Home / Urban / Penguasa Yang Tak Terduga / 5. Selamat datang, Brayen.

Share

5. Selamat datang, Brayen.

Author: Yully Kawasa
last update Last Updated: 2025-11-27 11:55:35

Lintang mundur selangkah demi selangkah, tubuhnya terasa lemas, pandangan matanya kabur. Lintang pingsan.

Melia segera berlari ke ruang tamu dan memanggil dokter yang selama ini menangani penyakit Lintang.

Ya! Keluarga Wang tahu itu adalah pukulan terbesar bagi Lintang, jadi sebelum mengenalkan Brayen mereka juga telah mempersiapkan dokter dan ambulance jika terjadi sesuatu pada Lintang.

Dokter langsung saja memeriksa keadaan Lintang dan tersenyum. “Dia hanya shock saja, jangan khawatir.”

“Ini tidak mengganggu kondisinya, kan, dokter? Aku tidak ingin putraku kenapa-napa,” tanya Melia khawatir.

“Tenang saja, Lintang tidak apa-apa. Sepertinya hati pendonor diterima baik oleh tubuh Lintang, hingga pulih lebih cepat dari perkiraan,” jelas dokter.

Semua yang berada di dalam ruangan itu dapat bernafas lega, kecuali Brayen.

Sial! Ternyata kasih sayang Shan Yue dan Melia tidak terkikis meski tahu kalau orangtuanya telah menukar kami secara sengaja. Lintang kamu telah merebut apa yang harusnya aku nikmati selama ini, dan kamu masih mau merebut kasih sayang ayah dan ibu kandungku? Tidak akan aku biarkan!

Meskipun hati Brayen panas, tapi dia tetap saja tenang, bahkan jelas-jelas terlihat mengkhawatirkan Lintang.

Berlahan-lahan Lintang membuka mata, mencari sesuatu. Pandangan matanya jatuh pada Lintang.

Lintang memilih posisi duduk dan mengulurkan tangannya setelah sadar kejadian yang menimpahnya adalah kenyataan. “Selamat datang, Brayen.”

Brayen menyambut ukuran tangan Lintang. “Maaf kalau membuat kamu terkejut, harusnya aku tidak meminta ini pada ayah dan ibu.”

Kepala Brayen menunduk dalam-dalam, jelas sekali perasaan bersalah dari nada bicaranya.

“Kamu tidak salah, to cepat atau lambat Lintang akan tau yang sebenarnya,” kata Melia mencoba menenangkan brayen.

“Sekarang putra kami ada dua, bukan lagi satu. Jadi ayah harap, kalian berdua bisa saling mengerti dan memahami,” kata Shan Yue tersenyum.

Shan Yue langsung membubarkan para pekerja.

Dokter juga memilih meninggalkan rumah keluarga Wang setelah memastikan kondisi Lintang dalam keadaan baik.

Setelah merasa aman, Shan Yue dan Melia memilih berangkat ke kantor.

“Jangan pernah bermimpi menjadi saudaraku, Lintang!”

Langkah kaki Lintang langsung terhenti ketika mendengar perkataan Brayen, berlahan dia membalikkan badan menatap brayen.

“Maksudnya?”

“Jangan berpura-pura bodoh! Bukankah kamu sekolah di tempat elit, kuliah pun diluar negeri. Pantaskah kamu bertanya apa maksud ucapanku?” kata Brayen mencibir.

“Jadi sikap yang kamu tunjukan tadi, semuanya palsu?” Lintang terkejut.

Keterkejutan Lintang bertambah ketika Brayen justru berlutut di lantai.

“Orangtuamu bukan hanya menukar kehidupan kita, tapi mereka juga tidak bertanggung jawab akan apa yang telah mereka lakukan. Harusnya mereka bersikap baik padaku, tapi apa? Mereka justru memperlakukanku seperti sampah!” ujar Brayen.

“Maafkan aku, Lintang. Harusnya aku tidak mengatakan ini padamu. Aku mohon jangan tinggalkan rumah ini. Walaupun aku anak kandung ayah dan ibu, tapi kamu juga anaknya,” lanjut Brayen dengan mata berkaca-kaca.

