Home / Romansa / Penguasa Hati Tuan Arogan / Pertemuan Yang Menggoda

Share

Pertemuan Yang Menggoda

Author: Rachel Bee
last update Last Updated: 2025-03-07 15:11:40

Satu minggu yang lalu.

Carol menghela napas panjang setelah perdebatan panjang dengan kliennya yang memakan waktu hampir satu jam lamanya. Sudah lewat jam makan siang tapi pria di depannya ini masih juga tak mau beranjak dari tempat duduknya. Entah apa yang membuat ia begitu ingin banyak bicara dengannya.

"Perusahaan kami sangat kompeten dalam menjalin hubungan komunikasi dengan berbagai investor. Kami pastikan tidak ada kekurangan satu pun dalam pengerjaan proyek pembangunan hotel tersebut," tegas Carol seakan ingin segera mengakhiri pertemuannya dengan kliennya ini.

Pria ini, satu diantara klien mahal milik Carol yang harus dipertahankan. Rumor mengatakan, pria ini jarang sekali mau berbicara lama dengan siapapun. Yang paling terbaru adalah pertemuan dengan pemilik resort mewah di pantai Eden. Ia hanya membutuhkan waktu lima menit untuk bertemu tanpa sempat berbincang.

"Aku tahu. Besok kirimkan proposal tambahan yang kau sebutkan tadi. Ini target awal tahun dan harus ada di susunan anggaran perusahaan tahun depan." pria itu menutup pertemuan siang ini dengan senyuman tipis cukup menggoda. Carol mengucapkan terima kasih padanya.

"Terima kasih atas waktunya tuan Damian. Semoga kerja sama ini akan terus berjalan di masa depan." Carol mengulurkan tangannya mengajak pria itu berjabat tangan.

Damian, pria dingin itu terdiam sejenak lalu membalas jabatan tangan Carol.

"Senang bekerja sama dengan anda, nona Carol. Sampai jumpa."

Pria itu pergi. Carol menghela napasnya sekali lagi. Perutnya tiba-tiba bergejolak dan ia membutuhkan kamar mandi sekarang. Setelah memasukkan dokumen ke dalam tas kerjanya, ia segera berlari menuju kamar mandi yang terletak di samping restoran tempat ia berada saat ini.

Dukk

Carol menutup salah satu bilik kamar mandi. Saat ia akan merapikan pakaiannya, terdengar suara pintu dibuka lalu dikunci dari dalam. Carol terdiam sejenak. Rupanya ada dua orang masuk ke dalam kamar mandi itu.

Tak lama kemudian, terdengar suara dua orang berbisik-bisik lalu tertawa. Setelahnya, entah siapa yang memulai lebih dulu tiba-tiba terdengar suara desahan yang diiringi dengan benturan cukup kuat di bilik paling ujung dekat pintu masuk sementara Carol berada di ujung dekat wastafel.

Carol mengerutkan dahinya. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Tak sadarkah mereka jika ada orang lain di dalam salah satu bilik dalam kamar mandi yang sama?

"Henry, kapan kau akan menceraikan istrimu yang mandul itu? Kau tahu, aku bisa saja hamil saat kita berhubungan intim. Kau tak mengizinkanku memakai pengaman kan?"

Carol menghentikan pergerakannya mencuci tangan. Ia dengan seksama mendengarkan suara yang sangat dikenalnya itu. Tak ingin memikirkan hal buruk, ia berniat akan pergi dari kamar mandi itu. Namun, sebuah suara lagi-lagi membuatnya terdiam.

"Wanita itu selalu sibuk. Aku akan menceraikannya segera, sayang. Kau jangan khawatir."

Suara itu. Suara pria yang sangat dikenali oleh Carol sepanjang enam tahun ia bersamanya. Suara yang tiap malam selalu membisikkan kata cinta padanya. Suara yang membuatnya merasa nyaman.

Apakah?

Kriett

Pintu bilik itu dibuka. Carol cepat-cepat masuk kembali ke dalam bilik tadi lalu bersembunyi sembari mendengarkan suara mereka. Ia harus memastikan suara itu bukanlah suara yang dikenalnya.

"Lucy, kembalilah ke kantor lebih dulu. Aku ada pertemuan dengan tuan Damian di kantornya." Carol mematung mendengar kembali suara itu. Nama yang sama, suara yang sama. Penasaran, ia membuka ujung pintu. Ia mengintip dari celahnya.

