Home / Romansa / Penjara Cinta Tuan Billionare / Haiden Terbakar Cemburu

Share

Haiden Terbakar Cemburu

last update Last Updated: 2024-02-23 18:31:31

Mobil Haiden berhasil mengejar motor yang ditumpangi oleh Dominique matanya menyipit dengan tajam mengamati dengan dingin semua gerak gerik tubuh Dominique, dia marah serta berapi-api.

Haiden melihat Dominique memeluk mesra tersenyum dan tertawa disela pembicaraan mereka.

"John, aku menginginkan rumahnya dan bereskan pria brengsek itu!" Haiden memberi perintah yang terlihat sudah tidak sabaran.

"Baik Tuan, malam ini akan saya laksanakan," sahut John tidak berani mencari masalah karena suasana hati tuannya sedang tidak baik.

"Lakukan dan jangan meninggalkan jejak aku tidak ingin kau melalukan tindakan bodoh lagi" Haiden terbakar Cemburu.

'Berani sekali kau tersenyum dan memeluk pria lain kau cari mati Domi' Buluk kuduk Dominique berdiri setiap kali ada yang menyebut atau mengumpat namanya.

'Kok pakai jaket tetap merinding apa aku masuk angin' batin Dominique.

John tampak menghubungi seseorang berbicara dan memerintah. Tentu saja semua berkaitan dengan perintah tuannya.

Dominique turun dari motor tangan Justin tak sedikit pun melepaskannya. "Kita makan dulu yah kata kamu nasi goreng langgananmu di sini enak." Justin terus mencari celah agar lebih lama berduan dengan Dominique.

"Nggak kelamaan kamu pulangnya ini sudah hampir pagi loh?" Dominique mengingatkan dan tidak enak hati.

"Nggak, apa pun akan aku lakukan asalkan kita bisa berduaan lebih lama," rayuan receh Justin mata birunya tak luput memberikan tatapan maut pada Dominique hingga dia pun terbuai pada rayuan receh Justin.

"Dih, dih, gombal banget sih alay tau!"

Dominique tersenyum dan mencubit pinggang Justin tidak tahan saat Justin mengeluarkan rayuannya.

Justin meringgis memegangi tangan Dominique yang mencubitnya, "please yah, yah kita makan dulu." Justin turun meletakkan helm diatas motor dan membukakan helm di kepala Dominique. Dominique hanya tersenyum mengangguk menerima ajakan Justin.

Justin duduk sedang Dominique menghampiri abang nasi goreng, "Bang dua ya makan disini," pesan Dominique.

Abang nasi goreng melirik, "Eh Neng Domi udah pulang Neng, cie makan bareng sama pacar nih," ledek abang nasi goreng Justin yang mendengar hanya tersenyum simpul.

"Ssst, awas Bang jangan lupa pesananku kayak biasa!" Dominique mengingatkan lagi, "beres Neng, abang nggak lupa lagi kok," sahut abang nasi goreng.

"Eh iya pesanan kamu pedes apa nggak? Terus mau pakai ati ampela dan acar?"

Dominique menolehkan wajahnya yang melihat Justin menatapnya dengan bertopang dagu.

"Aku tidak suka pedas ati ampela boleh," sahut Justin. Dominique kemudian mengulangi pesanan Justin pada abang nasi goreng.

Dominique duduk berhadapan dengan Justin lagi-lagi dia mencari kesempatan untuk memegang tangan Dominique. Dominique tidak menolaknya hatinya memang sengaja dia buka untuk menerima semua perhatian kecil dan romantis Justin.

Dominique tahu Justin berusaha keras mendekatinya dua bulan belakangan ini. Awalnya Dominique ragu dia tidak ingin berpikir untuk dekat dengan seseorang ataupun menjalani hubungan dengan seseorang. Dia hanya ingin focus bekerja dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.

Hanya saja Sophie terus menerus jadi mak comblang diantara mereka,

Sophie yang sudah menjadi teman kerja Dominique selama tiga tahun merasa Dominique pantas untuk bahagia. Sophie memberikan dukungan penuhnya kepada Justin untuk mendekati Dominique yang Sophie anggap Justin pantas mendapatkan cinta Dominique.

Justin yang selalu baik, ramah, perhatian, dan karirnya cukup cemerlang ditempat kerja. Justin adalah seorang Achef (Assistant Chef) dia bisa di bilang tangan kanan chef utama.

Sebenarnya Dominique tidak memilih akan berhubungan dengan siapa buat Dominique yang penting orangnya baik, penyayang, pengertian, dan punya pekerjaan.

