“Masih satu jam lagi. Baiklah ayo kita makan dulu sebelum kereta tiba di stasiun. Nanti akan susah mencari makan jika sudah berkendara,” ajak Kastara sambil berdiri dan merapikan pakaiannya yang lusuh karena tidur tadi.”
Shena mengangguk cepat dan langsung mengikuti Kastara yang sudah berjalan lebih dulu darinya.
Begitu memasukki gerbong makanan, mereka langsung disambut dengan aroma makanan yang super sedap hingga membuat perut Shena kembali berdendang.
“Aku mau nasi goreng kemarin, Kastara,” bisik Shena cepat sambil melirik ke deretan kursi yang penuh dengan penumpang kereta karena sekarang memang jam sarapan pagi.
Kastara mengangguk. Dia melihat sambil mencari meja kosong, tetapi sepertinya di jam-jam begini tidak ada meja dan kursi yang kosong.
Setelah memesan dua nasi goreng dan dua jus jeruk, Kastara juga mengambil beberapa gorengan dan kue-kue
“Apa maksudmu membawa gadis itu pulang, Kastara!” suara Tuan Bastian Kusuma menggelegar memenuhi seluruh ruang makan menandakan bahwa dia tidak senang dengan keputusan Kastara membawa Shena ke rumah.“Dia diusir dari rumah gara-gara kesalahanku, Pa. Sebagai laki-laki aku harus bertanggung jawab. Bukankah itu yang selalu Papa tegaskan padaku?” jawab Kastara tegas. Bukan berniat membantah ayahnya tetapi dia hanya melakukan apa yang dia anggap sebagai tanggung jawabnya.“Tanggung jawab?!?” Batian tertawa menyindir.“Tanggung jawabmu itu ada pada Alina, Kastara! Kau sudah dijodohkan sejak kalian dalam kandungan! Bukan gadis antah berantah itu! Kalau kau bisa menyentuhnya berarti dia bukanlah gadis baik-baik. Pulangkan dia ke kota. Papa tidak mau dia di sini. Lalu nikahi Alina. Dia dengan sabar menunggumu kembali dari kota, Kastara! Jangan ragukan kesetiaan seorang wanita,” Sent
“Heii … rapatkan mulutmu itu sebelum nyamuk dan lalat masuk ke mulutmu, Shena! Aku tdak terlalu menarik sampai kau melongo seperti itu,” ucap Kastara tertawa melihat gadis itu melongo melihatnya yang baru keluar dari kamar mandi.Shena terkejut dan dengan cepat menutup mulutnya dan tidur dengan selimut menutupi kepalanya. Dia malu. Wajahnya pasti memerah seperti tomat saat ini.‘Ya ampun, Shena! Kau seperti tidak pernah melihat tubuh lelaki saja. Apa kau tidak ingat sudah melakukan intim dengannya?’ seru suara di kepala Shena dengan keras.“Sudah, tidurlah dulu. Kau pasti lelah sekali setelah kemarin tidur di kereta yang berjalan,” ucap Kastara naik ke ranjang dan menarik selimut setelah mengecilkan suhu AC di kamarnya.“Kastara … apa aku membuatmu terlibat dalam masalah serius? Ayahmu marah? Aku mendengar suaranya,” bisik Alana dari balik
“Al—Alina? Kenapa kau bisa kemari? Siapa yang memberitahumu?” tanya Kastara dengan suara tercekat.“Ayahmu mengabari ayahku, Tara. Aku … aku gembira karena kau akhirnya kembali ke kampung, Tara,” jawab Alina Wirawan pelan dan lirih.Kastara hanya mengangguk, lalu melanjutkan ke dapur untuk membawa gelas kosong itu, kemudian kembali lagi ke ruang tamu.“Duduk saja, Alina. Anggap rumah sendiri. Kau juga bukan tamu di sini. Ingat?” ujar Kastara dengan tawa kecil.Gadis itu menangguk dan duduk di salah satu sofa yang ada di ruang tamu itu, dan Kastara duduk di hadapannya.“Maaf aku belum sempat ke rumahmu, Alina. Aku baru tiba kemarin sore,” ucap Kastara membuka percakapan.Alina mengangguk sambil menunduk tersipu dengan wajah memerah.“Tidak apa-apa, Tara. Jadi bagaimana pekerjaanmu di Jakarta? Apa kau memperoleh cuti? Berapa lama kepulanganmu kali ini?” tanya Alina ingin tahu.“Aku kembali kali ini … berapa lama, aku belum tahu, Alina. Tapi … ada sesuatu yang terjadi di kota sebelum aku
Paul mengangguk, lelaki kelahiran Amerika itu tersenyum dengan sumringah membuat Kastara terheran-heran.“Kau ingin Alina? Menjadi istrimu?” tanya Kastara lagi.“Iya, Tara. Kalau kau tidak ingin mempersunting dia, aku ingin menikahi dia … tapi jika dia juga mau denganku,” jawab Paul enteng.Kastara terdiam sesaat.“Baiklah, kau boleh mempersunting Alina jika dia juga menginginkanmu, Paul. Sebenarnya ….” Kastara menggantung kalimatnya hingga membuat Paul penasaran.“Sebenarnya apa? Jangan katakan kau menyukai gadis itu,” potong Paul sambil berdiri bersandar di tembok pagar.“Bukan. Aku suka dia, tetapi hanya sebagai teman, Paul, bukan sebagai pasangan. Tadinya aku akan meminta ayahku untuk menjodohkan dia pada Bayu, kau tahu kan Bayu sepupuku? Tapi ya belum kukatakan pada ayah, aku keburu ke J
