Share

Dia Mengusirku

Author: Rachel Bee
last update Last Updated: 2025-03-07 15:12:48

Carol pulang dalam keadaan mabuk. Sepulang kerja tadi, ia mampir dulu ke bar milik sahabatnya, Kimi. Sekedar menghilangkan penat di kepalanya, Carol menenggak dua gelas champagne. Ia sadar jika memiliki toleransi alkohol yang rendah, hanya saja tingkat keegoisan dan harga dirinya sangatlah tinggi. Setiap kali sahabatnya mengejek, ia akan melawan dengan menyodorkan gelasnya. Namun ia kalah, baru dua teguk langsung terkapar di meja bar.

"Dari mana saja kau?" Henry datang menghampiri Carol yang nampak kusut. Pakaian, riasan dan rambutnya bagaikan pengemis pinggiran kota. Henry mengernyit jijik. Ia sangat anti dengan segala hal yang kotor dan bau. "Kau seperti pengemis. Mandi dan tidurlah."

Carol tak mengindahkan kata-kata yang keluar dari bibir suaminya. Kepalanya masih berputar hebat tapi ia masih bisa melihat dengan jelas wajah tampan suaminya.

Dengan langkah terhuyung, ia berjalan mendekati Henry yang menghindarinya.

"Kau!" bau alkohol menguar di udara. Henry menahan napasnya. Ia benci alkohol. Seumur hidupnya ia hanya satu kali mencicipi minuman itu. "Aku membencimu Henry! Siapa wanita itu?"

Prankk

Carol membanting guci besar di pinggir tangga. Henry menatap tajam ke arah Carol. Itu adalah guci mahal pemberian pamannya saat berkunjung ke rumahnya tahun lalu. Henry mendorong tubuh Carol yang limbung. Wanita itu terjatuh di dekat tangga dengan kepala terantuk pinggirannya.

Tukk

"Ah, kepalaku sakit," erangnya. Darah mengucur di kepalanya. Carol menyentuh bagian yang sakit itu lalu mengusapnya. Ada goresan kecil di kepala dekat pelipisnya dan itu mengeluarkan darah yang cukup banyak. Nampaknya benturan tadi cukup keras.

"Arnold! Kemari!" panggil Henry pada pelayan utama di rumah itu. Arnold datang tergopoh-gopoh lalu membungkukkan tubuhnya. "Bersihkan guci itu, taruh pecahannya dalam kotak. Jangan lupa panggil dokter untuk mengobati Carol. Aku mau tidur."

Arnold menoleh ke pinggiran tangga. Matanya terbelalak lebar. Nyonya mudanya terduduk di sana dengan pelipis berlumuran darah. Dalam hatinya Arnold mengumpat pada Henry.

"Baik, tuan."

Arnold memanggil pelayan yang masih bertugas untuk membersihkan guci sementara dirinya memapah Carol naik ke lantai dua kamarnya. Setelah itu, pelayan perempuan membantu membersihkan tubuhnya. Tak lupa Arnold menghubungi nomor dokter Anna, dokter pribadi keluarga Parker khusus untuk Carol.

Dengan cekatan, dokter Anna membersihkan luka yang menganga di pelipis kanan Carol lalu menjahitnya dua kali dan menutupinya dengan plester luka. Ia menghela napas berat. Selalu saja seperti ini, pikirnya.

"Apa mereka sering seperti ini? Maksudku, bertengkar dengan kekerasan. Karena, hampir setiap minggu aku selalu ke sini dengan luka yang hampir mirip. Terkadang lebam, terkadang luka sobek," keluh dokter Anna.

Arnold hanya mengangguk pelan. Ia bingung menjelaskan pada dokter keluarga Parker itu. Terkadang tuan dan nyonyanya sangatlah romantis tapi terkadang pula sebaliknya. Mereka seperti pasangan psikopat yang saling melukai satu sama lain tapi saling memberi obat. Entahlah, mengapa mereka bisa seperti itu.

