Share

Penjara Cinta Liam Colbert
Penjara Cinta Liam Colbert
Penulis: Marrygoldie

1.Pria Asing

“The purpose of art is washing the dust of daily life off our souls.”

~ Pablo Picasso ~

* * * * *

Pesta pembukaan Vancouver Fine Art Gallery tampak sangat elegan. Orang-orang yang menghadiri pesta pembukaan itu dikelilingi seni dengan nilai tinggi. Banyak orang mengagumi seni tersebut sembari menyesap sampanye di tangan mereka. Tidak hanya lukisan yang dipamerkan, tapi juga ada berbagai bentuk seni patung.

Sayangnya seorang wanita yang mengenakan gaun lace merah tampak tidak menikmati pesta itu. Matanya menunjukkan rasa bosan yang sudah dirasakan satu jam yang lalu. Sienna Ava Milligan, wanita cantik dengan rambut coklat muda yang digelung di belakang kepalanya. Memperlihatkan leher jenjang yang diselimuti kulit putih pucat.

Mata hijau Sienna tertuju pada seorang pria yang mengenakan tuxedo hitam bermotif daun yang disulam dengan benang emas. Terlihat nyentrik tapi sangat cocok menggambarkan pribadi Neil Elliot yang penuh dengan semangat.

Merasa diperhatikan, Neil yang sedang berbicara dengan dosen sekaligus pemilik galeri seni ini, langsung menoleh. Bibirnya menyunggingkan senyuman membuat pria dengan rambut coklat gelap itu semakin tampan. Sienna membalas senyuman Neil dan melihat pria itu berjalan menghampirinya. Di tangan pria itu mengambil dua gelas sampanye dari atas nampan pelayan yang terus berjalan untuk melayani para tamu.

“Apa kau merasa bosan?” tanya Neil menyerahkan satu gelas untuk Sienna.

Wanita itu menyesap cairan kuning bening itu kemudian menjawab, “Sedikit.”

“Maafkan aku, Sienna. Bertahanlah sebentar lagi. Lalu aku akan membawamu pulang.” Sesal Neil yang tahu Sienna sama sekali tidak tahu apapun tentang seni.

“Tidak perlu mencemaskanku, Neil. Aku tahu acara ini penting untukmu. Aku akan mencari cara untuk bertahan. Jadi kamu nikmati saja pestanya.”

Neil tersenyum kemudian mendekat untuk mencium pipi Sienna. “Terimakasih untuk pengertianmu, Sienna. Aku harus berbicara dengan dosenku. Aku akan kembali lagi nanti.”

Sienna menganggukkan kepalanya dan melihat Neil berjalan menghampiri salah satu dosen Universitas seni dan desain Emily Car tempat Neil menempuh pendidikan di jurusan seni rupa. Sienna kembali menghela nafas panjang. Dia memutuskan untuk berjalan-jalan dan berusaha memahami lukisan-lukisan yang digantung di dinding. 

Lukisan pepohonan dengan daun berwarna orange menunjukkan jika lukisan itu memperlihatkan musim gugur yang begitu cantik. Tapi yang membuat Sienna kagum dengan lukisan karya Thomas Cetnarowski itu adalah detail bayangan pohon yang terpantul di permukaan air sungai. Seakan permukaan air sungai itu seperti cermin yang menampilkan objek yang dipantulkan dengan sangat jelas.

Setidaknya Sienna harus memuji dirinya sendiri karena mampu mengagumi salah satu lukisan di galeri itu. Dia optimis bisa menemukan cara untuk melepaskan kebosanan. Sienna memutuskan untuk melangkah dan mencari karya seni lainnya yang bisa dia kagumi.

Namun langkah Sienna terhenti ketika tatapannya terperangkap sepasang mata berwarna hazel yang sangat menawan. Iris pria itu tertuju lurus padanya. Membuat tatapan keduanya saling bertautan. Seketika Sienna merasakan getaran gairah membakar tubuhnya. Bahkan hanya dengan tatapannya, pria itu seakan mampu membuat tubuh Sienna bergetar. Wanita itu tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Belum pernah ada pria yang mampu memberikan efek seperti yang dilakukan pria itu.

* * * * *

Pria dengan tuxedo hitam dari bahan terbaik itu berjalan masuk ke dalam gedung Vancouver Fine Art Gallery. Sepatu hitam yang dikenakan pria itu berhenti melangkah. Tatapannya menyapu seluruh ruangan galeri seni itu. Iris coklat kehijauan milik Liam Colbert langsung terpaku pada wanita dengan gaun merah marun. Gaun itu tidak terbuka. Bahkan gaun dengan bahan lace itu menutupi sebagian lengan wanita itu. Namun Liam bisa melihat lekukan indah yang samar terlihat lewat gaunnya.

