"Apa! Bagaimana bisa? Tidak! Itu pasti tidak benar. Anda berbohong 'kan, Nyonya?!" Bening menggeleng tak percaya mendengar fakta bahwa ia telah dijual oleh Juwita. Wanita cantik yang beberapa waktu lalu telah menolongnya.
'Tidak! Mami Juwita tidak mungkin melakukan hal itu. Dia adalah wanita yang sangat baik, tidak mungkin!'
Air mata Bening seketika menetes setelah mengetahui kenyataan yang menurutnya sangat menyakitkan. Tidak! Ia pasti salah dengar. Bagaimana mungkin seorang manusia sepertinya bisa disamakan dengan sebuah barang. Dijual dengan begitu mudahnya bahkan tanpa persetujuan darinya.
Diana hanya tersenyum mengejek melihat reaksi yang ditunjukan gadis di depannya itu. Yang dikatakan Juwita waktu itu ternyata benar, bahwa gadis yang telah dibelinya itu sangat polos dan terlalu naif.
"Percaya atau pun tidak, hal itu tidak bisa merubah kenyataan bahwa kau adalah budak belian ku!" ucap Diana angkuh. Seakan mengatakan bahwa sebanyak apapun air mata yang gadis itu keluarkan tidak bisa merubah keadaan.
"Apa yang anda inginkan dari saya?!"
"Membelimu dari seorang germo seperti Juwita dengan harga fantastis tidak akan aku lakukan jika tidak memberiku keuntungan. Wanita seperti ku tidak menginginkan kerugian sekecil apapun dalam hal berbisnis. Apa kau mengerti?!"
'Ternyata Mami Juwita adalah seorang germo. Jadi selama ini dia telah menipuku dengan memakai topeng kebaikan!'
"Keuntungan?" Raut bingung sangat terlihat jelas dari mimik wajah Bening saat ini. Sebelum ia kembali bertanya-
"Maksud anda, keuntungan apa yang akan anda dapatkan dari gadis miskin seperti saya?"
Bukannya menjawab pertanyaan Bening. Diana justru memanggil nama sang asisten. "Grace!"
Perempuan berambut cepak yang merasa namanya disebut itu pun maju ke depan karena ia tahu apa yang harus ia lakukan. Beberapa lembar kertas Grace letakan di atas meja tepat di depan Bening yang masih kebingungan dengan situasi yang menurutnya membingungkan itu.
Bola mata Bening membulat sempurna saat ia membaca isi kertas di hadapannya yang tertulis 'Surat Perjanjian' di bagian atas tulisan bertinta hitam itu.
"Baca dan pelajari surat perjanjian itu sebelum menandatangani-nya!" titah sang Nyonya.
"Tapi ini untuk apa? Apa maksud dari semua ini?" tanya Bening semakin tak mengerti.
"Kau bisa membaca 'kan?!" sentak Grace yang dijawab Bening dengan anggukan kepala.
"Jadi tunggu apalagi. Baca sekarang juga!" seru Grace dengan tidak sabar.
"Grace! Jangan membuatnya takut," sela Nyonya Diana.
"Maafkan saya Nyonya." Grace menunduk hormat.
"Baca lah! Akan aku jelaskan nanti setelah kau membacanya!" ucap Nyonya Diana kepada Bening.
Suasana kembali hening saat Bening sudah fokus dengan kertas-kertas di depannya. Namun saat kata demi kata sudah menjadi kalimat yang berhasil ia baca, membuat Bening gemetar ketakutan. Itu terlihat jelas dari keringat yang membasahi keningnya. Walaupun ia kini berada di taman yang memiliki udara sejuk karena hembusan angin dari pepohonan rindang yang menghiasi areal taman.
"Apa kau sudah selesai membaca semuanya?" tanya Nyonya Diana saat melihat Bening sudah mengangkat kepalanya dari berkas-berkas itu.
"Saya masih tidak mengerti dengan isi surat ini, Nyonya!"
"Itu adalah kontrak pernikahan antara kau dengan putra semata wayangku Jaasir Arga Ramiro dalam jangka waktu satu tahun!"
JEDER!
Jantung Bening seakan jatuh ke dasar perut saat mendengar penuturan wanita di hadapannya itu. Hatinya bagai dihantam batu hingga menimbulkan rasa sesak yang tak terkira. Mengapa takdir mempermainkan hidupnya sekejam ini!