Setelah selesai dengan pengobatannya, Arnold mengantar dokter Anna pulang menggunakan supir keluarga seperti biasa. Lalu, ia kembali ke kamar Carol untuk memastikan nyonyanya tidur dengan tenang.

Esok paginya, Carol terbangun dengan pusing yang masih mendera kepalanya. Saat ia terbangun, pakaian serta rambutnya telah rapi seperti selesai mandi.

'Ah, ada jahitan di pelipisku. Kenapa ini?'

Carol benar-benar tak ingat apa yang telah dilakukannya tadi malam. Ingatannya kosong. Ia beranjak dari tempat tidur lalu membersihkan tubuhnya dan turun ke bawah untuk sarapan.

"Selamat pagi," sapanya pada Henry yang sudah siap dengan makanannya. "Apa yang terjadi denganku semalam? Apa terjadi keributan?" Carol menunjuk pelipisnya yang terdapat perban.

"Kau tak perlu mengingat apapun," ketus Henry.

Carol menggeser kursinya. Ia duduk dengan nyaman sembari menyantap sarapannya. Tidak ada suara antara ia dan suaminya. Ingin menanyakan perihal perselingkuhan itu tapi sepertinya ini bukan saatnya.

"Henry, aku—"

"Carol, kita telah menikah selama lima tahun." Henry memotong kalimat yang akan diucapkan oleh Carol. Wanita itu seketika diam. "Mari kita akhiri pernikahan ini."

Trang

Garpu yang tengah dipegang oleh Carol terjatuh. Ia akhirnya mendengar kata perpisahan dari mulut suaminya sendiri setelah mengetahui perselingkuhan itu. Bibirnya tersungging senyum sinis pada sang suami.

"Apa ini karena wanita bernama Lucy?" Henry menghentikan kunyahannya. Mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh istrinya. "Aku mengetahuinya karena aku melihat dengan mataku sendiri."

"Apa yang kau lihat?" tanya Henry mengintimidasi. Ia tak suka jika dipojokkan oleh lawan bicaranya yang menurutnya lebih rendah. Itu mengancam reputasinya sebagai pemimpin Deluxe corp.

"Banyak. Hanya saja aku—"

"Apa kau merekamnya?" Carol mengerutkan dahinya. Henry sama sekali tak merasa bersalah dan kini hanya bertanya rekamannya saja. Apakah ia tak peduli dengan perasaannya?

"Yang kau pikirkan adalah rekamannya? Kau tak memikirkan bagaimana kacaunya aku setelah mengetahui perselingkuhan itu? Kau sakit jiwa, Henry!" umpat Carol diikuti suara bantingan pisau roti di atas piringnya.

"Lucy lebih baik darimu. Aku ingin adanya pewaris keluarga Parker. Aku adalah anak pertama dan tentunya mereka semua menginginkan pewaris langsung dariku." dengan tenangnya Henry membuka map yang diberikan oleh Arnold. Henry menyerahkannya pada Carol.

'Apa ini?'

Carol membuka map itu lalu membacanya. Ternyata benar, Henry akan menceraikannya. Carol tertawa keras dengan umpatan lirih dalam bahasa asing tempat ia dibesarkan dulu.

"Surat cerai?" Henry tak menjawab. Itu cukup membuktikan bahwa apa yang dilihat dan didengarnya adalah sebuah kebenaran. "Bagaimana kau akan menceraikan aku sementara kita terikat perjanjian bisnis di masa depan?"

"Semuanya telah selesai bukan?" Henry menaruh garpu dan pisau rotinya dengan anggun lalu menyeka bibirnya dengan selembar kain putih. Ia benar-benar seperti bangsawan berkelas. "Aku telah mengembalikan Harold Times pada keluargamu. Perusahaan itu hampir jatuh kalau masih tetap dipegang oleh pamanmu yang gila judi itu."

"Tapi aku tak menerima kompensasinya!" teriak Carol frustasi. Kantor berita itu memang hampir bangkrut lima tahun yang lalu namun Henry membelinya dan mengganti orang-orang di dalamnya. Ada indikasi korupsi yang dilakukan oleh paman Drew, adik James Dustin yang juga ayah mertua Henry.