Liam berjalan menghampiri Sienna yang masih terdiam di tempat. Pria itu sama sekali tidak memperdulikan orang-orang di sekelilingnya yang sedang membicarakan tentang karya seni di galeri ini. Satu-satunya yang dia pedulikan adalah wanita yang menyita seluruh perhatiannya. Langkah Liam berhenti tepat di hadapan Sienna.

“Kulihat kau tampak sangat bosan.” Ucap Liam membuka pembicaraan.

Sienna memicingkan mata menatap pria itu. “Kau baru saja masuk tapi sudah tahu aku merasa bosan?”

Liam menyunggingkan senyuman. Sialnya senyuman itu membuat wajah pria itu semakin menawan. Sienna menahan hasrat liar yang terus membakar tubuhnya.

“Matamu yang cantik yang berbicara denganku, Nona. Aku Liam Wyatt.” Liam mengulurkan tangannya.

Sienna menatap tangan Liam. Kulit putih pria itu dihiasi dengan jam tangan hitam yang melingkar di tangannya. Sienna tidak tahu menahu tentang barang-barang bermerek tinggi. Tapi melihat jam tangan itu, dia tahu itu bukanlah jam tangan murahan. Sienna membalas uluran tangan pria itu.

“Sienna Milligan.” Wanita itu bisa merasakan sengatan panas ketika tangan mereka saling bertautan.

“Sienna? Nama yang cantik.”

Sienna melepaskan genggaman tangan Liam demi menghindari keinginan liarnya. “Apa kau selalu mengatakan hal yang sama kepada semua wanita?”

“Jadi kau berpikir aku Don Juan yang gemar menaklukkan wanita?” Liam tertawa mendengar pemikiran Sienna.

Wanita itu mengangkat bahunya. “Mungkin saja. Aku sama sekali tidak mengenalmu, Mr. Wyatt.”

“Mungkin kau harus mengenalku selama beberapa menit ke depan. Itu jika kau menginginkannya?”

Sienna menyunggingkan senyuman. “Kupikir itu jauh lebih baik daripada harus sendirian menikmati lukisan-lukisan di sini.”

“Sebuah kehormatan bisa menemani wanita cantik malam ini.” Liam mengulurkan lengannya.

Sienna menatap lengan Liam yang terbungkus tuxedo. Kemudian menatap pria itu untuk meyakinkan. Akhirnya Sienna meraih lengan pria itu lalu berjalan bersamanya.

“Apa kau tahu tentang seni?” tanya Sienna.

Liam menggelengkan kepalanya. “Nol besar. Tapi jika kau tanya bisnis, aku tahu banyak hal. Bagaimana denganmu?”

“Aku juga tidak. Aku jauh lebih menyukai bunga?”

“Bunga?” Liam memicingkan matanya.

Sienna menganggukkan kepalanya. “Benar. Aku memiliki toko bunga di Vancouver.”

“Benarkah? Apa nama toko bunganya? Mungkin aku membutuhkan jasa toko bungamu.”

“Fiorenza.” Sienna jauh lebih bersemangat membicarakan tentang toko bunganya.

“Fiorenza? Bukankah nama itu terdengar Italia?”

“Lagi-lagi kau menebaknya dengan tepat.”

“Nama itu terdengar sangat cantik. Sama seperti halnya bunga.”

“Aku setuju. Karena itulah aku memilih nama itu.”

Langkah mereka terhenti di depan lukisan karya Holly Bromley. Lukisan bawah laut dengan permukaan air biru bening menampilkan pemandangan coral yang sangat cantik.

“Lukisan ini indah sekali.” Puji Liam melihat lukisan itu.

“Memang sangat indah. Sekan kita dibawa ke bawah laut untuk menikmati cantiknya coral.”

“Aku memang tidak tahu soal seni. Tapi lukisan ini memang terasa nyata.”

“Karena pelukisnya tidak hanya melukis di kanvas saja. Dia menambahkan batu, kerang dan benda lainnya agar membuat lukisan ini semakin hidup. Aku tidak tahu ada lukisan seperti ini.”

“Aku juga sama.”

Sienna dan Liam kembali berjalan ke lukisan lainnya. Mereka mengomentari setiap lukisan melalui mata orang awam. Hingga tidak terasa pesta pembukaan itu hampir selesai. Liam melihat jam tangannya.