Mata Carol terbelalak melihat apa yang terjadi di depannya. Pria yang berada di dalam pikirannya tadi adalah pria yang sama dan wanita itu adalah wanita yang setiap hari datang ke rumahnya untuk mengemis pekerjaan di perusahaan Henry.

'Tidak, tidak mungkin. Mereka tak mungkin mengkhianatiku.'

Satu menit Carol berada dalam posisi yang sama, di menit berikutnya kedua orang itu lenyap dari pandangannya. Tubuh Carol melemas. Ia terduduk di lantai kamar mandi dengan mulut yang ditutupi tangannya agar suara tangisnya tak terdengar.

Sial!

"Tiap hari aku memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa hamil, tapi ternyata dia memberikan benihnya pada orang lain! Awas, aku akan balaskan rasa sakit hatiku ini padamu!" umpat Carol dalam hati.

***

Dua hari setelahnya.

Damian Easton, pria yang disebut-sebut akan mewarisi kekayaan hebat milik David Easton adalah pria dingin yang tak banyak bicara saat sedang membahas masalah penting. Ia akan bicara jika diperlukan dan akan diam jika dirasakan semuanya sudah memenuhi keinginannya.

Di kalangan para selebritis wanita, ia yang paling terkenal dengan ketampanannya. Walau tak terdengar siapa wanita beruntung yang mendapatkan hatinya, orang terdekatnya sering mengatakan mungkin saja dia seorang wanita biasa saja.

Karena Damian menyukai wanita yang tenang dan mampu berkomunikasi dengan baik.

"Berapa jam pertemuan dengan Deluxe corp siang ini," tanya Damian setelah keluar dari restoran mewah tadi.

Ken, asisten sekaligus sekretaris pribadinya membuka kembali catatan khusus milik atasannya. Dibacanya dengan seksama lalu cepat-cepat ia menjawabnya. "Kurang lebih 40 menit."

"Ehm, hanya membahas pengadaan kontruksi tambahan bukan?" Ken mengangguk. "Persiapkan dokumennya lalu tanda tangan dan kembali ke apartemenku. Aku lelah sekali hari ini."

"Tuan Henry biasanya akan berbincang sebentar untuk sekedar mengakrabkan diri dengan koleganya. Bisakah meluangkan waktu untuk—"

"Tidak ada waktu untukku sekedar mengoceh tak berguna dengan siapapun. Kau tahu bukan, aku tak menyukai itu?" tiba-tiba Damian menoleh memelototi Ken yang menunduk takut. Damian tak bisa diganggu gugat. Apa yang ia mau harus dipenuhi.

"Baik, tuan."

"Jangan pernah mengguruiku. Atau aku pecat kau."

Lima belas menit kemudian mereka berdua sampai di gedung kantor Genius group milik keluarga Easton yang dikelola oleh Damian. Gedung lima belas lantai itu berdiri megah di tengah kota Amberfest.

Damian melangkah tenang masuk ke dalam lobby sambil merapikan kemejanya yang sedikit berantakan. Sementara itu, Ken mengikutinya dari belakang dengan langkah anggun yang memikat berpuluh pasang mata di sana.

Tiba di ruangannya, Damian meminta Ken membawakan teh hangat dan dua keping kukis keju yang selalu disediakan oleh ibunya di lemari pendingin sebelah rak tinggi ujung ruangan. Itu adalah kebiasaannya yang telah jadi rutinitas sehari-hari.

"Tuan, tuan Henry telah tiba dan saat ini berada di ruang pertemuan," lapor Ken sambil membawa nampan berisi teh dan kukis pesanan bosnya.

"Bawa mapnya."

Damian berjalan lebih dulu menuju ruang pertemuan. Saat ia masuk, orang yang ditunggunya telah duduk sambil membuka laptopnya. Ia berhenti sejenak lalu kembali melanjutkan langkahnya.

"Selamat siang tuan Damian. Saya—" Henry mengulurkan tangan namun ditolak oleh Damian.

"Langsung saja." tanpa mengindahkan perkenalan Henry, ia langsung mendudukkan pantatnya di kursi ruang pertemuan yang empuk.

Kecewa ditahannya. Henry menyunggingkan senyum tipis yang masam. Ia kembali duduk lalu menyerahkan surat perjanjian yang telah dibuat olehnya untuk Damian. Perusahaan mereka akan bekerjasama meluncurkan pemukiman sehat untuk para lanjut usia. Program yang merupakan ide David Easton tujuh tahun lalu dan baru saat ini bisa terwujudkan.

