Share

Bertemu Lagi

"Itu ... aku menjaga gudang. Ya, kebetulan aku diminta membantu temanku untuk menjaga gudang bosnya jadi aku terima saja, karena itu aku tidak pulang," dusta Selina dengan perasaan yang tidak karuan.

Selama ini Selina selalu berbohong bahwa ia bekerja serabutan di sebuah toko pecah belah dan mengambil banyak pekerjaan sampingan lain sampai Aula tidak mengerti apa saja yang Selina kerjakan, hanya saja, Aula selalu percaya pada anaknya itu yang jujur dan bisa menjaga dirinya sendiri.

"Syukurlah kalau kau mendapat pekerjaan bagus, Selina," sahut Aula akhirnya.

"Ah, iya, Ibu! Tapi ayo makan saja! Ayo, Juna, makan!"

Selina memaksakan tawanya seolah ia begitu bahagia, dan tawa itu pun membuat Aula dan Juna ikut tertawa sampai perasaan Selina menjadi sedikit lebih baik, walaupun tetap saja ada rasa sakit di hatinya karena ia sudah membohongi keluarganya.

Beberapa hari berlalu dan Selina kebetulan tidak bekerja hari itu pun mengunjungi Bora, sahabatnya. 

Seperti biasa, saat sama-sama sedang tidak bekerja, Selina akan menghabiskan waktunya di sana dan menceritakan keluh kesahnya agar perasaan hatinya menjadi lebih baik, termasuk cerita tentang dirinya yang tidur dengan CEO yang ditipunya.

"Apa, Selina? Jadi kau tidur dengan CEO itu?" pekik Bora.

"Ck, begitulah! Sial! Aku tidak berani mengatakannya pada ibuku! Sudah berapa hari sejak kejadian itu, hatiku tetap tidak tenang."

"Tapi ... kau ... dia ... itu kali pertama untukmu kan?"

"Tentu saja! Itu pertama kalinya untukku, rasanya sakit sekali, kau tahu itu? Bahkan dia melakukannya bukan hanya satu kali. Entah bagaimana dia melakukannya tapi dia melakukannya berkali-kali dan aku ...."

Selina rasanya kehabisan napas saat menceritakannya.

"Entahlah, Bora! Aku kesal sekali!" seru Selina lemas.

Bora yang tadinya masih berdandan dan menatap ke arah cerminnya pun memutar kursinya lalu menatap Selina yang sedang duduk di ranjang.

"Tapi pada akhirnya kau menikmatinya kan, Selina?" Bora menaikkan alisnya menggoda Selina.

"Yang benar saja, Bora! Itu sama saja aku diperkosa! Diperkosa! Bagian mana yang menikmatinya? Bahkan seluruh tubuhku terasa remuk."

"Eh, tapi bukankah kau bilang CEO-nya sangat tampan?"

"Sekalipun tampan tapi siapa yang menikmati diperkosa, hah? Yang benar saja! Pokoknya aku stres. Untung saja aku bukan tipe wanita lemah yang bisa trauma atau depresi hanya karena hal seperti itu. Tapi sial, pekerjaan ini membuatku lelah," keluh Selina sambil merebahkan tubuhnya ke ranjang Bora.

Bora yang melihatnya pun mulai menatap Selina dengan serius.

"Karena itu sudah kubilang berhenti melakukannya, Selina. Carilah pekerjaan yang halal sepertiku. Walaupun pekerjaanku tidak mentereng tapi setidaknya uang yang kudapatkan halal."

Selina yang mendengarnya pun langsung bangkit duduk lagi.

"Kau pikir aku tidak mau? Aku juga mau bekerja secara halal tapi kau tahu sendiri otakku pas-pasan. Lagipula aku terikat pada para rentenir sialan itu, kalau aku tidak menurut, mereka akan mengganggu keluargaku. Ah, ini semua karena ayahku yang brengsek itu. Aku kesal sekali!"

"Ck, kurasa pada akhirnya kau juga terbiasa dengan semua pekerjaan haram itu. Selina, kau itu sahabatku. Ayolah, berhenti melakukannya! Ikut bekerja denganku saja!"