Lintang diam membisu, dia benar-benar dibuat bingung oleh kelakukan Brayen yang tiba-tiba berubah drastis.

Lintang menatap Brayan dengan bingung. Apa mungkin Brayen juga shock dengan kenyataan yang ada? Sampai-sampai dia berbicara tidak karuan?

“Aku tahu ini tidak adil bagimu, tapi posisi kita sama. Haruskah aku mencium kakimu agar kamu tidak meninggalkan rumah ini?” tanya Brayen.

Lintang menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apakah Brayen berpikir aku akan meninggalkan rumah, setelah dia berbicara kasar padaku tadi?

Tidak mau terus mengira-ngira Lintang langsung membantu brayen berdiri, ketika lelaki tampan itu hendak mendekat dan berlutut.

“Kamu tenang saja, aku akan tetap tinggal di rumah ini. Kamu tidak perlu memanggilku kakak atau adik, karena kita sendiri tidak tahu siapa yang lebih dulu dilahirkan. Kita cukup memanggil nama saja,” kata Lintang memegang pundak brayen.

“Maafkan aku, Lintang. Tidak seharusnya aku mengatakan perlakukan buruk orangtua kandungmu. Apalagi menyalahkan mereka, apalagi sekarang mereka sudah menghadap sang pencipta,” ujar Brayen.

“Lupakanlah perkataanku tentang perlakukan orangtua kandungmu. Aku sudah memaafkan mereka, walaupun tidak bisa ku pungkiri rasa kecewa itu masih membekas dihati,” lanjut Brayen.

Lintang langsung menuntun Brayen duduk di sofa.

“Ungkapkanlah semua rasa yang selama ini kamu pendam, dengan begitu kamu akan merasakan kelegaan,” kata Lintang tanpa melepaskan matanya pada brayen.

“Tidak ada apa-apa, sebaiknya kamu istirahat. Maaf kalau kata-kataku sempat membuatmu terkejut,” kata Brayen menunduk.

Lintang yang masih penasaran harus mengurunkan niatnya bertanya, ketika Brayen bersikeras memintanya untuk beristirahat.

Begitu pintu kamar di kunci, bibi yang selama ini membantu membesarkan Lintang mendekati brayen.

“Apakah Tuan Muda Brayen tidak mau jujur pada Tuan Muda Lintang?” tanya bibi kalem.

“Aku tidak seharunya mengatakan perlakuan orangtua kandung Lintang padaku. Aku takut itu justru berdampak negative pada kondisinya, Bi. Saat dia pingsang tadi aku benar-benar ketakutan,” kata Brayen menunduk.

Shan Yue dan Melia yang hendak masuk ke dalam mengurunkan niat mereka.

“Sebaiknya kita pergi sekarang, brayen pasti masih sedih,” bisik Melia.

“Kalau saja mereka masih hidup, sudah aku buat pasangan suami istri itu mendekam di penjara!” geram Shan Yue pelan.

Mereka memilih tidak mengambil berkas yang tertinggal dan langsung menuju kantor.

“Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu, ingat … kamu di sini hanyalah pelayan, bukan anggota keluarga!” bentak Brayen.

Belum selesai keterkejutan sang bibi dengan perubahan mendadak dari brayen, tiba-tiba ….

Auw …

Bibi menjerit pelan ketika tubuhnya jatuh menyentuh lantai, akibat dorongan brayen.

“Tempatmu cocok berada di lantai! Awas saja kalau kamu berani melapor kepada ayah dan ibuku. Dalam sekejap, aku bisa membuatmu kehilangan pekerjaan! Paham?!” bentak Lintang dan segera meninggalkan ruang keluarga.

Ya! Sikap brayen berubah baik ketika ekor matanya melihat kemunculan ayah dan ibunya, maka dia langsung memainkan sandiwara anak baik.

Brayen menatap langit-langit kamarnya dengan geram. “Aku akan membuat kamu ditendang secara tidak hormat dari keluarga ini, Lintang!”

Berlahan dia berdiri dari kasur, mengambil kartu hitam yang diberikan oleh orangtuanya, menatap sebentar dan tersenyum.