"Lakukan saja tugasmu dengan baik. Aku jamin hidupmu akan baik-baik saja dan kau bisa menikmati kemewahan selama menjadi bagian dari keluarga Ramiro sesuai dengan isi perjanjian itu!"
"Bagaimana jika saya menolak?!" lirih Bening.
"Bukan kau yang membuat keputusan disini karena kau tidak punya hak untuk itu!" tegas Nyonya Diana.
Bening ingin sekali menjerit sekerasnya agar bisa meluapkan rasa sakit tak terperih yang telah hinggap di hatinya. Kenapa orang-orang selalu memaksakan kehendak terhadap dirinya. Kenapa ia tidak pernah memiliki hak untuk bisa menolak apapun. Bukan kah ia berhak menentukan pilihannya sendiri. Dimana hak asasi yang selalu diagung-agungkan di negara ini. Apakah kebebasan itu hanya milik orang yang berada dan berkuasa seperti mereka.
"Tapi saya seorang manusia yang merdeka Nyonya. Saya punya hak seperti kebanyakan orang di luar sana. Saya berhak menentukan hidup saya sendiri!" bantah Bening dengan lantang.
"Ha ... ha ... ha ...!" tawa mengejek keluar dari bibir wanita anggun itu hingga membuat bulu kuduk Bening merinding.
"Kebebasan! Merdeka! Ya, mungkin dulu kau memilikinya tapi tidak untuk saat ini. Karena uang yang aku keluarkan untuk menukar kebebasanmu juga tidak sedikit jumlahnya!"
"Berapa? Berapa jumlah uang yang bisa menukar kebebasan saya itu?" Bening sudah tidak bisa lagi menahan air matanya agar tidak tumpah.
"10 milyar!"
Mulut Bening mengangah tak percaya bahwa kebebasan-nya sebagai seorang manusia yang merdeka bisa ditukar dengan nominal uang sebesar 10 milyar rupiah. Angkah yang fantastis memang tetapi apakah itu sepadan?
Kenapa orang kaya seperti mereka mengukur segalanya hanya dengan uang. Kenapa mereka tidak memikirkan tentang perasaannya dan hak-nya sebagai sesama manusia.
Bening memejamkan mata menahan perih. Hingga ia tak bisa lagi untuk berkata-kata.
"Kenapa Bening? Apa 10 milyar masih terlalu sedikit untuk membeli kebebasan manusia merdeka seperti katamu itu?" tanya Nyonya Diana meremehkan.
"Kenapa harus saya?" lirih Bening pasrah.
"Karena aku telah memilihmu! Kau sudah membaca seluruh isi surat perjanjian itu, Bukan? Jadi kau sudah tau konsekuensi apa yang akan kau dapatkan jika berani melanggar perjanjian! Sekarang cepat tanda tangani surat itu jangan terlalu banyak membuang waktu ku!"
Grace bergerak cepat untuk membantu Bening agar segera menandatangani surat perjanjian yang ada di depan gadis itu.
"Jangan buang-buang waktu, cepat tanda tangan! Jangan buat Nyonya marah!" desis Grace tepat di telinga Bening.
Bening yang merasa terintimidasi pun memenuhi permintaan wanita itu, untuk segera membubuhkan tanda tangannya di atas materai dengan tangan yang bergetar.
"Bismillah!" Hanya itulah kata yang mampu Bening ucapkan agar tetap mendapat kekuatan untuk menahan berbagai tekanan yang ia dapatkan.
"Bagus!" Nyonya Diana tersenyum puas melihat Bening akhirnya mau menandatangani surat perjanjian itu.
"Kau akan tetap tinggal di rumah ini sampai hari pernikahan nanti. Jadi bersabar lah!" ucap Nyonya Diana sebelum meninggalkan tempat itu.
Langkah Nyonya Diana tiba-tiba terhenti dan berkata. "Satu lagi, kau tidak diizinkan mengandung keturunan Ramiro group karena kau tidak berhak melakukannya. Ingat itu baik-baik Bening!"
Bening menangis terguguh setelah kepergian Diana beserta antek-anteknya. Gadis itu merasa hancur karena tidak mampu memperjuangkan harga diri dan juga kebebasannya.