Pekerjaannya apa saja yang penting bekerja karena dimasa depan Dominique berencana menjadi ibu rumah tangga yang akan mengurus melayani suami dan anak-anaknya sepenuh hati. Impian kecil juga sederhana Dominique berharap akan menjadi nyata. Haiden geram melihat sikap Dominique tangannya terus mengepal dengan kuat.

"John"

"Sudah Tuan. Tunggu sebentar lagi pemilik rumah akan mengantar kunci"

Haiden tidak menjawab. Tidak berapa lama suara ketukan di kaca depan terdengar, John membuka sedikit kaca mobilnya seseorang memberikan sebuah kunci lalu orang tersebut pun menghilang.

"Ini kuncinya Tuan" John menyerahkan kunci tadi pada Tuannya. Haiden menerima dan menggenggam dengan erat kunci tersebut.

'Tidak akan kubiarkan ada celah apa pun akan aku tutup agar kau tak bisa lari dariku lagi'

"Kembali ke apartmen!" perintah Haiden.

"Baik Tuan" John memutar setirnya meninggalkan Dominique yang sedang berduaan makan nasi goreng dan kecemburuan tuannya.

Motor Justin berhenti di depan rumah sewaan Dominique.

"Terima kasih sudah mengantar dan nasi gorengnya!"

"Kembali kasih"

"Hati-hati di jalan!"

"Besok aku antar pulang lagi ya!" Dominique tersenyum mengangguk malu-malu.

"Mimpi indah. Mimpiin aku yaa dahh," pamit Justin sebelum benar-benar menghilang dari pandangan mata Dominique. Justin menempelkan dua jarinya di bibirnya lalu ke bibir Dominique.

Eyaahhh. Dominique tersenyum malu-malu masuk ke rumahnya tanpa dia dan selama sepuluh tahun ini dia di awasi seseorang.

'Huh bisa-bisanya hatiku meleleh cuma di tatap olehnya' Dominique yang menutupi wajahnya yang bersemu dengan kedua tangan.

Apartmen Haiden,

bel pintunya berbunyi John segera memeriksa membukakan pintu dia menerima sebuah amplop dari orang suruhan memeriksa terlebih dahulu isi amplopnya sebelum dia serahkan kepada tuannya.

John mengeleng saat melihat isi amplop tadi. 'Nona Dominique anda tidak berubah sama sekali memang hanya anda saja yang bisa membuat suasana hati tuan Haiden berubah-ubah.'

John tahu selama sepuluh tahun ini tuannya tidak pernah bersikap seperti tadi tuannya selalu focus untuk pencapaian tertinggi perusahaan mengalahkan semua saingan bisnisnya dengan cara halus maupun kasar.

"Tuan!" John sudah berada di hadapan Haiden dengan aura membunuh terlihat jelas dimatanya.

John menyerahkan amplop tadi pada Haiden, dia menerima dan membuka isinya yang berupa foto-foto Dominique setelah dia pulang ke apartmen. Haiden merobek semua foto amarahnya terlihat begitu besar. Foto Justin mengantar Dominique sampai depan rumah kecupan dua jari dari Justin yang di tempelkan dibibir Dominique juga senyum bahagia Dominique saat masuk ke dalam rumah sewaannya.

'Nyalimu besar juga Domi'

"John!!" teriakan Haiden dengan tebaran foto yang sudah dirobek dan semua barang yang berada di meja kerja Haiden hancur berantakan.

"Sedang dilakasanakan sesuai perintah anda, Tuan! " John berkata. Haiden menatap tajam mata John tanpa mengeluarkan sepatah kata pun lagi.

Di rumah sewaan Dominique.

Setelah membersihkan diri entah kenapa buluk kuduk tangannya terus berdiri. Dominique terus merinding. 'Benaran masuk angin sepertinya!' Dominique membuka kotak obat mengambil satu sachet tolak angin cair

menuang air hangat ke dalam gelas secukupnya membuka bungkus tolak angin cair tadi. Mengaduk dan meminumnya.

Saat meminum obat Dominique tersedak dan batuk-batuk. Dia teringat kejadian tadi siang saat mengantar ice chocolate sesaat teralihkan oleh sikap manis dan romantis Justin yang membuat hatinya lumer. Dia mengingat pertemuan dengan seseorang yang tidak pernah dia harapkan bahkan dalam mimpi pun ia menolaknya dengan keras.

'Mati aku tadi siang itu benaran dia. Bagaimana pun aku harus menghindar. Cukup sekali aku berurusan dengan dia'

'Tapi bagaimana kalau dia pesan ice chocolate dan menyuruhku mengantar. Tidak, tidak pokoknya kalau diminta mengantar aku harus menolak atau mencari alasan agar tidak aku yang mengantar. Ya ini baru benar, aku ingin hidup tenang dan damai tanpa kekangan orang itu'

Dominique berjalan masuk ke dalam kamar sebelumnya ia melihat ponselnya selain pesan dari grup kerja tidak ada pesan yang lain. 'Aku tanya dia sudah sampai tidak ya, tapi kalau nanti jadinya ganggu dia, ah kirim saja deh' Dominique mengetikkan pesan.