"Aku tidak peduli. Yang terpenting sesuai perjanjian, aku telah mengembalikan perusahaan itu ke keluargamu. Tanya pada adik tirimu itu, Carol Dustin."

Henry mengakhiri makan paginya. Ia beranjak dari ruang makan itu diikuti oleh asisten pribadinya yang selalu tersenyum ramah pada siapapun.

Carol masih duduk di ruang makan. Tiba-tiba saja ia tak bernafsu melihat makanan yang tersaji di hadapannya. Tangannya gatal menggaruk-garuk kepalanya hingga berombak.

"Dasar laki-laki sialan! Aku akan menemui ibu mertua. Aku akan adukan perbuatanmu padanya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Mudah Dibodohi

    Damian tersenyum menyeringai mendapatkan banyak bukti skandal milik Henry yang dikirimkan oleh Ken saat di pesta tadi. Henry yang bodoh mungkin mengira Damian akan lengah mengawasinya. Sungguh miris melihat tingkah Henry yang mengabaikan Lucy dan memilih menemani wanita pengganggu seperti Rose. "Wow," seru Erik yang baru saja datang dari luar. Ia duduk melepas jas dan membuka kancing kemeja atasnya. "Siapa yang ada di dalam video itu?" tanyanya dari meja seberang. "Kau bisa tebak. Aku tak akan menguntit tamu yang bukan dalam radar incaranku," tegas Damian. "Henry?" Damian mengangguk. "Sejak kapan ia memiliki hubungan dengan wanita ular itu? Dia tadi menyapaku saat berada di dalam gedung, berbasa-basi sebentar dengan Darren." "Dia memiliki hubungan bisnis dengan Darren." Damian menutup video berdurasi dua menit itu, memilih bergabung dengan Erik. Malam hari ini begitu panjang. Kedua pria tampan itu masih duduk diam di ruang kerja mewah dengan isi kepala berbeda. Erik tengah memiki

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Si Penyimpan Rahasia

    Malam setelah pesta, Darren membawa Hailey masuk ke rumah besar miliknya. Rumah yang baru dibangun olehnya enam bulan lalu sebelum Hailey datang meminta pertanggungjawaban darinya. Rumah yang dibangun di atas tanah pemberian mendiang ayahnya, memakai interior abad pertengahan yang sangat klasik dan indah dipandang mata.Hailey sangat terpana saat kakinya memasuki rumah mewah itu. Entah seberapa kaya Darren hingga memiliki rumah sebesar ini. Rasanya sangat tak percaya. 'Rumah ini lebih indah dari milik keluarga Parker. Jika rumah Darren sebesar ini, bagaimana dengan rumah Damian? Pantas saja Carol terlihat bahagia di sana.' "Rumah ini pemberian mendiang ayahku. Lebih tepatnya, tanahnya. Aku mulai membangunnya enam bulan lalu. Damian yang merancang dan mengisinya. Bagus tidak?" sombong Darren dengan kekehan yang terdengar mengejek di telinga Hailey. 'Pantas saja. Ternyata Damian yang merancangnya.'"Seleranya cukup bagus. Apa rumah Damian juga memiliki interior yang sama?" tanya Hail

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Mata-mata Baru

    Tangan Henry mengepal menahan marah. Melihat keluarga musuhnya berdiri di depan panggung sambil bergandengan tangan dengan adik kandungnya. Senyumnya tampak bahagia seperti pria yang menikahi wanita pujaannya. Tak ada sedikitpun raut wajah kecewa atau cemas. Nampaknya, Darren telah menerima Hailey sebagai istrinya. Saat matanya tertuju pada Hailey, ia menghela napas kasarnya. Di kepalanya terus berputar kutukannya pada keluarga Easton, mengapa harus adiknya yang menikah dengan pria itu. Pasti ia akan diejek oleh Carol jika bertemu dengannya. Bicara tentang Carol, ia tadi terkejut melihat perut besar mantan istrinya itu. Cukup besar hingga membuat matanya terbelalak. Damian tidak main-main menjaga kekuasaannya sebagai penerus keluarga Easton terkuat. "Henry, Hailey terlihat bahagia sekali," bisik Lucy. Henry tak menanggapi. Tatapannya masih terfokus pada perut besar Carol. Ingatannya berputar kembali saat dirinya bertegur dengan Carol di sebuah rumah sakit beberapa bulan lalu. Ia k

