari hatimu." kata-kata Rey terdengar begitu lembut dan menghanyutkan.

Rey menunduk menyusuri wajah Lara dengan kecupannya. Sesaat terhenti menatap kembali kedua mata yang terpejam, yang terlihat sedang mengigit bibirnya, hingga semakin memerah.

Perlahan Rey semakin mendekatkan wajahnya, hidung mancung keduanya sempat berbenturan, memiringkan kepalanya lalu menyatukan kedua benda kenyal itu.

Dikulum dan disesapnya dalam-dalam. Lara membalasnya, mereka semakin larut dalam permainan mereka.

Lara menggeliat saat merasakan lidah basah Rey yang hangat di kulit lehernya. Detakan jantungnya berpacu lebih cepat, napasnya tertahan, begitu sulit baginya untuk bernapas. Seluruh kulitnya terasa memanas baru pernah merasakan sensasi yang begitu aneh tapi membuatnya merasa melayang.

Rey menyesap meninggalkan jejak di sana. Turun hingga ke dadanya, tangannya mulai bergerilya pada sesuatu dibalik baju Lara.

"Maass .... " suara Lara parau hampir tak terdengar. Rey melepas pagutannya menatap kedua netra di bawah kungkungannya. Gadis itu menatap wajah lelakinya yang tak seperti biasanya.

Dapat Lara rasakan Hembusan napas Rey terasa hangat membelai wajahnya.

Rey kembali memulai aksinya. Mereka semakin terbakar oleh gelora yang mereka ciptakan, namun tiba-tiba Rey menggulingkan tubuhnya ke samping, saat merasakan hasratnya menuntut lebih.

"Huhh," dihempaskan udara yang menyesakkan, dadanya turun naik dengan deru napas yang tersengal-sengal.

Perlahan menoleh ke samping menatap gadis yang begitu disayanginya, sedang terpejam. Dapat didengar deru napas gadis itu. Rey menggenggam tangannya.

"Aku akan tetap menjagamu, tak akan mas lukai harga dirimu dengan melakukan hal yang tak pantas padamu. Maaf ... tadi hampir hilang kendali." Dikecupnya jemari dalam genggaman tangannya.

Lara mengeratkan genggaman, namun jemari-jemari itu seperti tak berdaya seperti jely, tak memiliki kekuatan apa apa. Bukan hanya jemarinya saja seluruh tubuhnya terasa tak bertulang. Memalingkan wajahnya memberikan senyum yang paling indah pada lelaki yang begitu dicintainya.

"Mas boleh mandi?"

"Nngg?"

"Gerah, Mas boleh mandi?" Rey ingin memadamkan hasrat yang sudah membangkitkan sesuatu di dalam dirinya.

Lara menggangguk, dengan segera Rey menuju kamar mandi yang berada dalam kamar itu. Melepas semua benang yang melekat pada tubuhnya.

Rey menengadah di bawah kucuran air, tubuhnya yang terasa memanas karena gairah seketika terasa sejuk. Memadamkan gelora yang sejak tadi membakarnya. Ketukan di pintu terdengar, di saat bersamaan Rey sudah selesai mandi.

"Mas ..."

"Yah?"

"Handuknya."

"Ada kok, ini udah mas pakai," bisik Rey dari dalam takut kedengaran dari luar kamar.

"Itu bekas pakaiku mas, pake yang baru ini aja."

Ceklek ...

Pintu terbuka

Kedua mata Lara membola, terpana, mematung dengan hatinya berdesir hebat menatap Rey yang setengah telanjang. Tubuh bagian atasnya terekspos, hanya memakai celana yang tadi.

Tubuh yang sempurna, dada yang bidang dengan petakan otot yang terlihat menonjol di kulit perut Rey yang putih. Terlihat kekar dan menggoda.

Dengan cepat Lara memalingkan wajahnya, kulit wajahnya terasa memanas.

"I-ini handuknya," kata Lara terbata sambil mengulurkan handuk dengan wajahnya terpaling.

"Mas suka yang ini, wangi tubuhmu ada d sini," ujar Rey sambil mengeringkan kepalanya, lalu mencium dan menyesap aroma dari handuk itu dalam-dalam dengan mata terpejam.

"Hey, kenapa?" Rey mengangkat wajah Lara yang tertunduk.

"A-aku tidak terbiasa melihat Mas seperti ini."

Rey mendekat langsung memeluknya, jantung Lara berdegub kencang, kulit tubuh Rey terasa dingin menempel di wajahnya.

"Ayo kita tidur."