“Aku harus menjadi sosok yang sempurna untuk ayah dan ibu, selamat tinggal kartu hitam. Aku ingin menggunakan kamu sesuka hati, tapi belum saatnya. Aku tidak akan menyentuhmu sama sekali!” kata Brayen, kemudian melemparkan kartu hitam itu ke dalam laci meja yang ada dalam kamarnya.

Brayen menyusun rencana untuk membuat Lintang ditendang dari rumah itu dan tidak punya kesempatan untuk kembali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penguasa Yang Tak Terduga   13. Terusir dari rumah

    Darah segar yang mengalir dari tangannya, sama sekali tidak dirasakan Lintang. Hatinya jauh lebih sakit menerima kenyataan itu.“Aku dan Melia menginginkan kamu mendekam di penjara dalam waktu yang lama, brengsek!” bentak Shan Yue emosi. “Apa kamu mau menyusun rencana untuk membunuh Brayen kembali? Tidak akan pernah bisa! Secara hukum kamu bukan putra kami lagi dan kami tidak menerima orang asing di rumah ini!” teriak Shan Yue.“Pergi dari sini sekarang juga, brengsek!” bentak Shan Yue.“Jangankan rumah ini, halaman rumah ini saja tidak menerimamu!” Melia menatap Lintang emosi.Lintang terkejut melihat sang ayah memegang ponsel miliknya, tiba-tiba ….GUBRAKKK !!!!BRAKKK !!!!Lintang hanya dapat menarik nafas panjang, ketika sang ayah membanting ponsel miliknya tepat dihadapannya.“Apa kamu mau protes? Kamu tidak punya hak untuk itu! Semua fasilitas yang selama ini kamu gunakan adalah milikku!” teriak Shan Yue.“Kenapa masih di sini? Apa kamu berharap kami akan berubah pikiran? Tidak

  • Penguasa Yang Tak Terduga   12. Kemarahan Shan Yue dan Melia

    Walaupun tidak bersalah, tapi sesuai peraturan yang berlaku, maka Lintang akan mendekam dibalik jeruji besi sampai persidangan di mulai.Sedangkan Brayen masih belum sadarkan diri di rumah sakit, Brayen koma.Tanpa keluarga Wang sadari mereka telah ditipu mentah-mentah oleh putranya. Brayen bukan koma, dia sesungguhnya tidak apa-apa. Semuanya hanyalah permainannya dengan sang dokter.“Aku rasa waktu seminggu lebih dari cukup untuk membuat orangtuamu ketakutan. Sudah saatnya kamu siuman, brengsek! Jangan sampai ada yang curiga,” bentak dokter itu kesal pada Brayen.“Aku itu pasien, jadi jangan marah-marah. Kalau aku koma beneran, apa kamu mau?” Brayen tersenyum menatap sahabatnya.Ya! Dokter yang menanganinya tidak lain adalah sahabat karibnya.“Maka tunjukkan dirimu sekarang!”“Ya sudah, sebagai pasien, aku ikuti saramu, pak dokter.”BUKKK !!!!AUW ….Lintang menjerit pelan, ketika dokter memukul pelan punggungnya. Dia tidak dapat menahan tawanya melihat raut wajah sahabatnya yang sed

  • Penguasa Yang Tak Terduga   11. Pengacara kondang utusan sang istri

    ***“Ayah, bagaimana keadaan Brayen dan ibu? Mereka baik-baik saja, kan?” tanya Lintang khawatir.Ya! Kekhawatiran Lintang membuatnya memilih langsung ke rumah sakit untuk mengetahui kondisi saudara dan ibunya.Namun bukan jawaban yang diterima Lintang tapi justru pemborgolan paksa dari pihak kepolisian.“Anda, kami tahan atas percobaan pembunuhan terhadap saudara Brayen Lei.”Kata-kata polisi itu seperti petir yang menyambar tepat di telinga Lintang.PLAKKK !!!!Lintang sama sekali tidak merasakan sakit akibat tamparan sang ayah. Dia masih bingung dengan apa yang terjadi.“Apa yang terjadi denganmu? Kamu bukan lagi Lintang yang dulu ayah kenal. Dulu … bahkan untuk melukai orang lain, kamu tidak akan tega. Sekarang? Kamu bahkan tidak segan-segan membayar orang untuk membunuh?! Kenapa kamu mau membunuhnya? Sekarang Brayen terbaring kritis di dalam, apa kamu sudah puas?” teriak Shan Yue murka.Kini Lintang menyadari kenapa polisi memborgolnya secara paksa.“Terus terang Lintang kecewa p