Damian pemilik proyek membutuhkan perusahaan yang bergerak di bidang pembangunan dan kontruksi alat berat memilih bekerja sama dengan Deluxe corp yang telah bertahun-tahun meraih penghargaan sebagai perusahaan kontraktor terbaik di Amberfest.

"Ah, ini kontraknya. Sudah saya perbaiki dan semuanya menunggu tanda tangan tuan Damian," ujar Henry sambil menyerahkan berkas tersebut pada Damian.

"Baiklah, saya pelajari lebih dulu kontraknya. Ken, serahkan berkas kontrak milik Genius untuknya," perintah Damian. Ken menyerahkan kontrak itu pada Henry lalu kembali ke tempatnya berdiri. "Saya terbiasa membaca kontrak dengan teliti sebelum menandatanganinya. Besok, kontraknya langsung saya kirimkan ke sekretaris anda melalui asisten pribadi." Damian melirik Ken yang terlihat sedang menghela napasnya.

"Baiklah. Saya juga akan mempelajari kontrak milik anda."

Damian berdiri lebih dulu. Ia melirik arloji di tangannya. Pertemuannya telah menghabiskan waktu lebih dari setengah jam. Ia harus mengakhirinya sekarang.

"Sampai jumpa saat proyek itu berjalan. Karena saya yang akan menanganinya sendiri."

Damian pun melangkah lebih dulu menuju pintu keluar ruangan meninggalkan Henry yang menggerutu sendiri di sana.

Saat tiba di depan lift khusus, Damian berhenti sejenak lalu berkata pada Ken. "Aku kecewa, kukira yang akan datang tadi adalah Carol. Kenapa pria tadi?"

"Apa anda sengaja mengajukan kerja sama dengan mereka, tuan? Anda tahu sesuatu?" tanya Ken menyelidik.

"Ya. Kau akan tahu sendiri nanti."

Lift pun terbuka. Damian dan Ken masuk ke dalam lalu menghilang turun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Ada Yang Mengincarmu

    Carol merasa aura ketegangan tercipta di ruangan Damian saat suaminya itu tengah berdiskusi dengan asistennya. Mereka membicarakan tentang projek untuk membuat para pemimpin cabang melaksanakan perintah pusat. Ada juga rencana untuk menurunkan Marco dari jabatannya setelah semua berkas selesai dikumpulkan. Istri Damian itu berdiri lalu duduk dipangkuan Damian. Suaminya yang gila kerja itu tak menolak sama sekali. Ia malah mengeratkan pelukan di pinggang sang istri. Sesekali tangannya dikecup hanya sekedar untuk memberinya semangat. "Strategi itu kurang menarik. Damian, kalau aku boleh usul, kau bisa gunakan salah satu bawahanmu untuk menekannya. Aku ingat, salah satu pimpinan cabang di Yelva. Dia punya banyak ide brilian untuk dipakai. Rekrut dia ke sini, jadikan dia sebagai pengganti aku," usul Carol diakhiri dengan senyuman manisnya. Ken menganggukkan kepalanya. Istri bosnya ini ternyata lebih teliti dalam bertindak. Mereka setara. Pantas saja sangatl

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Berhati-hatilah

    Damian kembali bekerja setelah dua hari berada di rumah sakit menemani istrinya. Pekerjaannya semakin menumpuk dan sepertinya malam ini dirinya harus lembur untuk menyelesaikannya. Selain pekerjaan yang menumpuk, Damian juga harus siap mendengar rumor yang kembali bertebaran di kantornya. Sebenarnya ini bukan rumor, hanya sebuah bisikan kecil betapa romantisnya sang atasan saat bersama dengan istrinya. "Aku tak menyangka tuan Damian begitu romantis. Dia bahkan tak segan mencium pipi nyonya Carol kemarin.""Dia memang romantis. Beruntung nyonya Carol dicintai olehnya." Begitulah. Banyak sekali yang mengatakan jika Damian adalah pria romantis. Di balik sikap dinginnya, dia menyimpan sejuta pesona yang membuat jantung para wanita menggila. "Ken, naikkan gaji staf yang memujiku tadi," ujar Damian sambil tersenyum lebar saat berjalan di lobby kantornya. Ken yang mengikuti dari samping sedikit terseok-seok mengimbangi langkah bos besarnya i