Dengan mudahnya Rey membawa Lara dalam gendongannya, perlahan membaringkan tubuh itu. Sangat hati-hati seolah-olah takut tubuh itu terluka jika terlalu kuat melepasnya. Lara menggeser tubuhnya agak menjauh, merasa kikuk. Rey menarik pinggang ramping itu, lalu membawa dalam dekapannya.

"Tidurlah sayang, Mas ingin memelukmu semalaman."

Dapat Lara rasakan degup jantung Rey, saat wajahnya menempel pada dada bidang itu. Terasa sejuk dan nyaman.

"Apa mas sering begini dengan orang lain?' lara mendongak menatap Rey.

"Tidak pernah, baru dengan kamu aja sayang.".

"Benar?"

Rey mengganguk.

"Apa Mas tidak menginginkan perempuan lain, saat kita jauh?'

"Apa kamu bisa dengan lelaki lain?" Rey balik bertanya.

Lara meggeleng.

"Seperti itu juga Mas, tidak ingin berbagi dengan orang lain, karena mas tidak punya perasaan apa pun. Semua rasa itu sudah kamu ambil sayang. Bagaimana bisa bersama perempuan lain, jika hati mas hanya tertuju untuk dirimu."

Mereka terdiam saling meresapi kebersamaan.

"Menikahlah dengan Mas. Mas ingin menghabiskan malam-malam Mas denganmu." Rey membelai rambut kekasihnya itu, diusap dengan kelembutan.

"Hadapilah rasa takutmu, belajarlah untuk siapkan hatimu. Jika suatu saat nanti mungkin Mas tidak akan pernah kembali, siapkan hatimu untuk segala kemungkinan."

Lara menggelengkan kepalanya sambil melingkarkan tangannya di tubuh Rey.

"Jangan katakan hal seperti itu. Aku takut, Mas." Suara Lara lirih mulai terisak.

"Sebagai seorang istri prajurit kamu harus siap dengan segala kemungkinan. Kamu harus kuat, harus tangguh."

"Menikahlah denganku, apa kamu tidak ingin hidup bersama dengan Mas? Jika suatu saat terjadi sesuatu dengan Mas, setidaknya Mas tidak akan menyesalinya, karena sudah mengukir kisah-kisah indah bersamamu. Sudah ada kenangan yang kita ciptakan."

Lagi-lagi Lara menggeleng mengusir pikiran buruk dari benaknya. Mengeratkan pelukannya. Dia begitu rapuh setiap kali membayangkan hal buruk. Hal itu yang membuatnya takut untuk menikah dengan Rey. Rasa takut yang begitu besar mengalahkan logikanya.

"Jika suatu hari nanti, aku tak pernah kembali, carilah kebahagiaanmu sendiri, jangan terlalu meratapi diriku. Aku ingin kamu bahagia walau tanpa aku sekalipun."

"Cukup, Mas! Kenapa mas ucapkan kata-kata seperti itu." Suara Lara membesar, dengan genangan air mata.

"Sssttt." Rey menempelkan telunjuknya di bibir Lara.

"Aku ingin habiskan malam ini denganmu, jangan sampai suaramu menggagalkannya."

Rey mengusap kristal-kristal bening yang meluncur begitu saja.

"Kenapa Mas ucapkan kata-kata seperti itu," ulang Lara parau. Tubuhnya terguncang meredam tangis.

Rey menenggelamkan tubuh itu dalam pelukannya, mengeratkannya. Dapat di rasakan jiwa kekasihnya yang begitu rapuh, menciptakan ketakutan tersendiri bagi dirinya 'Apa yang akan terjadi dengan dirimu, jika suatu saat terjadi sesuatu denganku,' batin Rey.

"Kenapa, Mas berkata seolah-olah Mas tidak akan pernah kembali lagi." Tangis Lara semakin menjadi.

"Karna mungkin baru kali ini kita begini, bisa tidur bersama. Mas, ingin mengajarimu untuk menghadapi ketakutanmu."

Rey menangkup wajah Lara dengan kedua tangannya.

"Mas ingin mengajarimu menjadi istri prajurit yang tangguh, kuat jangan lemah. Segala sesuatu yang terjadi percayalah pada takdir Tuhan."

"Berjanjilah pada mas."

"Janji?"

"Berjanjilah jika suatu saat terjadi sesuatu dengan Mas dan tidak pernah kembali lagi, berjanjilah kamu akan mencari kebahagiaanmu. Mas tidak ingin menjadi sumber kesedihanmu. Sebaliknya apapun yang terjadi jadikan Mas sebagai sumber kebahagiaanmu." suara Rey bergetar, nyatanya dia sendiri pun tak sanggup membayangkan hal yang menyedihkan seperti itu.

