LOGIN
“Aku ingin membatalkan pernikahan kita! Aku ingin putus!”
"Putus? Membatalkan pernikahan? Tapi kenapa?” tanya Lintang menatap sang kekasih. “Kamu memang berasal dari keluarga kaya raya, tapi aku juga wanita normal. Aku tidak ingin menikah dengan pria yang nantinya hanya akan memberikan aku penderitaan. Aku mau menjadi istri yang dilayani, bukannya pengasuh yang selalu setia dua puluh empat jam untuk pria seperti dirimu! Kamu itu membutuhkan perawat, bukan istri!” ketus sang kekasih, Stela. “Apa kamu yakin ingin mengakhiri hubungan kita?” tanya Lintang dengan suara berat. “Untuk apa aku berada disamping pria yang sebentar lagi bahkan tidak bisa bangun sendiri? Jangankan untuk bangun, bahkan untuk makan saja kamu nanti akan membutuhkan bantuan! Aku bukan gadis bodoh yang dibutakan oleh yang namanya cinta!” ‘Apa Stela akan melakukan hal yang sama kalau tahu penyakitku yang sebenarnya? Atau apa yang dikatakan ayah dan ibu benar, Stela akan mempercepat pernikahan itu?’ gumam Lintang. Ya! Selama ini Lintang menyembunyikan kondisi sebenarnya dari Stela. Stela hanya tahu, kalau Lintang menderita penyakit langka. Stela sama sekali tidak tahu, kalau dia menderita sirosis hati stadium akhir. “Apa kau sudah menemukan lelaki penggantiku? Apakah dia pria yang baik?” tanya Lintang berusaha keras menahan rasa perih di hatinya. “Kamu tidak perlu mengkhawatirkan diriku, khawatirkan saja dirimu sendiri! Dia pria yang baik, tampan, dan mapan. Satu hal yang pasti, dia berbeda denganmu, karena dia tidak akan menjadi beban untukku kelak. Hanya saja aku masih punya rasa kemanusiaan, aku ingin mengakhiri hubungan yang lama, sebelum memulai hubungan yang baru. Aku ke sini hanya ingin resmi putus darimu, juga membatalkan pernikahan kita. Orang tuaku juga sudah tahu!” “Kalau itu membuatmu bahagia, aku ikhlas,” jawab Lintang menatap kekasihnya dengan perasaan hancur. Walaupun ikhlas tapi Lintang sama sekali tak membayangkan kalau rasanya akan sesakit ini. Dilahirkan dari pasangan suami istri yang hidupnya serba berkelebihan, membuat Lintang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya dengan uang. Namun, matanya kini terbuka lebar. Tak semua bisa diselesaikan dengan uang. Terutama nyawa seseorang. “Seandainya umurku tinggal menghitung hari, bersediakah kau menikah denganku?” tanya Lintang. “Kalau memang umurmu tinggal menghitung hari, maka aku bersedia menikahimu sekarang juga, agar warisan mu akan menjadi milikku seutuhnya. Sayangnya, sebelum ke sini aku telah menemui dokter terlebih dahulu. Usiamu bisa bertahan sampai enam puluh tahun dan selama itu juga kau akan di kursi roda. Bukan hanya itu, kau juga memerlukan biaya pengobatan yang tidak sedikit!” ketus Stela kesal. “Aku tidak berbohong, Stela. Usiaku tinggal menghitung hari, aku sekarat. Apakah kau mau menemaniku sampai ajal menjemputku?” mohon Lintang. “Aku bukan wanita bodoh, Lintang. Aku ingin melangkah di altar penikahan, aku ingin diteguhkan selayaknya pernikahan pada umumnya. Aku ingin resepsi yang megah. Bukannya menikah sambil mendorong kursi roda!” ketus Stela benar-benar marah. Lintang memukul kepalanya pelan. Astaga … ada apa denganku? Kenapa aku bersikap egois? Bukankah ini lah yang aku inginkan? Stela bisa melupakan aku dan memulai hidup baru tanpa adanya penyesalan. Melihatmu seperti ini, maka tak ada penyesalan lagi dalam