"Kamu sudah sampai belum?" Lima menit sepuluh menit lima belas menit kemudian Dominique terus melirik ponselnya, tapi tidak ada balasan akhirnya kelelahan menunggu dia pun tertidur dengan ponsel di tangannya.

Dominique terbangun jam sepuluh pagi deringan ponsel terdengar berkali-kali, Dominique mengangkat malas menempelkan di telinganya.

"Domii kamu dimana?" teriakan cempreng Sophie dari seberang sana.

"Di rumah. Masih dikasur dan dibalik selimut, " sahut Dominique masih dengan mata tertutup dan suara di balik bantal.

"Kamu nggak lupa jadwal hari ini kan," suara Sophie terdengar panik.

"Hmmm iya, aku masuk siang," sahut Dominique.

"Middle Domiiiiii!!!" Teriakan Sophie membuat Dominique terbangun seketika karena dia lupa jadwalnya.

"Cepetan berangkat. Bu Ririn lagi marah-marah soalnya ada kunjungan dari pusat kita kekurangan personil!" Mata Dominique langsung terbuka lebar, ia membuang ponselnya sembarangan dan bergegas ke kamar mandi.

Dominique mandi koboi dan segera bebenah, dia tahu dirinya akan terlambat bekerja. 'Huh ini gara-gara aku begadang menunggu balasan chat dari Justin'

'Eh iya kemana ya? Kok dia belum juga balas chat dariku? Apa dia juga bangun telat kayak aku?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penjara Cinta Tuan Billionare    Sebuah Pengampun

    Will menyadari kedatangan istri dan rivalnya. Dia hanya duduk menunggu di samping ruang operasi. Dominique menghampirinya. "Kau berbohong lagi!" cetusnya. Dia masih mode on merajuk. Will menarik tangan istrinya agar duduk disebelah dirinya. Tangan satunya melingkar di pinggang istrinya dan merengkuhnya ke dalam pelukan.Haiden duduk di sebelah istrinya. Hanya bisa menatap setiap perlakuan manis yang diberikan rivalnya. Dia kini sudah tidak pernah cemburu seperti dulu. Mereka berdua, sesama rival sudah sangat mengetahui kondisi masing-masing. Sesekali bertengkar. Namun, bukan pertengkaran yang besar selain berebut lebih dulu siapa yang mendapatkan jatah dari istrinya, selain itu. Mereka tidak pernah bertengkar. Sudah saling mengisi dan memahami. "Maafkan aku, sayang. Kau boleh menghukumku nanti. Aku akan menerima semua hukumannya!" dia mengecup kening istrinya. Mencoba menenangkan kemarahannya. "Iya, aku pastikan akan menghukummu secara berat. Kali ini aku tidak akan melepaskan beg

  • Penjara Cinta Tuan Billionare    Perang Di Siang Hari

    “Jangan sentuh? Kau yakin dengan ucapanmu itu?” goda Willy.“Iya, memangnya aku takut. Aku kan memiliki satu suami lagi, kau pikir, hah!” Dominique tak mau kalah melawan godaan suaminya.“Tidak ada apa-apa sayang, aku memang menginginkannya. Sudah lama sejak kau melahirkan dan mengurus anak-anak kita. Aku kangen!” Willy tetap menutupi hatinya. Mengusap kembali rambut istrinya sambil memandangi wajahnya dengan lembut."Sudah kalau tidak mau bicara, aku akan keluar!" ucap Dominique. Baru saja dia menarik selimutnya akan turun dari ranjang. Entah mereka memang tak mendengarnya atau terlalu fokus saat berbicara. Haiden sudah berdiri dihadapannya sambil melihat kedua tangannya. "Oh, jadi begini cara kalian? Melakukan hal yang enak tanpa mengajakku!" dengusnya kesal. Dominique menarik wajahnya sambil menghela nafas panjang. "Aku sudah selesai, jika kau memang menginginkan bilang saja sendiri!" Willy berjalan turun melenggang tanpa sehelai benang pun masuk ke kamar mandi. "Ah, tidak. Sud