"Kenapa seolah-olah Mas tidak akan pernah kembali lagi." Lara tersedu. Mengeratkan pelukannya, menggeleng-gelengkan kepalanya tidak ingin membayangkan hal-hal buruk.

"Segala kemungkinan bisa saja terjadi, tugas Mas kali ini beresiko. Apapun yang terjadi Mas ingin kamu bahagia, apapun keadaannya buatlah dirimu bahagia, dengan begitu Mas juga akan bahagia."

"Apapun yang terjadi aku akan tetap menunggumu, Mas, karena itu kembalilah." Lara menatap Rey lekat.

"Kebahagiaanku hanya ada pada Mas, bagaimana aku akan bahagia jika Mas tidak di sampingku." Kali ini Lara yang menangkup wajah Rey, menciumnya dengan penuh perasaan, ingin rasanya mencurahkan segala rasa cinta pada lelaki di hadapannya.

"Kembalilah dengan selamat, kali ini aku tak akan menolak pinangan Mas. Nikahilah aku." Lara mengecup bibir Rey mesra.

"Jadilah bagian terindah dalam hidupku, Mas."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (44)
goodnovel comment avatar
echadainty
aduh rey ini ya
goodnovel comment avatar
Rostini 216319
moga firasat mu nga bener yah ray
goodnovel comment avatar
Izzatul askarina
ayolah lara hrus sama rey jangan sama yg lainnn
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengorbanan Cinta Sang Letnan   Bab 148. Rencana Hengky

    Hengky memencet nomor yang ditujunya, hendak melakukan panggilan kepada seseorang yang sangat penting baginya. Orang yang saat ini menjadi satu-satunya orang kepercayaannya, yang akan menyelamatkan dirinya dan keluarganya.[Bagaimana keadaannya? Apakah dia sudah melewati masa kritisnya?] tanya Hengky pada seseorang di seberang sana dengan raut kuatir.[Sudah tuan Hengky. Masa kritisnya telah lewat cuma sampai saat ini belum sadarkan diri.][Tidak mengapa, yang terpenting dia sudah melewati masa kritisnya. Lakukan pelayanan yang terbaik. Apapun itu, lakukanlah saya tidak ingin kehilangan dia.][Bagaimana jika dia siuman dan ingin kembali lagi ke Indonesia?][Saya tidak ingin dia kembali lagi ke sini. Jika kita tidak menyelamatkan dia, tentu saja saat ini dia sudah tiada. Mereka semua pengkhianat, karna itu kedua orang tuanya tiada. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.][Dia orang yang berdedikasi pasti akan kembali pada negara dan keluarganya.][Kamu tidak usah kuatir, ha

  • Pengorbanan Cinta Sang Letnan   Bab 147. Cinta Yang Tak Pernah Hilang

    "Aku punya rahasia," bisik Lara.Alis tebal Alex tertaut, dengan wajah penuh tanya."Kamu ingin tau?"Alex mengganguk ragu."Mereka akan mengambil anak-anakku," bisik Lara tepat di telinga Alex."Jika aku bersedih mereka akan mengambil anak-anakku," ulang Lara dengan wajah serius."Jangan bilang-bilang sama mereka jika aku hanya berpura-pura bahagia, agar mereka tidak mengambil anak-anakku.""Janji kamu tidak akan memberitahu siapapun ya?"Alex mengganguk seperti orang kehilangan akal. Dengan mata lekat pada dua netra bening yang berselimut duka."Mereka siapa?""Dokter dan suster.""Dokter dan suster?""Ssttt ... jangan keras-keras, nanti kedengaran." Mata Lara melebar dengan telunjuk di bibirnya, seolah pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh ada yang mendengarnya. Dengan mata melirik kiri kanan, kuatir ada orang lain di sekitar mereka.Alex menegakkan badannya bersandar di kursi, mengurut-ngurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Dia bingung dengan tingkah Lara yang ambigu,

