Share

Setuju menikah

Melihat reaksi terkejut dan wajah yang berubah pias dari sang putri satu-satunya, membuat Mila langsung melangkah ke depan untuk menghampiri anak tunggalnya tersebut. Sebagai seorang Ibu, tentu saja Mila sangat mengerti perasaan dari putrinya yang terlihat shock karena langsung diberitahu mengenai perjodohan itu saat baru pulang dari pondok pesantren.

   Mila menatap ke arah calon besannya untuk memohon ijin berbicara dari hati ke hati dengan putrinya. "Suamiku, aku akan berbicara dengan Aisyah sebentar, untuk berbicara empat mata dengannya. Kamu dan besan bisa kembali berbincang saja di ruang tamu!"

   "Ayo putriku, Umi ingin berbicara padamu sebentar. Akan tetapi, kamu sapa dulu teman Abi ini!" 

   Setelah berhasil menenangkan perasaannya, Aisyah menganggukkan kepalanya dan langsung mengungkapkan permohonan maafnya pada pasangan yang istri yang berada di depannya tersebut.

   "Mohon maafkan saya Om, Tante. Selamat datang di rumah dan semoga betah berada di rumah ini. Kalau begitu, saya mohon pamit dulu untuk pergi ke dalam," ucap Aisyah yang sudah mencium punggung tangan dari orang tua yang diketahuinya akan menjadi mertuanya.

   "Terima kasih Nak, pergilah! Umimu akan menjelaskan semuanya padamu. Papa dan Mama sangat menantikan kabar baik darimu Aisyah," ucap Ryan Atmadja dan dibalas dengan senyuman oleh sang istri yang berada di sebelahnya.

   Aisyah lagi-lagi menganggukkan kepalanya dan menyunggingkan senyumannya. "Insyaallah Om, Tante." 

   Kemudian kakinya melangkah masuk ke dalam rumah setelah membungkuk hormat pada Abinya dan juga pasangan suami istri yang terlihat berpakaian sangat rapi dan terlihat jelas semua yang dipakainya adalah barang-barang mahal yang jelas-jelas menunjukkan bukan orang sembarangan dan merupakan kalangan atas yang sangat berbeda jauh dengan keluarganya yang sangat sederhana.

   Aisyah hanya menurut saja saat Uminya merangkulnya dan membawanya masuk ke dalam rumah. Bisa dilihatnya suasana rumahnya yang terlihat sangat rapi dan bersih, meskipun semua furniture yang melengkapi ruangan tersebut sudah cukup tua. Karena merupakan peninggalan dari sang Kakek.

   Keluarganya memang tidak pernah mengejar harta duniawi, karena ajaran dari sang Kakek yang selalu mengajarkan untuk lebih mengutamakan kehidupan di akhirat daripada kehidupan di dunia yang hanya bersifat sementara. Kalau menurut orang tua jaman dulu, hidup di dunia ibarat kita hanya mampir untuk minum sebentar.

   Dan itulah yang menjadi pedoman dari keluarga Aisyah yang selalu mengutamakan kebahagiaan di akhirat kelak, daripada kebahagiaan di dunia yang hanya bersifat semu semata. Karena itulah, orang tuanya mengirimnya ke sebuah pondok pesantren untuk membekali diri ilmu agama yang mumpuni sebagai bekal di akhirat kelak.

   Aisyah dan Uminya kini sudah berada di dalam sebuah kamar berukuran tiga meter. Dan pemandangan di dalam kamar yang merupakan kamar Aisyah itu ada sebuah ranjang berukuran sedang di sebelah sudut kiri. Sedangkan di sisi kanan, ada sebuah meja belajar dan rak yang dipenuhi oleh banyaknya buku-buku agama serta banyaknya kitab yang memenuhi rak tersebut.

   "Ayo kita duduk di sini putriku!" ucap Mila yang sudah menggenggam erat tangan putrinya dan mengajaknya untuk duduk di atas ranjang.

   "Iya Umi, insyaallah aku sudah siap mendengarkan cerita mengenai perjodohan yang selama ini aku tidak ketahui," jawab Aisyah dengan tatapan teduhnya pada wanita yang memakai pakaian syar'i berwarna hitam yang menurutnya adalah wanita paling cantik sedunia. 

   Mila mengusap lembut punggung tangan putrinya seraya menatap lembut penuh kasih sayang pada putrinya yang sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang sopan dalam bertutur kata dan bersikap lemah lembut yang selalu sopan pada orang yang lebih tua.

   "Sebenarnya Abi dan Umi dulu mempunyai sebuah janji dengan keluarga Atmadja, dan itu bermula saat Umi tidak kunjung hamil setelah bertahun-tahun menikah dengan Abimu. Dan karena Abimu berteman sangat baik dengan tuan Atmadja, jadi Abimu bercerita padanya."

   "Karena merasa kasihan dengan kami, Tuan Atmadja mulai membawa Umi untuk mengikuti program kehamilan dengan dokter terbaik di Jakarta. Bahkan selama kami berada di Jakarta, semua kebutuhan kami ditanggung oleh keluarga Atmadja. Karena memang rahim Umi yang memiliki kelainan dan tidak bisa dengan mudah hamil, dokter menyarankan untuk program bayi tabung."

   "Awalnya Umi menolaknya, karena biaya untuk bayi tabung sangat besar. Namun, Tuan Atmadja adalah orang yang sangat baik. Karena dialah yang memaksa untuk Umi mengikuti program bayi tabung dengan semua biaya akan ditanggungnya."