hidupku. “Stela.” Stela memutar badannya menatap Lintang dan berbicara dengan ketus, “Seberapa keras kamu memohon untuk tetap di sisimu, sekeras itu juga aku akan pergi dari hidupmu! Setidaknya sadar diri itu perlu, Lintang. Kau sama sekali tak layak untukku!” “Selamat memulai hidup baru, semoga kau selalu bahagia. Ini hadiah untukmu, terima kasih pernah menjadi bagian dari hari-hariku,” ujar Lintang menyodorkan kotak segi empat. Melihat kotak perhiasan, Stela langsung saja berjalan dengan cepat dan membuka isinya. “Kalung Berlian?” Stela terkejut sambil memperhatikannya dengan teliti. Kini dia yakin itu berlian asli dengan nilai fantastis. Lintang tersenyum bahagia melihat mantan kekasihnya kegirangan. Berlian yang seharusnya menjadi hadiah pernikahan mereka, akhirnya diberikan begitu saja oleh Lintang sebagai kado perpisahan. “Terima kasih,” ujar Stela dan langsung meninggalkan ruangan itu. Lintang menatap kepergian mantan kekasihnya sampai menghilang dari padangan mata. Dia tahu Stela tidak akan percaya kalau usianya tinggal menghitung hari, karena sebelumnya dia sendiri yang meminta dokter untuk merahasiakan kondisi sesungguhnya dari Stela. Stela bukanlah orang biasa, tapi dia adalah putri bungsu dari salah satu keluarga konglomerat di kota itu. Selang beberapa menit setelah kepergian Stela. Orangtua Lintang datang menemuinya. “Bagaimana kondisimu, Nak? Mana yang sakit?” tanya sang ibu menatap putranya. Walaupun hatinya sakit tapi dia berusaha keras untuk tegar. Lintang tersenyum lirih. Haruskah aku jujur, sekarang hatiku terasa sakit? Benar-benar sakit. Rasanya seperti ada pisau tajam yang baru saja dihunuskan oleh orang yang aku cintai. “Tetaplah semangat, Nak. Ayah tidak pernah berhenti mencari pendonor untukmu, jadi jangan menyerah. Anak buah ayah bahkan mencari sampai di rumah sakit kecil,” ujar sang ayah berusaha untuk kuat. “Aku tidak ingin di operasi, Yah, Bu,” ujar Lintang putus asa. “Tidak! Kau harus di operasi!” tegas sang ibu berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh. “Untuk apa, Bu? Bukankah sudah jelas hidupku tidak akan lama lagi. Aku ingin ayah dan ibu menemaniku, itu saja.” Meskipun marah dengan keputusan Lintang, tapi mengingat kondisi sang anak, wanita paruh baya itu memegang telapak tangan Lintang dan berkata dengan lembut, “Apa semua ini karena Stela? Lupakan Stela, Nak. Bertahan hidup lah demi kami, orang tuamu.” Sesungguhnya yang Lintang lakukan semua demi orang tuanya, bukan Stela. Dia hanya tidak ingin menjadi beban bagi ayah dan ibunya. Berat badan ayah dan ibunya yang terus menurun karena kelelahan mencari donor, membuat tubuh mereka menjadi lemah dan terlihat lebih tua dari seusianya. Namun, Lintang sadar tak mudah membuat ayah dan ibunya menyerah dengan kondisinya. “Lintang ingin menikah dengan gadis cantik, asal usul yang jelas, terutama bukan dari kalangan kelas bawah. Minimal gadis itu memiliki pekerjaan, seorang manager sebuah Perusahaan besar juga tidak masalah,” kata Lintang tak masuk akal. Pasangan suami istri itu terkejut mendengar permintaan yang tidak masuk akal dari anak tunggalnya. Bagi mereka menikahkan Lintang dengan gadis cantik bukanlah hal yang sulit, karena mereka mempunyai banyak uang untuk membayar orang. Namun, jika persyaratannya seperti itu, jelas-jelas mustahil. Tidak mungkin ada wanita yang berasal dari kalangan kelas