Lucy dan Henry terjebak dalam suasana kamar yang sunyi senyap tanpa ada obrolan satu sama lain. Henry memilih diam, ia masih memikirkan tentang kehadiran anak yang belum dikehendakinya. Dulu, ia sangat menginginkan anak sehingga memilih berselingkuh dengan Lucy daripada memintanya langsung pada Carol. Namun, ia membenci wanita itu sebagaimana leluhurnya pernah menghancurkan keluarga Parker di masa lalu.
Mata Lucy terlihat kosong. Ia memegang perut datarnya yang masih terasa sakit hingga sekarang. Sepulangnya ia dari kantor dalam keadaan kram, Lucy mendatangi dokter ahli kandungan yang pernah menanganinya dulu.Ia masih teringat dengan kata-kata dokter itu selama pemeriksaan."Nyonya, kandungan anda sangatlah lemah. Hari ini guncangan pada janin anda masih bisa diselamatkan. Untuk itu, anda harus berhati banyak. Jangan melakukan sesuatu yang menguras fisik berlebihan. Anda tentunya tak ingin kehilangan bayi anda untuk kedua kalinya kan?"Mata LDamian belum tidur. Ia memilih duduk di ruang kerjanya sambil mempersiapkan dokumen yang akan dikirimnya ke pengacara. Dokumen pemindahan nama kepemilikan perusahaan miliknya untuk sang istri tercinta. Sejak mengetahui masa lalu Carol, Damian tak bisa membiarkan wanita itu terpuruk sendiri. Ia telah berjanji pada ayahnya, akan membalaskan dendam Carol. Terlebih lagi, dendam itu tertuju pada orang yang sama. Tengah malam, pintu ruang kerja Damian diketuk dari luar. Itu Erik. Pria itu datang ke ruangan kakak iparnya untuk membicarakan sesuatu yang penting. "Ada perlu apa? Carol sudah tidur?" tanya Damian tanpa menoleh sedikit pun. Erik duduk tanpa diminta. Di meja, ada dua kaleng bir milik Damian yang belum terbuka. Erik menyambar salah satunya. "Belum. Dia sedang sibuk memakai krim malam ke wajahnya." Erik meneguk bir itu. Damian melirik sambil mendecih pelan. "Aku ingin membicarakan sesuatu tentang nyonya Carmen." "Apa yang kau tahu?" Erik mendekat. "Rachel memberitahu padaku, k
Sudah lebih dari dua minggu nyonya Carmen berada di sebuah apartemen pinggir kota, ia sebenarnya tak merasa betah tinggal di sana. Wanita tua itu merindukan penthousenya yang lama. Sangat disayangkan sekali, ia harus menyewakannya pada orang lain. Ini semua karena Henry Parker. "Nyonya Carmen, kau harus segera pergi dari apartemen itu. Aku hanya menyarankan saja." Kata-kata Damian masih terdengar jelas di telinga nyonya Carmen. Henry Parker tidak akan melepaskan dia setelah bertemu dengan Damian. Pasti dia akan menagih janjinya untuk membantu melawan Erik Dustin saat rapat pemilihan pemimpin utama Harold Times dua bulan ke depan. "Damian menyeramkan, tapi Henry lebih berambisi daripada dia," gumam nyonya Carmen. Berdasarkan informasi dari petugas yang bekerja di apartemen lama, beberapa hari lalu ada seorang pria yang terus menerus mencari dirinya. Bahkan memaksa mereka untuk memberikan surat keterangan jika kamarnya telah disewa oleh orang lain. Dugaan nyonya Carmen mengarah pada
Lucy dan Henry terjebak dalam suasana kamar yang sunyi senyap tanpa ada obrolan satu sama lain. Henry memilih diam, ia masih memikirkan tentang kehadiran anak yang belum dikehendakinya. Dulu, ia sangat menginginkan anak sehingga memilih berselingkuh dengan Lucy daripada memintanya langsung pada Carol. Namun, ia membenci wanita itu sebagaimana leluhurnya pernah menghancurkan keluarga Parker di masa lalu. Mata Lucy terlihat kosong. Ia memegang perut datarnya yang masih terasa sakit hingga sekarang. Sepulangnya ia dari kantor dalam keadaan kram, Lucy mendatangi dokter ahli kandungan yang pernah menanganinya dulu. Ia masih teringat dengan kata-kata dokter itu selama pemeriksaan. "Nyonya, kandungan anda sangatlah lemah. Hari ini guncangan pada janin anda masih bisa diselamatkan. Untuk itu, anda harus berhati banyak. Jangan melakukan sesuatu yang menguras fisik berlebihan. Anda tentunya tak ingin kehilangan bayi anda untuk kedua kalinya kan?" Mata L