   "Karena itulah Umi bisa memiliki putri secantik bidadari sepertimu Aisyah. Dan saat kelahiranmu, Abi telah berjanji pada Tuan Atmadja akan menikahkanmu dengan putranya sebagai ungkapan rasa syukur kami. dan juga semakin mempererat hubungan silaturahmi yang sudah terjalin lama ini sebagai sebuah ikatan keluarga."

   "Dan hari ini tepat saat kamu pulang dari pondok pesantren, mereka datang untuk meminangmu, putriku. Ini memang terlalu cepat untukmu, tapi kamu sudah cukup umur untuk menikah. Lagipula menikah juga merupakan sebuah ibadah, Putriku. Jadi, pesan Umi adalah, jangan menganggap pernikahan ini adalah sebuah beban. Akan tetapi, anggap ini adalah sebuah ibadah untukmu menjalankan salah satu perintah Allah SWT."

  Selama mendengarkan penjelasan dari wanita yang sangat disayanginya itu, Aisyah tidak berhenti memanjatkan puji syukur pada sang penciptanya. Karena dirinya bisa berkumpul kembali bersama dengan orang tuanya. Namun, setelah mendengar penjelasan mengenai asal muasal dirinya lahir ke dunia atas dasar kebaikan dari keluarga Atmadja, membuatnya langsung memutuskan untuk menyetujui rencana pernikahan itu.

   "Aisyah setuju untuk menikah dengan putra dari Tuan Atmadja, Umi. Meskipun sebenarnya Aisyah sangat berharap bisa menjalani bulan Ramadhan beberapa hari lagi bersama Abi dan Umi, tapi jika ini memang rencana dari Allah SWT untuk Aisyah, aku akan sangat ikhlas menjalaninya, Umi."

   Sejujurnya, jauh di dalam hati Mila sangat terluka melihat kenyataan bahwa putrinya akan menikah secepat itu dengan seorang laki-laki yang sama sekali tidak mempunyai sifat baik. Karena Ryan Atmadja sudah jujur pada mereka tentang sifat buruk dari putranya. Dan berharap Aisyah mampu merubah tuan muda arogan yang tumbuh dengan semua kemewahan itu bisa berubah menjadi seorang suami yang baik.

   Mila menatap lekat ke arah putrinya yang menurutnya terlihat sangat bercahaya karena selalu tersentuh air wudhu yang selalu mensucikan jiwa putrinya. Kemudian ia dengan ragu-ragu mengungkapkan kebahagiaan yang mungkin akan membuat putrinya kembali merasa shock.

   "Alhamdulillah kamu sudah setuju untuk menikah, putriku."

   "Iya Umi, aku menyetujui pinangan ini. Akan tetapi, tidak dalam waktu dekat ini kan pernikahannya? Bukankah semuanya butuh persiapan?" 

    "Semua persiapannya sudah diatur oleh keluarga Atmadja, Putriku. Rencananya besok kalian akan dinikahkan hanya dengan akad nikah saja di sini. Sedangkan untuk resepsi pernikahan akan dilakukan di Jakarta," jawab Mila pada putrinya.

    Dengan raut wajah yang kembali sangat terkejut, ekspresi dari Aisyah benar-benar membuatnya kembali pucat.

 "Astaghfirullah ... besok Umi? Kenapa semuanya bisa mendadak seperti ini dan terkesan terburu-buru? Ada apa sebenarnya ini?" 

   "Karena Tuan Atmadja ingin putranya yang sudah diluar batas itu segera berubah setelah menikah," jawab Mila ragu-ragu.

   "Maksud Umi?" tanya Aisyah dengan perasaannya yang sudah berkecamuk.

   "Aisyah, maafkan kami Nak!"

   "Jangan berbicara seperti itu Umi! Kenapa Umi harus meminta maaf?"

    "Karena calon suamimu adalah seorang laki-laki yang suka mabuk-mabukan dan berganti-ganti wanita," ucap Mila yang sudah berlinang air mata. "Maafkan kami putriku."

   Tentu saja saat ini jantung Aisyah langsung berdetak sangat kencang begitu mendengar kenyataan yang sebenarnya akan dijalaninya. Dirinya langsung berkali-kali beristighfar di dalam hatinya saat mengetahui takdir hidupnya yang buruk.

   'Astaghfirullah ... Astaghfirullah ... ampuni hambamu ini ya Allah, jika hamba suudzon kepada-Mu. Apakah ini adalah cara-Mu untuk mengangkat derajatku ya Allah. Jika benar ini adalah caramu untuk memuliakanku, dengan memberikan sebuah cobaan kepadaku. Aku akan sangat ikhlas menjalaninya.'

   'Meskipun ini seolah langsung menghancurkan harapan dan doaku pada-Mu yang selalu kupanjatkan. Karena doaku setiap malam adalah kelak ingin mendapatkan seorang Imam yang Sholeh dan mencintaiku karena-Mu. Apakah aku salah jika aku menginginkan kehidupanku akan seperti seorang Aisyah istri Kanjeng Nabi Muhammad SAW? Karena namaku pun adalah Aisyah dan pastinya dulu Abi dan Umi juga mempunyai harapan seperti itu, karena nama adalah sebuah doa.' Jerit batin Aisyah.

TBC ...

   

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status