“Sayang sekali waktu cepat berlalu.” Liam mendesah nafas berat.

“Waktu memang cepat berlalu jika kita sangat menikmatinya.”

“Aku memang sangat menikmati waktuku bersamamu, Sienna. Sayang sekali aku harus pergi.”

“Begitu juga denganku.”

Ibu jari Liam mengelus punggung tangan Sienna. “Kita pasti akan bertemu lagi.”

“Aku tidak yakin.”

Liam mengangkat tangannya dan menyentuh pipi Sienna. “Percayalah, Sienna. Kita pasti akan bertemu lagi. Sampai jumpa.” 

Sienna melihat Liam berjalan menjauh. Tatapannya tidak lepas sampai Liam menghilang dari balik pintu. Wanita itu merasa sangat kehilangan ketika Liam pergi. Tapi wanita itu segera menyingkirkan perasaan itu sebelum Neil kembali lagi padanya.

* * * * *

Mobil pick up klasik berwarna merah berhenti di depan rumah kecil dengan dinding coklat muda. Halaman kecilnya dihiasi bunga-bunga yang sangat cantik. Tidak heran jika Sienna sangat menyukai bunga.

Sienna melepaskan sabuk pengaman dan menoleh ke arah Neil yang mematikan mesin mobil. “Apa kau mau masuk dulu untuk minum teh?”

“Sepertinya ide yang bagus. Aku juga perlu bicara denganmu, Sienna.”

Akhirnya mereka berdua turun dari mobil dan berjalan menuju rumah Sienna. Mereka menaiki tangga sebelum menginjakkan kaki di teras rumah. Sienna mengambil kunci di dalam tasnya lalu membuka pintu. Setelah terbuka, dia mempersilahkan Neil untuk masuk. 

Rumah itu tidak besar, tapi sangat rapi. Tentu saja ada beberapa titik di mana Sienna menghiasinya dengan vas bunga. Ini bukan pertama kalinya bagi Neil untuk masuk. Sehingga pria itu langsung duduk di sofa Sienna dan menarik wanita itu untuk duduk di sampingnya.

“Jadi kau ingin bicara dulu?” tanya Sienna karena Neil tidak memberi kesempatan baginya untuk membuatkan teh.

“Kupikir akan lebih baik cepat memberitahumu.” Ucap Neil penuh semangat. 

“Baiklah. Jadi apa yang ingin kau bicarakan?” 

Neil tidak langsung menjawab. Pria itu mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam sakunya. Dia membukanya membuat Sienna terpaku di tempat. Cincin emas kecil itu terlihat sederhana dengan satu berlian mungil menghiasinya. Namun bagi Sienna cincin itu sangatlah cantik.

“Cincin ini sangat cantik, Neil.” Puji Sienna.

“Aku tahu kau akan menyukainya. Aku sudah mempersiapkan segalanya. Jika tidak ada halangan, seminggu lagi kita bisa menikah di gereja.” Jelas Neil. 

“Kau hebat bisa mempersiapkan segalanya, Neil. Aku akan mempersiapkan bunga-bunganya. Lalu aku juga akan bersiap agar bisa libur selama seminggu setelah pernikahan kita.” Sienna terdengar bersemangat.

Neil menatap wanita di hadapannya. “Kau yakin mau melakukannya, Sienna? Kau tidak mau memikirkannya lagi?”

Sienna menggelengkan kepalanya. “Tidak, Neil. Aku tidak perlu memikirkannya lagi. Aku sangat yakin.”

Pria itu menyunggingkan senyuman. Lalu dia memasukkan kotak cincin itu kembali ke sakunya. “Kalau begitu aku lebih baik pulang sekarang. Aku hanya ingin menunjukkan cincin itu padamu. Aku takut kau tidak menyukainya.”

“Kau pasti bercanda. Mana mungkin aku tidak menyukainya.”

“Kalau begitu aku pulang dulu. Sampai jumpa besok, Sienna.” Neil mencium pipi Sienna sebelum akhirnya pergi keluar dari rumah.

Senyuman Sienna lenyap ketika Neil sudah keluar dari rumahnya. Dia mengingat lagi pertemuannya dengan Liam. 

Apakah aku akan bertemu dengan Liam kembali? Tanya Sienna dalam hatinya.

* * * * *

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Tane
Lha, malah ingat Liam...
goodnovel comment avatar
prank_kuy
tahan siena... tahan 😂
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status