Nyonya Carmen menghilang. Setelah bertemu dengan Damian, ia meninggalkan apartemen penthousenya untuk menghindari kejaran Henry. Kabarnya, penerus Parker itu ingin sekali bertemu dengannya untuk membicarakan kerja sama yang telah mereka sepakati sebelumnya. "Ada kabar dari nyonya Carmen?" tanya Henry pada salah satu mata-matanya. Pria berwajah datar yang ia sewa itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Kemana saja kalian? Mengawasi seorang wanita tua saja tidak bisa." "Nyonya Carmen menghilang sejak bertemu dengan tuan Damian. Kami mengikutinya hingga ke apartemen, tidak ada yang mencurigakan. Namun tiba-tiba keesokan harinya apartemen itu dikabarkan telah disewa oleh orang lain," ujar pria datar itu sambil memberikan selembar kertas berisi surat pernyataan perpindahan sewa apartemen. "Kemana dia pergi? Kau sudah cari ke luar negeri? Dia memiliki akses ke banyak negara dengan mudah." "Kami sudah mencarinya di manifest penerbangan. Tidak ada nama nyonya Carmen." Henry mengusap da
Hailey masuk ke dalam rumah dengan perasaan kesal. Ia langsung melempar barang-barang mahal yang berada di kamarnya hingga seisi kamar berantakan. Hatinya kesal karena tak bisa membungkam mulut Rachel, keponakan nyonya Ferlestin. "Pasti dia mengetahui semua masa laluku dari bibinya. Brengsek semua!" teriaknya. Mendengar keributan, nyonya Emma yang sedang berada di bawah segera menghampiri kamar Hailey. Ia terkejut saat membuka dan melihat isi kamar anaknya yang berantakan. "Ada apa ini?" nyonya Emma berdecak heran pada anaknya yang duduk di atas ranjang dengan wajah kusutnya. "Kau berkelahi lagi?" "Rachel mempermalukanku. Pasti dia mengetahui semuanya dari bibi Ferlestin." Nyonya Emma menggeram kesal. Ia tak terima anaknya dipermalukan di depan umum oleh anak seorang pelayan yang diangkat menjadi menantu keluarga Easton. Ah, bukan menantu tepatnya menjadi gundik salah satu anaknya. "Ibu akan membalaskan dendammu. Kau tenang saja, Hailey. Informasi dari mata-mata kakakmu, nyonya
Carol merasa aura ketegangan tercipta di ruangan Damian saat suaminya itu tengah berdiskusi dengan asistennya. Mereka membicarakan tentang projek untuk membuat para pemimpin cabang melaksanakan perintah pusat. Ada juga rencana untuk menurunkan Marco dari jabatannya setelah semua berkas selesai dikumpulkan. Istri Damian itu berdiri lalu duduk dipangkuan Damian. Suaminya yang gila kerja itu tak menolak sama sekali. Ia malah mengeratkan pelukan di pinggang sang istri. Sesekali tangannya dikecup hanya sekedar untuk memberinya semangat. "Strategi itu kurang menarik. Damian, kalau aku boleh usul, kau bisa gunakan salah satu bawahanmu untuk menekannya. Aku ingat, salah satu pimpinan cabang di Yelva. Dia punya banyak ide brilian untuk dipakai. Rekrut dia ke sini, jadikan dia sebagai pengganti aku," usul Carol diakhiri dengan senyuman manisnya. Ken menganggukkan kepalanya. Istri bosnya ini ternyata lebih teliti dalam bertindak. Mereka setara. Pantas saja sangatl