  • Pengorbanan Cinta Sang Letnan   Bab 146. Duka Lara

    "A-apa ini kamu, Bang?" tanya Alex sangsi, ketika melihat tubuh yang terbujur kaku dengan seragam kebanggaannya.Saat ini Alex sedang berdiri di depan peti jenasah, yang telah berada di rumah Lara. Baru saja ibadah penutupan untuk selanjutnya akan mengantar jenasah menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.Alex yang penasaran mencoba membuka penutup benda yang terbuat dari kayu jati itu dengan ukiran di tiap sisinya. Namun tidak bisa, memang sudah didesain demikian agar tidak lagi bisa terbuka, harus membuka memakai kunci khusus. Alex hanya dapat melihat tanpa menyentuhnya, penutupnya terdiri dari dua lapisan. lapisan teratas terbuat dari kayu yang melindungi lapisan bawahnya yang terbuat dari kaca tapi hanya sebagian saja, dari batas dada ke atas kepala."I-ini bukan kamu, Bang! Aku tau ini bukan kamu." Alex menggeleng tak percaya, karena wajah itu tak dikenalinya. Sudah tak utuh, dan ada perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mungkin untuk menutupi agar terlihat lebih baik

  • Pengorbanan Cinta Sang Letnan   Bab 145. Tingkah Aneh Lara

    Metha berdiri berusaha menenangkan putrinya, namun kedua kakinya pun melemah, hingga sempoyongan, mencengkram piggiran ranjang. Bibi Sri panik, cepat-cepat membantu Metha."Maaass, sakiiit!" lengking Lara dengan kedua tangan masih memegang perutnya, wajahnya terlihat menahan kesakitan yang luar biasa."Dokter, suster!" teriak Bi Sri sekuat-kuatnya, tidak peduli jika itu akan mengganggu pasien lainnya. Memperbaiki duduk Metha lalu menuju tombol menekannya berulang-ulang. Kembali menahan tubuh Metha jangan sampai terjatuh. Metha berusaha mempertahankan dirinya sendiri, kesadarannya hampir hilang, namun kekuatiran pada putrinya membuatnya berusaha untuk tetap sadar."Tolong!"Merasa tidak ada yang mendengar, Bi Sri berlari menuju pintu."Tolooong. Dokter, Suster!"Suara Bi Sri menggema di koridor yang sunyi itu. Memancing gerakan dari orang sekitarnya yang langsung keluar dari ruangan masing-masing. Beberapa orang sudah menuju ruangan Lara lalu berusaha menenangkan Lara dan Metha. Seba

  • Pengorbanan Cinta Sang Letnan   Bab 144. Lara Syok

    Lara terbangun, melirik ke arah Metha dan kedua kakak perempuannya di samping. Dia tidak tahu jika ayahnya dan Alex sudah menuju bandara untuk penyambutan dan penyerahan jenasah. Sebentar kedua kakaknya akan ikut serta juga, tentunya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Lara."Mi, apa belum dapat ponsel Dedek, Mi?" tanya Lara pada Metha yang sedang sibuk menyiapkan sarapannya.Metha menjadi panik mendapat pertanyaan seperti itu lagi dari Lara. Sebelumnya mereka selalu beralasan jika ponselnya belum ditemukan. Sekarang akan tampak mencurigakan bila mengatakan hal itu lagi. Alex sudah menyarankan jika sebaiknya ponselnya diberikan. Sama juga, jika Lara hubungi suaminya, tidak akan tersambung, karena sejak hari itu ponsel Rey tidak aktif lagi.Metha melirik pada kedua saudara Lara yang juga tampak bingung. Kebohongan apalagi yang harus mereka buat untuk menutupi semua itu."Sebentar, Bik Sri akan bawakan, katanya sudah ketemu Dek." Metha mengambil ponselnya, mengirim pesan untuk Bi S

  • Pengorbanan Cinta Sang Letnan   Bab 143. Rey?

    Kenapa kamu mencintaiku," tanya Alex tiba-tiba.Tari menoleh ke arah Alex dengan mimik heran. Tidak biasanya Alex menanyakan hal itu."Kenapa aku mencintaimu?" Tari mengulangi pertanyaan Alex."Iya, kenapa kamu mencintaiku?""A-aku ... apa aku harus menjawabnya?""Aku bertanya karna ingin mendengar jawabannya,tentu saja kamu harus menjawabnya.""Aku .... "Alex mengangkat keningnya menanti jawaban Tari. Tatapannya menghanyutkan. Semua wanita yang melihatnya akan terhanyut dalam pesonanya. Satu-satunya wanita yang tidak terseret dalam arusnya hanya Lara, karena dia telah memiliki Rey. Namun kini Rey telah pergi, menciptakan ketakutan tersendiri bagi Tari."Karena sejak awal aku menyukaimu. Semakin hari semakin dalam, bukan sekedar menyukai ... tapi sudah sangat mencintaimu, dan ... hatiku tidak bisa berpaling pada yang lain." Kedua pasang netra mereka saling memindai."Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?" lanjut Tari.Alex berjalan mendekat. Serta merta membawa Tari dalam p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status