“Siapa?” tanya Shena di depan pintu kamar mandi dengan kaki kanan siap melangkah masuk.Kastara menatapnya, lalu menggeleng, “Temanku.”Shena mengernyit sebelum akhirnya melangkah masuk ke kamar mandi. Kastara menatap hingga terdengar suara pintu kamar mandi dikunci, lalu dia kembali pada ponselnya.“Bagaimana kelanjutnya?” tanya Kastara pelan. dia tidak mau Shena mendengar percakapannya dengan Deni.“Kau sudah membaca berita dari Bram, kan? Belum ada kelanjutannya, Tara. Hanya saja yang kudengar, kalian dijebak oleh gadis yang masih berkerabat dengan gadis yang bersamamu itu. Ohya, apa ada kabar dari ayahnya? Sepertinya Iwan Duarte sama sekali tidak merasa kehilangan anaknya pergi dari rumah, Tara,” lapor Deni di seberang telepon.Kastara menghela napas berat, “Baiklah, kau amati lagi satu minggu. Se
Kastara diam tidak menjawab pertanyaan Yudha yang masih paman dari Alina. Dia lupa bahwa banyak keluarga jauh dari Alina yang bekerja padanya. Dan dia mengumpat Bhagaskara yang mulutnya begitu lancar memberitahu semua yang ada di sini bahwa dia membawa Shena sebagai calon istri.“Jadi apa kau akan memutuskan perjodohkan kalian, Tara? Kau tidak sedang merencanakan poligami kan?” cecar Yudha ingin tahu.“Tentu saja tidak!” sergah Kastara panas dengan cecaran itu.“Jangan marah, Tara. Alina adalah kemenakanku. Aku menyayangi dia,” jawab Yudha dengan raut wajah sedih.“Aku … aku juga sayang padanya, Yudha. Aku yakin dia akan mendapatkan jodoh pengganti yang lebih segalanya dariku,” ucap Kastara pelan.“Apa kau mencintainya, Tara? Jujur padaku. Aku tidak akan marah padamu. Karena kau tahu, kalian dijodohkan oleh ayah kalian
“Kastara, kenapa semua orang membenciku? Apa kau juga membenciku? Katakan terus terang, Kastara!” ucap Shena terisak.Kastara melongo.“Mengapa kau tanyakan itu? Ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi, Shena?” tanya Kastara dengan pandangan bingung.“Tidak apa-apa, mungkin aku sedang depresi, Kastara.” Shena tidak ingin menceritakan telepon dari Stevan dan segera bangkit masuk ke kamar mandi meninggalkan Kastara yang mengernyit bingung.Dia segera menyusul ke depan kamar mandi, “Pasti sesuatu terjadi, Shena. Ceritakan padaku atau aku memanggil Paul untuk memeriksamu lagi?”Pintu kamar mandi langsung terbuka dan Shena muncul dengan wajah yang bercucuran air mata, “Tidak. Aku tidak apa-apa.“Katakan saja, Shena, semakin kau pendam sendiri, semakin kau depresi. Kau ingin kembali ke kota? Tidak ingin berada di sini?” tanya Kastara menghela napas panjang, “Maafkan aku yang tidak memberimu waktu untuk berpikir sebelum membawamu kemari, Shena.”Shena hanya diam seribu bahasa.“Jadi kau … menye
“Jodoh itu bukan masalah sebanding atau tidah, Yah, tetapi cocok atau tidak! Aku tidak bisa memaksa kehendak hatiku hanya untuk menuruti kemauan Ayah!” Kastara membantah keinginan sang ayah yang terus memaksa agar dia menikahi Alina.“Mama sebenarnya juga tidak terlalu suka kau menikah dengan orang luar, Tara. Tapi kalau Shena hamil karena perbuatanmu, kau harus menikahinya,” ujar Widya berpendapat.“Kau tidak usah ikut campur urusan lelaki, Widya! Memangnya segampang itu bisa hamil hanya dengan sekali berbuat? Aku bukan anak kecil yang bisa dibohongi begitu saja. Mungkin saja gadis itu hamil dengan lelaki lain dan menjebak Kastara, pemuda kampung, untuk menikahinya!”“Ayah!”Widya terdiam. Dia tidak menyangkal pendapat Bastian, tetapi membiarkan gadis itu hamil tanpa suami itu terlalu menyedihkan.“Shena hanya melakukannya denganku! Aku yakin … karena … karena ….” Kastara tidak sanggup melanjutkan ucapannya saat dia melihat bayangan Shena berlari menaiki anak tangga.Dengan cepat Kas