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Pesta Pernikahan Penuh Dendam

    Pesta pernikahan Darren akan segera digelar bertepatan dengan hari ulang tahun Hailey. Rencananya, di pesta itu akan ada acara tiup lilin sebagai pedta tambahan untuk memeriahkan acara hari ini. Darren hanya menuruti keinginan calon istrinya itu. Selama tak membuat masalah, baginya itu hanya hal kecil. Di tengah meriahnya pesta, dua wanita yang masih saling bermusuhan hingga kini tampak saling menatap tajam satu sama lain. Keduanya duduk berseberangan. Tak ada yang tahu pasti siapa yang lebih dulu datang, tapi wajah keduanya tampak tak senang. Siapa yang senang bila kau berada satu meja dengan musuhmu."Lihat, siapa yang datang sambil memamerkan perut besarnya?" Carol melirik sinis pada Lucy yang ternyata sama hamil besar seperti dirinya. Damian mengikuti arah jari telunjuk Carol. Alisnya berkerut. "Bisakah kita pindah tempat? Aku tidak mau tersulut emosi." Tanpa banyak tanya lagi, Damian memanggil Ken. Asisten setianya itu mengangguk paham dan tak lama kemudian membisikkan sesuatu

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Perbincangan Sebelum Pernikahan

    Damian resmi pindah dari Genius Groups menuju Harold Times hari ini. Pascal yang telah dipanggilnya minggu lalu bersama dengan Darren menunjukkan sikap yang sesuai keinginannya. Pascal akan ditunjuk sebagai penggantinya sedangkan Darren adalah wakilnya. Adapun David Easton akan berada di kantor untuk mengawasi mereka dalam bekerja hingga satu tahun ke depan.Betapa gagahnya Damian dengan tubuh berbalut jas hitam datang menuju ruangan kerjanya yang baru. Bersama Ken, ia menyiapkan beberapa proposal yang diajukan oleh berbagai departemen di Harold Times. Saat tengah sibuk memilah, tiba-tiba Damian teringat sesuatu. "Bukankah Darren akan menikah minggu ini?" tanya Damian pada Ken yang duduk di sofa tengah sambil membolak-balik halaman dokumen. Ken menghentikan sejenak lalu menganggukkan kepalanya. "Kenapa dia terlihat biasa saja?" "Tuan Darren kadang terlihat biasa saja kadang terlihat cemas. Dia memang sibuk tapi seolah tak sibuk," jawab Ken yang membuat Damian mengerutkan dahinya. "

  • Penguasa Hati Tuan Arogan    Bertemu Gadis Cantik

    "Benar-benar meriah. Aku suka suasananya. Sangat romantis sekali," puji Carol yang terdengar samar di telinga Damian. Pujian itu membuat pria di sebelahnya menggeram tak suka. Tangannya mengepal namun ketika tatapannya beralih pada sang istri, wajahnya langsung berubah manis seperti anak kecil. "Alan sangat menyukai keindahan." "Ya, tempatnya sangat indah," sahut Damian seperlunya. Ia menggandeng tangan Carol dengan erat seolah takut terlepas. Ken mengikuti mereka dari belakang. Kebetulan sekali pria itu tak memiliki pekerjaan lagi setelah tadi pagi berkutat dengan banyak projek tuannya. "Ken, ada yang mencurigakan di belakang?" Ken menoleh pelan ke segala arah lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada tuan. Malam ini bersih." Setelah mendengar laporan dari Ken, Damian pun berani mengajak Carol untuk berjalan cukup jauh menghindari kerumunan yang letaknya di tengah lapangan dekat air mancur. Carol tampak sibuk menghubungi Rachel yang katanya ada di dekat penjual makanan ringan. Dami

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status