atas yang bersedia menikahi lelaki yang hidupnya tidak jelas. Mereka tidak akan pernah mau menyandang status janda. Lintang tertawa pelan, “Bukankah ayah dan ibu tidak yakin bisa mendapatkan wanita seperti itu? Jadi lupakan saja, Yah, Bu. Ikhlaskan aku jika kelak pergi.” Perkataan Lintang seperti pisau tajam yang menancap tepat mengenai jantung sang ibu, hingga mengeluarkan darah tak terlihat. Kamu bertanya adakah yang bersedia mengorbankan nyawa untuk kelangsungan hidupmu? Ada. Kami orang tuamu, Lintang. Tapi apa yang bisa kami lakukan ketika hasil tes justru menyatakan kalau ayah dan ibu sama-sama tidak bisa menjadi pendonor untukmu? “Kenapa diam? Bukankah ibu sendiri tidak bisa memberikan jawaban?” ujar Lintang memejamkan mata.Darah segar yang mengalir dari tangannya, sama sekali tidak dirasakan Lintang. Hatinya jauh lebih sakit menerima kenyataan itu.“Aku dan Melia menginginkan kamu mendekam di penjara dalam waktu yang lama, brengsek!” bentak Shan Yue emosi. “Apa kamu mau menyusun rencana untuk membunuh Brayen kembali? Tidak akan pernah bisa! Secara hukum kamu bukan putra kami lagi dan kami tidak menerima orang asing di rumah ini!” teriak Shan Yue.“Pergi dari sini sekarang juga, brengsek!” bentak Shan Yue.“Jangankan rumah ini, halaman rumah ini saja tidak menerimamu!” Melia menatap Lintang emosi.Lintang terkejut melihat sang ayah memegang ponsel miliknya, tiba-tiba ….GUBRAKKK !!!!BRAKKK !!!!Lintang hanya dapat menarik nafas panjang, ketika sang ayah membanting ponsel miliknya tepat dihadapannya.“Apa kamu mau protes? Kamu tidak punya hak untuk itu! Semua fasilitas yang selama ini kamu gunakan adalah milikku!” teriak Shan Yue.“Kenapa masih di sini? Apa kamu berharap kami akan berubah pikiran? Tidak
Walaupun tidak bersalah, tapi sesuai peraturan yang berlaku, maka Lintang akan mendekam dibalik jeruji besi sampai persidangan di mulai.Sedangkan Brayen masih belum sadarkan diri di rumah sakit, Brayen koma.Tanpa keluarga Wang sadari mereka telah ditipu mentah-mentah oleh putranya. Brayen bukan koma, dia sesungguhnya tidak apa-apa. Semuanya hanyalah permainannya dengan sang dokter.“Aku rasa waktu seminggu lebih dari cukup untuk membuat orangtuamu ketakutan. Sudah saatnya kamu siuman, brengsek! Jangan sampai ada yang curiga,” bentak dokter itu kesal pada Brayen.“Aku itu pasien, jadi jangan marah-marah. Kalau aku koma beneran, apa kamu mau?” Brayen tersenyum menatap sahabatnya.Ya! Dokter yang menanganinya tidak lain adalah sahabat karibnya.“Maka tunjukkan dirimu sekarang!”“Ya sudah, sebagai pasien, aku ikuti saramu, pak dokter.”BUKKK !!!!AUW ….Lintang menjerit pelan, ketika dokter memukul pelan punggungnya. Dia tidak dapat menahan tawanya melihat raut wajah sahabatnya yang sed
***“Ayah, bagaimana keadaan Brayen dan ibu? Mereka baik-baik saja, kan?” tanya Lintang khawatir.Ya! Kekhawatiran Lintang membuatnya memilih langsung ke rumah sakit untuk mengetahui kondisi saudara dan ibunya.Namun bukan jawaban yang diterima Lintang tapi justru pemborgolan paksa dari pihak kepolisian.“Anda, kami tahan atas percobaan pembunuhan terhadap saudara Brayen Lei.”Kata-kata polisi itu seperti petir yang menyambar tepat di telinga Lintang.PLAKKK !!!!Lintang sama sekali tidak merasakan sakit akibat tamparan sang ayah. Dia masih bingung dengan apa yang terjadi.