Share

Kunjungan Dadakan

Dominique setengah berlari mencari opang (ojek pangkalan) di depan rumah sewaan nya karena tidak akan sempat naik ojol (ojek online) apalagi angkot yang ngetemnya lama banget. Hari ini Dominique tidak mau kalau harus menunggu.

Lima belas menit perjalanan dengan kecepatan Valentino Rossi, Dominique sudah sampai di tempat kerjanya. Saat melewati parkiran ruko Dominique melirik empat mobil sedan hitam sudah memenuhi setengah lebih dari pelataran parkir dan beberapa orang berjas hitam juga bertubuh besar berjaga berjajar dengan security toko di pintu masuk customer.

'Huhh aku benaran terlambat' batin Dominique jetag jedur.

"Ayook Bu Ocha, cepetaaann!!!" Dominique yang tahu dirinya sudah benar-benar terlambat. 'Mati aku. Mati gimana nih bu Ririn pasti ngamuk'

Dominique terkejut saat akan memasuki area toko matanya langsung di suguhi kembali dengan pria berjas hitam dan berbadan besar, namun dia tidak menghiraukan segera berlari ke arah tangga menuju loker untuk mengganti bajunya.

Dominique berdandan seadanya dengan keringat dan panas di sekujur tubuh yang membawahi sepertu habis lari maraton, dia menyelipkan appron order di ketiaknya sementara tangannya mencepol rambut sambil menuruni anak tangga. Sebelum masuk area tak lupa dia menekan pinger print dahulu sebagai absen masuk.

"Sedang di area," Rissa memberi kode dari kaca jendela order deliverynya.

Dominique hanya mengangguk berniat menyelinap dan saat dia mendorong pintu area dalam toko dengan tubuhnya sementara kedua tangannya sedang mengikat appron order dipinggang, pintu seketika terbuka dan membuat tubuhnya terdorong,

'Akkhh!!' pekiknya. Tubuh Dominique terhempas secara tidak sengaja ke dalam pelukan seseorang dia panik setengah mati sedangkan orang yang menerima tubuh Dominique memegang pinggang kecilnya agar dia tak terjatuh seakan sedang berdansa.

Dominique segera menarik tubuhnya, dia mencoba melirik wajah orang tadi namun tak berani. Dia sangat yakin itu bukan bu Ririn karena dia mencium aroma farfum pria yang sangat menyegarkan membuat Dominique sempat terhipnotis mencium harumnya. Sedang pria tadi terus menatap sikap Dominique penuh arti.

"Ma-af Pak, saya tidak sengaja!" Dominique yang menyadari kesalahannya terus menundukkan kepala berkali-kali meminta maaf. Tidak ada sahutan. Pria tadi melewati Dominique.

"Kenapa kau terlambat, Domii?" bisik bu Ririn terdengar menahan amarah, "Ma-af bu"

"Ya sudah ayo cepat ke ruang breving!" Perintah Bu Ririn segera mengekori pria tadi yang berjalan lebih dahulu dan beberapa staff cake shop turut serta termasuk Dominique yang berada di barisan paling belakang.

Saat Dominique membuka pintu ruang breving setengah staff pastry juga kepala chef sudah berkumpul.

'Loh kok bukan Justin, kemana dia? Bukannya hari ini jadwalnya sama denganku' batin Dominique setelah melihat kepala chef yang mewakili pimpinan pastry.

Mata Dominique kembali berkeliaran ia membulat hebat ketika melihat wajah seseorang yang dia kenali dan orang itu tersenyum puas seolah berkata kau tidak akan bisa lari lagi. Dominique membekap mulutnya dengan kedua tangan berusaha menahan teriakan.

'I-i- itu John. John Kaison, sedang apa dia disini' mata dominique tidak kalah membulat lebar jantungnya terasa mau copot tubuhnya bergetar buluk kuduknya berdiri semua kakinya terasa lemas ketika melihat orang yang tengah duduk melipat kedua tangannya di dada menatap Dominique dengan tajam.

'Oh my god itu Haiden benar-benar dia, Haiden Aramgyan' rasanya Dominique ingin berbalik badan dan kabur saat melihat sosoknya, namun semua dia urungkan saat dia menyadari posisinya sebagai salah satu staff di perusahaannya. 'Apa ini? Apa dia orang yang Justin ceritakan, kalau dia pimpinan baru di perusahaan ini'

Dominique semakin yakin ketika John membuka pertemuan memperkenalkan tuannya sebagai pemilik dan pemegang saham baru perusahaan toko kue tersebut. Pembicaraan singkat tentang permintaan pelayanan dan peningkatan omset jadi sasaran utama. Tidak berapa lama John meminta semua staff kembali pada pekerjaannya masing-masing.

Dominique berjalan lemas menyusuri lorong yang menuju area kerjanya.

"Domi kok bisa telat sih," suara Sophie terdengar khawatir apalagi melihat wajah pucat Dominique.

Dominique masih setengah shock tidak menjawab pertanyaan Sophie.