Selina pun mengernyit mendengarnya. "Ikut bekerja denganmu? Pekerjaan apa itu? Bukankah pekerjaanmu sendiri juga tidak jelas?"

"Hei, tapi setidaknya halal! Aku ikut dalam sebuah lembaga yang menawarkan jasa pelayan dan cleaning service. Jadi kalau ada acara besar yang membutuhkan pelayan tambahan, kami akan dipanggil. Memang tidak bisa bekerja setiap hari dan hanya menunggu panggilan, tapi akhir-akhir ini aku bekerja cukup sering dalam satu bulan."

"Lalu bagaimana dengan gajinya?" Selina masih mengernyit dan mulai penasaran.

"Gajinya harian. Kalau kau bekerja, kau akan mendapat uang tapi kalau kau tidak bekerja, kau tidak akan mendapat uang. Memang tidak akan sebesar uang yang diberikan rentenir itu padamu sebagai bagi hasil tapi kalau dalam sebulan kau full bekerja, hasilnya akan sangat lumayan, Selina."

Mata Selina sedikit berbinar-binar mendengarnya.

Bora yang melihat binar di mata Selina pun tersenyum senang. "Bagaimana? Kau mau kan? Lama-lama kau juga akan terbiasa lagi bekerja dengan halal, Selina. Perlahan tinggalkan kehidupan lamamu dan kita cari cara lain untuk melunasi hutang ayahmu," ucap Bora yakin.

Selina pun menatap Bora sedikit lebih lama. "Wow, walaupun aku yakin prosesnya tidak akan semudah itu lepas dari para rentenir, tapi kata-katamu membuatku seolah mempunyai masa depan yang baru, Bora."

Bora terkikik mendengarnya. "Tentu saja! Semua orang harus berubah, Selina. Mau sampai kapan kau menjadi penipu? Apa kau tidak takut karma, hah?"

Selina langsung terdiam mendengarnya. "Karma? Mungkin saja kehormatanku yang terenggut itu adalah salah satu dari karmaku! Penipu yang tertipu ..."

Bora yang mendengarnya pun menutup mulutnya. "Err, sudahlah tidak usah dipikirkan lagi. Lagipula tidak perawan juga tidak mati. Hidupmu jauh lebih berharga, Selina. Sudah, fokus saja pada masa depanmu dan ikut denganku saja, kami sedang kekurangan orang untuk memenuhi permintaan sebuah hotel mewah yang akan mengadakan sebuah acara besar, peluncuran produk dari sebuah perusahaan besar."

*

Kilatan kamera diarahkan pada seorang pria muda yang melangkah masuk dengan gagahnya ke gedung ballroom sebuah hotel mewah pagi itu.

Pagi itu, Harris Wijaya Grup, sebuah grup raksasa yang sudah terkenal sukses dalam beberapa lini bisnisnya akan meluncurkan sebuah produk baru, perangkat elektronik yang digadang-gadang akan sukses besar.

Namun, sayangnya skandal sang CEO Dhexel Harris Wijaya yang tertangkap basah tidur dengan seorang wanita beberapa hari yang lalu membuat gosip yang tidak sedap menjelang peluncuran.

"Pak Dhexel, apa ada sedikit klarifikasi tentang foto-foto waktu itu, Pak?"

"Benar! Soal kau meniduri wanita di hotel, bisa tolong jelaskan pada kami?"

"Gosipnya belum reda sampai saat ini, Pak. Apa itu kekasihmu? Atau calon istrimu?"

"Publik sangat menantikan penjelasan ini, Pak. Banyak yang menganggap Anda tidak fokus pada peluncuran produk dan hanya bersenang-senang."

Begitu banyak wartawan yang mencoba menanyai Dhexel namun tidak sekalipun Dhexel menanggapi dan tetap melangkah dengan mantap.

Beberapa bodyguard yang berjaga dan Marlo pun akhirnya menjauhkan para wartawan itu dari Dhexel.