  • Penguasa Yang Tak Terduga   10. Terjebak

    “Pasien membutuhkan golongan darah A sebanyak enam kantong. Silahkan berhubungan dengan bank darah, harus secepatnya. Pasien kehilangan cukup banyak darah,” kata dokter panik.Shan Yue langsung saja berlari ke bank darah dan mengurus pembelian enam kantong darah yang diminta dokter.“Ini darahnya, dokter,” kata Shan Yue semakin khawatir.Tanpa berkomentar, sang dokter langsung saja mengambil darah yang dibutuhkan pasien.“Jadi yang sedang terbaring di dalam adalah Brayen?” tanya Melia, airmatanya kembali mengalir.“Aku telah kehilangan putraku selama dua puluh empat tahun, aku tidak mau kehilangan dia lagi, apalagi untuk selamanya, Yah. Aku tidak bisa,” tangis Melia pecah.Mengingat masih berada di rumah sakit, Shan Yue langsung saja menarik Melia ke dalam pelukannya dan membiarkan istrinya menangis di dada bidangnya.“Siapa yang telah melakukan ini pada putra kita, Yah?”“Polisi sedang meng-interograsi pelaku, tapi mereka mengalami kesulitan karena pelaku tidak mau mengeluarkan satu

  • Penguasa Yang Tak Terduga   9. Aku mengalah, bukan berarti kalah!

    "Brayen tidak setuju, Ayah,” protes Brayen.“Maksudmu?” Shan Yue terkejut.“Kalau memang ayah menganggap aku dan Lintang itu sama, harusnya pembagian warisan harus adil. Aku lima puluh persen, begitupun dengan Lintang. Bukannya aku yang lebih banyak dari Lintang,” kata Brayen tersenyum.“Jadi kamu tidak keberatan kalau pembagiannya seperti itu? Sama rata?” Shan Yue bertanya memastikan.“Kalau pembagiannya seimbang, itu baru adil,” kata Brayen tersenyum.“Baiklah. Kalau begitu ayah akan membagi rata warisan itu kepada kalian berdua,” kata Shan Yue tersenyum bahagia.‘Lintang, aku mengalah bukan berarti kalah! Ini adalah permulaan kehancuranmu!’ guman Brayen emosi.***Seminggu kemudian ….“Kalau permintaan anda seperti itu, maaf aku tidak bisa,” kata lelaki yang kini berdiri didepan Brayen.“Ternyata aku salah menilaimu, aku pikir kamu akan melakukan apa saja untuk putramu yang sedang terbaring di rumah sakit. Bukankah anakmu butuh uang untuk operasi? Pikirkan baik-baik sebelum anakmu

  • Penguasa Yang Tak Terduga   8. Pembagian Warisan

    Lintang hanya dapat menarik nafas panjang, ketika semua anggota group justru setuju mengeluarkannya. Dia tidak menyangka selama ini telah bergaul dengan orang-orang yang hanya melihat seseorang berdasarkan status.Dia tidak dapat membaca kelanjutan obrolan group, karena dia telah dikeluarkan.Lintang tidak tahu apa lagi yang mereka obrolkan, tapi satu hal yang pasti. Dia sadar sedang menjadi selebriti dadakan di group yang diusulkan untuk dibentuknya dulu.“Itulah kehidupan, Lintang. Disaat kamu memiliki segalanya, kamu akan disanjung dan dieluk-elukkan. Diantara dua puluh teman, syukur-syukur kalau kamu mendapatkan satu teman yang bisa menerima kondisimu saat dalam kesulitan,” kata Aurelia.Lintang tidak menjawab, dia diam membeku.“Sekarang apa yang akan kamu lakukan?” tanya Aurelia menatap sang suami.“Waktu tidak akan berhenti hanya karena aku mengalami masalah. Apapun yang mereka katakan, to tidak ada yang dapat mengubahnya. Aku memang terlahir dari orangtua yang serba kekurangan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status