Dari kejauhan tampak seorang pria tengah memperhatikan kejadian yang baru saja terjadi antara Nyonya besar Ramiro dengan gadis yang bernama Bening itu. Dengan mengukir senyum misteriusnya pria itu pun pergi meninggalkan tempatnya berdiri dengan mengendarai super car-nya.
Sejak pertemuannya dengan Nyonya Diana dua hari yang lalu. Kini Bening sedikit bisa menghirup udara bebas karena sang Nyonya telah mengizinkannya untuk bisa keluar kamar.Sehingga Bening bisa sedikit menikmati keindahan rumah megah ini. Setelah berhari-hari terkurung di dalam kamar.Langkah kaki Bening tampak menyusuri setiap sudut ruangan yang terdapat di rumah besar yang beberapa hari ini telah ia tinggali. Hembusan hafas lega gadis bermata teduh itu rasakan saat tangannya berhasil membuka pintu utama untuk menghirup udara kebebasan."Sampai berapa lama lagi aku akan terkurung disini?" tanya Bening kepada dirinya sendiri.Malam harinya.Bening terlihat memukau dengan gaun tidur terusan berbahan satin yang melekat sempurna di tubuhnya. Saat ini gadis itu tengah berdiri di atas balkon kamar menikmati udara malam dengan hembusan angin yang mampu menerbangkan surai indahnya.Setelah merasa dingin mulai menusuk tulang. Bening
"Lepaskan saya! Hiks hiks cukup! Jangan perlakukan saya seperti perempuan murahan. Saya mohon kasihanilah saya!" ratap Bening menghibah saat Arga sudah melepaskan ciuman mereka."Mengasihanimu?!" Arga tersenyum miring sarat akan ejekan."Bukan kah memang seperti ini pekerjaan mu?" imbuhnya yang membuat hati Bening seketika menjadi sesak dan terbakar akibat tuduhan yang tidak tepat sasaran itu. Mengapa begitu mudah bagi pria itu menilai dirinya serendah itu."Saya bukan perempuan murahan!" hardik Bening dengan menyentak tubuhnya hingga terlepas dari kungkungan sang Casanova."Bukan murahan heh! Tapi pelacur maksudmu!"Plakk-Sebuah tamparan mendarat tepat di rahang tegas pria tampan itu hingga membuat wajahnya menoleh ke samping akibat kerasnya tamparan yang diberikan Bening. Bahkan tangan gadis itu juga terasa kebas.Mendapat perlakuan seperti itu membuat
Sehari sebelum pertemuan pertama Bening dengan Arga berlangsung. Telah terjadi kekacauan besar di salah satu ruangan yang berada di gedung teratas Ramiro group. Tepatnya di ruangan milik pewaris tunggal kerajaan bisnis ini.Prang ... prang ... prang ...!Suara benda jatuh dan terbentur dinding terdengar sangat jelas oleh indera pendengaran."Pria itu sudah tidak menghargai keberadaan ku lagi. Aku muak dengan semua ini. Aagghhhh!" teriaknya dengan kembali membanting apapun yang ada di dekatnya.Ruangan itu tak ubahnya seperti kapal pecah dengan kertas yang bertebaran di mana-mana. Lantai yang dipenuhi dengan serpihan beling akibat pajangan bermaterial kaca yang telah dibanting hingga hancur berkeping-keping."Sial ...! Pria itu sudah benar-benar menguji kesabaranku. Lihat saja aku tidak akan pernah tinggal diam dengan semua ini!" Arga mengepalkan tangannya kuat guna sedikit menguraikan amarahnya.Tidak ada satu orang pun yang berani mendekat,
Di sebuah tempat hiburan malam terbesar dan termahal di ibu kota. Terlihat segerombolan pria dan wanita yang sepertinya sedang menikmati pesta di tengah hingar bingarnya musik yang menggema. Semua orang tampak hanyut dalam alunan musik yang dibawakan oleh seorang DJ ternama hingga membuat mereka ikut menggoyangkan tubuh seirama dengan alunan suara musik tersebut.Seorang pria bertubuh atletis dengan garis wajah yang sempurna hidung mancung serta mata setajam elang baru saja tiba. Ia terlihat mengedarkan mata melihat suasana pesta salah seorang temannya itu."Hai Arga!" Seorang pria berwajah oriental tengah melambaikan tangannya ke arah pria yang baru datang tersebut.Pria yang bernama lengkap Jaasir Arga Ramiro itu pun melangkah ke arah sahabatnya itu berada."Kenapa baru datang, Dude?" tanya pria yang sedang duduk dengan seorang wanita berpakaian seksi. Arga pun ikut mendaratkan bokongnya di salah satu so