  • Penjara Cinta Tuan Billionare    Bertemu Martha

    Martha masih belum sanggup menatap wajah Will, dia hanya terus tertunduk ketika suaminya berkata seolah ada satu pedang yang langung menancap di dadanya. Will dengan perasaan yang tak bisa dia gambarkan hanya bisa menghela nafasnya. Bingung.“Kau tidak sedang bergurau denganku kan, Pah?” Will masih setengah tak percaya. Tubuhnya bahkan terasa bergetar, masih belum mempercayai semua ucapan ayahnya“Kau bisa bertanya langsung dengannya, apa aku sekarang sedang berbohong padamu atau tidak?” tanpa banyak berkata apapun Baron membalikkan tubuhnya. Jantung Martha benar-benar akan copot di tatap putranya. Meminta penjelasan tentang kehadirannya.“Huh, baiklah, ayo kita masuk, Nyonya. Sepertinya akan banyak hal yang akan kita bicarakan!” kali ini Martha terkejut saat mendengar ucapannya. Datar dan dingin. Berbeda saat pertama kali mereka tak sengaja bertemu.Langkah kakinya mengekori Will masuk ke ruang bacanya. Dia sudah duduk di sofa sambil terus memperhatikan wanita yang bernama Martha

  • Penjara Cinta Tuan Billionare    Penjara Cinta

    “Bersiaplah hari ini kita akan menemuinya!” Baron berkata dengan sangat tegas. Menatap wanita yang duduk dihadapannya. Dia sedang menikmati sarapan paginya.Wanita yang beberapa hari ini telah resmi menjadi istrinya kembali. Dia yang dipaksa olehnya. Martha mau tidak mau menuruti semua kemauan Baron, daripada ada nyawa yang tidak bersalah berkorban untuk dirinya.Martha masih menatap wajah Baron. Bingung dengan ucapannya. Bertanya dalam hati apa yang akan ditemuinya nanti. “Aku hanya memintamu, menemaniku dan menemuinya. Apakah ada masalah? Mengapa kau menatapku seperti itu?” kembali Baron berbicara dengan suara sakrasnya. Membuat Martha tetap diam. Dia tak perduli dengan ucapannya. Dia tahu saat dia mencoba menjawab setiap perkataannya akan timbul hal yang tidak diinginkan.“Baiklah, aku akan bersiap-siap!” ucapnya setengah terpaksa.“Apa kau sebegitu tak sukanya pergi bersamaku?” Baron menaikkan rahangnya dengan kasar menatap Martha yang baru beberapa hari ini resmi menjadi istr

  • Penjara Cinta Tuan Billionare    Ramon Merayu Sophie

    "Jangan mendekat!" Sophie terus bergeser dari ranjangnya, saat Ramon mencoba mendekatinya. Sedangkan, John sibuk dengan dunianya sendiri. Dia seperti mendapatkan mainan baru. Saat pulang kerja dan setelah makan juga mandi hal yang dilakukan pertama kali adalah mengendong anaknya. Dia menjadi bapak siaga saat berada di rumah. "Inikan sudah empat puluh hari lebih, sayang. Masa aku nggak boleh dekat-dekat kamu sih!" Ramon merajuk. Namun, tak menghentikan aktifitasnya saat berusaha menggulingkan pertahanan istrinya. "Cih, kau bersungguh-sungguh? Sebaiknya, kau mencontohnya. Lihat tuh dia sangat akrab dengan, Josh!" cibirnya. Terus menghempaskan tangan Ramon yang berusaha menjamahnya."Cih, kau bersungguh-sungguh? Sebaiknya, kau mencontohnya! Lihat tuh dia sangat akrab dengan, Josh!" cibirnya. Terus menghempaskan tangan Ramon yang berusaha menjamahnya.John hanya meliriknya tanpa mengindahkan semua ucapan yang kelur dari mulut Ramon. Dia bahkan tak perduli dengan cibiran atau umpatan yan

  • Penjara Cinta Tuan Billionare    Kepergian Terry

    "Sungguh, aku tidak apa-apa. Jangan bawa aku kesana!" Martha memohon dengan penuh penekanan. Dia tak ingin seorang pun tahu tentang penyakit yang sedang dideritanya. Baron tak mengindahkan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya. Dia tahu wanita itu sedang membohonginya. Dia melemparkan tubuh yang tidak muda lagi itu dengan kasar ke kursi penumpang. Setelah penyeretan yang dramatis. Tanpa memperdulikan orang-orang yang menatap mereka. Seperti seorang istri yang sedang kepergok suaminya berselingkuh. "Jangan membantah lagi, jika kau terus terusan menolakku, jangan salahkan jika senjata ini akan langsung bersarang ke perutmu!" ancamnya. Kini Baron sedang tidak bermain-main. Dia menodongkan senjata tepat disamping perutnya. Martha sudah kehilangan akal menghadapi lelaki yang sudah berumur itu. Yang memiliki sikap dan temperamen seperti anak remaja. Merajuk kalau keinginannya tak dituruti. Dia tak bersuara. Pasrah. Hingga Baron memasukkan senjatanya kembali ke jasnya. Dia bertanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status