“Apa yang terjadi denganmu? Kamu bukan lagi Lintang yang dulu ayah kenal. Dulu … bahkan untuk melukai orang lain, kamu tidak akan tega. Sekarang? Kamu bahkan tidak segan-segan membayar orang untuk membunuh?! Kenapa kamu mau membunuhnya? Sekarang Brayen terbaring kritis di dalam, apa kamu sudah puas?” teriak Shan Yue murka.Kini Lintang menyadari kenapa polisi memborgolnya secara paksa.“Terus terang Lintang kecewa p
“Pasien membutuhkan golongan darah A sebanyak enam kantong. Silahkan berhubungan dengan bank darah, harus secepatnya. Pasien kehilangan cukup banyak darah,” kata dokter panik.Shan Yue langsung saja berlari ke bank darah dan mengurus pembelian enam kantong darah yang diminta dokter.“Ini darahnya, dokter,” kata Shan Yue semakin khawatir.Tanpa berkomentar, sang dokter langsung saja mengambil darah yang dibutuhkan pasien.“Jadi yang sedang terbaring di dalam adalah Brayen?” tanya Melia, airmatanya kembali mengalir.“Aku telah kehilangan putraku selama dua puluh empat tahun, aku tidak mau kehilangan dia lagi, apalagi untuk selamanya, Yah. Aku tidak bisa,” tangis Melia pecah.Mengingat masih berada di rumah sakit, Shan Yue langsung saja menarik Melia ke dalam pelukannya dan membiarkan istrinya menangis di dada bidangnya.“Siapa yang telah melakukan ini pada putra kita, Yah?”“Polisi sedang meng-interograsi pelaku, tapi mereka mengalami kesulitan karena pelaku tidak mau mengeluarkan satu
"Brayen tidak setuju, Ayah,” protes Brayen.“Maksudmu?” Shan Yue terkejut.“Kalau memang ayah menganggap aku dan Lintang itu sama, harusnya pembagian warisan harus adil. Aku lima puluh persen, begitupun dengan Lintang. Bukannya aku yang lebih banyak dari Lintang,” kata Brayen tersenyum.“Jadi kamu tidak keberatan kalau pembagiannya seperti itu? Sama rata?” Shan Yue bertanya memastikan.“Kalau pembagiannya seimbang, itu baru adil,” kata Brayen tersenyum.“Baiklah. Kalau begitu ayah akan membagi rata warisan itu kepada kalian berdua,” kata Shan Yue tersenyum bahagia.‘Lintang, aku mengalah bukan berarti kalah! Ini adalah permulaan kehancuranmu!’ guman Brayen emosi.***Seminggu kemudian ….“Kalau permintaan anda seperti itu, maaf aku tidak bisa,” kata lelaki yang kini berdiri didepan Brayen.“Ternyata aku salah menilaimu, aku pikir kamu akan melakukan apa saja untuk putramu yang sedang terbaring di rumah sakit. Bukankah anakmu butuh uang untuk operasi? Pikirkan baik-baik sebelum anakmu
Lintang hanya dapat menarik nafas panjang, ketika semua anggota group justru setuju mengeluarkannya. Dia tidak menyangka selama ini telah bergaul dengan orang-orang yang hanya melihat seseorang berdasarkan status.Dia tidak dapat membaca kelanjutan obrolan group, karena dia telah dikeluarkan.Lintang tidak tahu apa lagi yang mereka obrolkan, tapi satu hal yang pasti. Dia sadar sedang menjadi selebriti dadakan di group yang diusulkan untuk dibentuknya dulu.“Itulah kehidupan, Lintang. Disaat kamu memiliki segalanya, kamu akan disanjung dan dieluk-elukkan. Diantara dua puluh teman, syukur-syukur kalau kamu mendapatkan satu teman yang bisa menerima kondisimu saat dalam kesulitan,” kata Aurelia.Lintang tidak menjawab, dia diam membeku.“Sekarang apa yang akan kamu lakukan?” tanya Aurelia menatap sang suami.“Waktu tidak akan berhenti hanya karena aku mengalami masalah. Apapun yang mereka katakan, to tidak ada yang dapat mengubahnya. Aku memang terlahir dari orangtua yang serba kekurangan