Prang-Suara benturan terdengar nyaring saat benda pipih berbentuk tablet itu menghantam dinding. Hingga menjadikan benda itu serpihan yang tak berbentuk lagi.Seseorang tampak menggertakkan gigi hingga rahangnya mengeras dengan wajah memerah karena menahan amarah. Tangannya terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih.Tidak ada satupun yang berani angkat bicara di dalam ruangan itu. Suasana terasa sangat mencekam. Mereka semua tertunduk dengan wajah memutih karena pucat ketakutan."Di mana anak bodoh itu sekarang?!" tanya pria yang tadi melempar tablet di tangannya. Suaranya terdengar berat karena masih menahan amarah."Tuan muda belum datang, Tuan," jawab sang asisten."John, tahan semua berita yang sudah terlanjur menyebar itu. Aku mau semua berita itu sudah lenyap besok pagi!" titah Tuan Jordan kepada sang asisten.Dia lah CEO Ramiro group. Jo
Setelah kepergian Raka dari ruangannya. Arga terlihat mondar-mandir di ruangan miliknya. Seperti ada yang mengganggu pikirannya saat ini."Apa kabar dengan gadis itu?" monolognya saat bayangan wajah Bening tiba-tiba terlintas di dalam pikirannya. "Aku harus segera menemuinya!"Namun, langkah panjang Arga terhenti saat suara sang Mommy kembali terngiang di telinganya.'Arga tolong jangan biarkan gadis itu merasa tertekan sebelum pernikahan kalian terjadi karena itu akan membuat rencana yang telah kita susun rapi bisa menjadi berantakan. Mommy mohon Sayang. Setelah semua berjalan sesuai dengan rencana, kau bisa melakukan apapun sesuai dengan kehendakmu. Mommy janji tidak akan melarang!'"Mommy benar aku harus bisa menahan diri. Gadis itu benar-benar racun!"Arga pun kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti tadi untuk meninggalkan ruangan."Zalia saya pergi dulu. B
Brakk! Byurr-"Ibu?!"Bening kaget karena Ibunya tiba-tiba datang dan menyiramkan seember air kepadanya yang membuat sekujur tubuh dan kasurnya basah."I-ibu ada apa. Kenapa-?""Bangun pemalas! Siapa yang menyuruhmu bermalas-malasan seperti ini, Hah?!""Tapi Bu, Bening sedang tidak enak badan.""Dasar pemalas kau! Tidak usah banyak alasan, kau bukan majikan di rumah ini. Berani-beraninya kau melalaikan tugasmu. Lihat lah rumah berantakan, cucian menumpuk di belakang dan meja makan masih kosong tidak ada makanan. Tapi kau malah enak-enakan tidur. Apa kau ingin melihatku mati kelaparan?!""Tidak Bu, Bening tidak berbohong Bening memang sedang-""Sudah ku katakan jangan banyak alasan. Ingat ya Bening aku sangat menyesal melahirkanmu di dunia ini. Jadi jangan berharap bisa mendapat simpati dari ku dengan berpura-pura sakit. Cepat bangun dan si
"Bodoh, kenapa sayur ini asin sekali!"Pyarr-Tiba-tiba Sandra membanting semangkuk kuah sayur yang baru saja dimasak Bening ke lantai hingga hancur."Maaf Bu tapi tadi-""Diam! Makanan seperti itu yang ingin kau berikan padaku, Hah!""Tapi tadi Bening sudah mencicipinya dan rasanya sudah enak Bu!""Kau ini bisa sekali membantahku. Kau pikir lidahku yang bermasalah, begitu?! Katakan!" Sandra pun berdiri dan menarik rambut Bening dengan begitu kuat hingga gadis itu merintih kesakitan."Ampun Bu, maafkan Bening. Sakit Bu, tolong lepas!""Lepas kau bilang. Rasakan ini!" Sandra semakin mengeratkan genggaman tangannya di rambut Bening. Hingga gadis itu merasa rambutnya akan lepas dari kulit kepala."Aww, sakit Bu. Ampun!" Rintihan kesakitan Bening sama sekali tidak membuat Sandra merasa iba."Makanya kalo kerja