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Keadaan Yang Terbalik

    BrughHenry menghempas tangan Lucy dengan kasar hingga istrinya itu terjatuh. Bunyi debuman cukup kencang terdengar. Lutut Lucy berbenturan dengan lantai hingga membuatnya memar. Lucy meringis kesakitan. Ia menekuk lututnya sembari mengusap air matanya memelas. "Kau senang suamimu diperlakukan buruk di depan orang banyak?" dengus Henry. Tangannya menunjuk Lucy yang masih menangis di lantai dengan tangan gemetar. "Ini semua karena ulahmu yang terlalu manja." "Aku hanya memintamu untuk melihat acara tarian tadi, tidak ada yang lain. Kenapa kau begitu kasar?" balas Lucy dengan teriakan. Ia kembali menangis lagi. Lututnya sangatlah sakit. Ditambah dengan luka hatinya karena telah dituduh membuatnya dibenci oleh orang lain. "Kau berani membantah? Aku benci wanita yang senang membantah suami!" Henry menarik lengan Lucy lalu menjatuhkannya di dekat pintu kamar mandi. Lucy mundur ke belakang hingga punggungnya menyentuh pintu yang terbuka. "Masuk!" Hen

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Trauma masa lalu

    Henry menarik tangan Lucy menjauh dari kerumunan. Hatinya panas melihat pesaing bisnisnya tertawa bahagia di depan sana bersama mantan istrinya. Isi kepalanya sangatlah kacau. Ia ingin memuntahkan semua yang melintas terutama pada Damian. "Henry, kita akan kemana?" Lucy terseok-seok mengikuti langkah Henry yang semakin cepat. Semua orang memandang pasangan itu dengan dahi berkerut. Lucy hampir saja jatuh andai saja tak ada orang yang membantunya berdiri. "Hei bung, istrimu jatuh. Kau kasar sekali pada wanita." Lucy menundukkan wajahnya. Ia sungguh malu karena menjadi tontonan banyak orang sekarang. Pria yang tadi menolongnya berjalan mendekati Henry yang menghentikan langkahnya. "Pria yang menyakiti wanita adalah pecundang." Ucapan pria tadi menyulut kemarahan Henry. Ia melepas pegangan tangannya pada Lucy lalu menyingsingkan lengan kemejanya. Pria tadi merasa ada sesuatu yang salah dari Henry. Naluri kewaspadaannya muncul ketika Henry siap melayangkan

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Kecemburuan Dua Pihak

    Pertunjukan air mancur akan berlangsung malam nanti. Bersamaan dengan diluncurkannya sebuah wahana baru di taman seni Amberfest. Rencananya, wahana baru itu akan digunakan untuk para artis pendatang baru yang ingin melakukan debut aktingnya di drama atau film terbaru di semua agensi terkenal di Amberfest. Kota Amberfest adalah surganya para penggiat dunia hiburan. Selain Ilba, Amberfest terkenal dengan pusat agensi berkelas internasional di negara bagian Ambroxia. Tak mengherankan, banyak artis pendatang baru akan berbondong-bondong datang ke kota ini. Setidaknya, ada dua atau tiga agensi aktor berdiri tiap tahunnya yang menjadi magnet untuk mereka. "Wah, itu gedung untuk wahana yang baru?" tanya Carol menunjuk sebuah gedung berwarna biru terang yang tampak mewah di matanya. Walau gedung itu hanya berisi tiga lantai, tapi nuansanya terlihat sangat elegan. "Ya, itu adalah gedung yang dirancang oleh Billy dan Mr Zuck. Sebenarnya, gedung itu suda

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Merencanakan Ancaman

    Nyonya Emma tertawa senang mendengar keberhasilan Henry. Berdasarkan informasi yang mata-matanya dapatkan, nyonya Carmen berhasil mendapatkan suara dari Damian untuk memilih Henry dalam pemilihan pemimpin Harold Times yang diadakan tiga bulan lagi. Bibirnya terus tersenyum membayangkan Carol menangis di bawah kakinya saat mereka menguasai satu-satunya harta peninggalan ayahnya. Nyonya Emma teringat suatu kejadian di mana dirinya bertengkar hebat dengan nyonya Ivana Dustin, ibu kandung Carol. Nyonya Emma meminta pertolongannya untuk memberikan bantuan modal kepada suaminya. Namun dirinya ditolak mentah-mentah oleh nyonya Ivana. "Aku tidak sudi membantu keluarga Parker dalam hal apapun. Aku membenci kalian semua," ujar nyonya Ivana saat itu. Kalimat yang terucap mengandung kata-kata penuh amarah. "Ivana, aku tak menyangka kau begitu angkuh. Hanya karena Freddy tak memilihmu, kau jadi seperti ini. Ingat Ivana, aku yang pernah menolongmu di saat kau sedang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status