"Kamu baik-baik saja Dom, ada apa? Kamu sakit?" Sophie tambah khawatir karena Dominique belum menjawab pertanyaannya.

Dominique tidak mungkin menceritakan masalahnya tentang kunjungan mendadak Haiden apalagi Sophie baru masuk bekerja setelah peristiwa pembegalan. Dominique tidak ingin menambah beban pikiran temannya dengan masalah yang sedang dia hadapi.

"Uhm, iya nih aku belum sarapan tadi buru-buru berangkat, bangunnya kesiangan," Dominique beralasan.

Dominique terkejut saat Haiden dan John melewati tubuhnya.

"Lewat sini Pak, ruangannya ada di lantai dua," suara Bu Ririn mengekori dari belakang seperti menunjukkan ruang manager di lantai dua. Bu Ririn menaiki anak tangga lebuh dahulu menunjukkan jalan kepada Haiden dan John.

'Mau apa lagi dia kenapa tidak pergi saja sih' Dominique mengusap memegangi wajahnya dengan cemas.

"Eh iya Dom, sudah tahu belum?" ucap Sophie

"Tahu apa ya?"

"Justin, eh maksudmya pak Justin, dia semalam kecelakaan dan sekarang dirawat di rumah sakit," beritahu Sophie.

"APAA!! Kecelakaan?" Dominique hampir terjatuh, untung tangan Sophie langsung menopangnya. 'Tidak mungkin semalam dia masih baik-baik saja'

"Iya tadi aku tidak sengaja mendengar pak Dave (Kepala Chef) memberi info absensi staff pastry sama bu Ririn," lanjut Sophie.

'Justin kecelakaan. Dirawat. Tidak mungkin kan ini ada hubungannya dengan kunjungan dadakan Haiden hari ini'

'Ah, aku hampir lupa siapa dia, dia bisa menghalalkan segera cara demi keinginan dan kepuasannya' batin Dominique langsung mencurigai Haiden sebagai pelakunya.

Dominique dan Sophie memasuki area baru saja Dominique berdiri memojok di sudut bar menghela nafas dan menghirup udara sebanyak-banyaknya karena di ruang breving tadi udaranya seakan terserap oleh Haiden.

"Mana Domi," cari bu Ririn terlihat panik. Sophie menunjuk sudut bar yang terlihat Dominique melamun. Bu Ririn segera menghampiri.

"Kau yang mengantarkan ice chocolate kemarin," tanya Bu Ririn. 'Ah sial, jangan-jangan dia mengadu kalau aku menumpahkan ke wajah dan bajunya'

"Hei Domi, jawab. Benar kamu yang antar?" Bu Ririn mengoyangkan lengan Dominique yang masih tak bergeming.

"I-iya Bu, saya yang antar!" Dominique menjawab dengan bibir bergetar.

"Syukurlah cepat pergi ke ruang manager," perintah Bu Ririn.

"Ke ruang manager Bu? Ada apa yah?"

"Jangan banyak bertanya. Dia itu big boss kita, kamu di minta untuk men-service makan siangnya!"

"Makan siang, Bu?"

"Sudah kamu tertalu banyak bertaanya, cepet pergi!" usir Bu Ririn. Dengan langkah malas Dominique menuju ruangan manager.

'Huhhh mau apa lagi sih dia' Dominique mendelik saat melihat John sudah berada di depan pintu ruangan manager dan menyunggingkan senyumnya.

"Kau!!" Dominique melotot sejadinya pada John, tapi lagi-lagi John hanya tersenyum puas membukakan pintu untuk Dominique.

"Silahkan Nona Dominique, Tuan sudah menunggu anda dari tadi" bisik John lirih. 'Cih kalau bukan taruhannya pekerjaanku, aku tidak sudi menservice makan siangnya' Baru saja satu langkah Dominique masuk,

Brakk!!

Pintu langsung di dorong dengan cepat tangan Dominique di tarik tubuh Dominique dihempas ke tembok.

"Berani sekali kau membuatku menunggu!!" suara bariton mengancaman terdengar jelas di telinga Dominique, dia menatap Haiden tajam,

"Kau, sedang apa di si-," belum sempat Dominique melanjutkan ucapan bibir Haiden sudah menyapu bersih bibir Dominique melumatnya dengan kasar.

Deru nafas terdengar jelas di telinga Haiden, ia pun melepaskan ciumannya perlahan melihat wajah gadis yang sepuluh tahun ini dia tinggalkan dan rindukan.

"Kau masih saja bodoh, tetap sama dengan sepuluh tahun lalu," seringai Haiden puas. Dominique yang kesal dan marah mencoba melayangkan tamparan ke wajah Haiden kali ini dirinya sudah tidak perduli kalau dia akan dikeluarkan dari pekerjaan. "Jaga bicaramu," sahut Dominique.

"Cukup!! Jangan kau uji kesabaranku!!" Cengkraman kuat di kedua tangan Dominique membuatnya sedikit meringis sorot mata ancaman dari Haiden membuat nyali Dominique ciut seketika. 'Ughh, dasar setan kejam!'Dominique mengumpatnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status