"Tolong tidak membahas hal lain selain peluncuran produk. Terima kasih!" ucap Marlo sebelum ia melangkah mengikuti Dhexel yang sudah bergabung dengan orang tuanya di atas panggung.

"Sampai sekarang beritanya masih menjadi santapan lezat para wartawan, Dhexel."

"Aku tahu, Ma! Tapi untuk sementara biarkan saja. Bukankah kita sudah memutuskan untuk tidak menanggapi semuanya?"

"Ck, saham bisnis kita yang lain cukup terguncang karena skandal itu, Dhexel. Semoga tidak berpengaruh pada pasar kita nantinya."

"Aku akan pastikan itu tidak terjadi, Ma. Tenang saja!"

Rebecca pun hanya bisa mengangguk dan langsung menghampiri suaminya menyapa semua tamu di acara itu.

Mereka sudah sepakat tidak bicara apa-apa sampai acara peluncuran selesai karena mereka yakin apapun klarifikasinya nanti, pasti akan ada pihak yang membuat gosip ini makin tidak terkendali.

"Marlo, apa kau belum berhasil juga menemukan wanita itu?" bisik Dhexel saat ia sudah berdua bersama asistennya itu.

"Maaf, Bos! Aku belum menemukan apa-apa."

"Sial, aku tidak nyaman dengan semua pemberitaan ini," keluh Dhexel yang harus tetap menjaga ekspresinya di depan banyak orang.

Sementara itu, Bora dan Selina sudah bersiap dengan seragam pelayannya pagi itu dan Selina merasa sangat cantik dengan seragam itu.

Walaupun hanya sebagai seorang pelayan, tapi ini adalah pekerjaan halal pertamanya dan Selina sangat antusias.

"Aku senang sekali mereka langsung menerimamu karena itu jangan sampai membuat kesalahan, kau mengerti, Selina? Kau harus bekerja dengan baik agar mereka memanggilmu terus pada acara selanjutnya," pesan Bora serius.

"Kau tenang saja, Bora! Aku mengerti!"

"Baiklah, kalau begitu bawa baki minuman itu dengan hati-hati dan edarkan pada para tamu. Ingat, Selina! Tanpa kesalahan sedikit pun!"

Selina mengeluarkan ibu jarinya memberi kode pada Bora sebelum ia langsung melangkah dengan bersemangat.

"Silakan!" Selina mengedarkan minuman pada para tamu sambil tersenyum ramah dan ia sangat menikmati pekerjaan barunya.

Ini mudah sekali dan mendapat uang halal, ah, Selina menyukai pekerjaannya ini.

"Silakan, Pak! Silakan, Bu!" Selina terus melangkah kesana kemari dengan cekatan dan tanpa kesalahan sedikit pun.

Selina pun terus tersenyum saat ia melangkah ke stall minuman untuk mengisi ulang bakinya yang sudah kosong.

"Bagaimana? Ini mudah kan?" bisik Bora yang sedang melakukan hal yang sama.

"Ini mudah dan menyenangkan, Bora. Seharusnya dari dulu kau mengajakku."

"Eits, kau sendiri yang tidak pernah mau."

"Haha, baiklah, maafkan aku! Tapi sekarang aku harus ke mana lagi, hah?"

Bora pun tersenyum sambil mengedikkan kepalanya. "Itu pemilik acara hari ini! Kau harus membawakan baki ini ke sana dan berikan minumannya pada CEO tampan itu. Oh, aku bahkan tidak bisa berhenti menatapnya, dia tampan sekali!"

Mata Bora berbinar-binar menatap seseorang di kejauhan sampai Selina pun terkikik melihatnya.

"Cih, dasar genit! Mana CEO tampannya? Mana?"

Selina langsung menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Bora dan seketika jantungnya berdebar kencang melihat seorang pria tampan yang sangat ia kenal. Apalagi saat tanpa sengaja pria itu juga menoleh dan Selina pun langsung menahan napasnya saat tatapannya terkunci pada tatapan pria yang juga jelas mengenalinya itu.

"Dia ... dia ... CEO ..."

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status