Tentu saja. Apa yang bisa diharapkan dari sebuah patung bukan?
Tapi tidak mungkin seorang panglima perang seperti Lord Enki akan mempermainkan kami. Apalagi menggunakan rajanya sebagai bahan gurauan.
“Apa maksud Anda, Lord Enki?” Tanya Ashlyn terdengar kebingungan.
“Bukankah kalian ingin bertemu dengan Raja Vathu?”
“Tapi ini kan..”
Lord Enki menatap kami sungguh-sungguh.
“Ini adalah Raja Vathu. Pemimpin Erde yang ingin kalian temui.”
“Tapi, Raja Vathu tidak seperti ini.” Sela Firroke. “Ini, ini hanya patungnya.”
Firroke berkata dengan terbata-bata. Lord Enki menggeleng mengisyaratkan ketidak setujuan.Baru saja Lord Enki hendak berbicara tiba-tiba pintu di belakang kami terbuka. Lord Enki memandang ke arah pintu dan kami bertiga serempak menoleh ke belakang. Seorang wanita dengan tubuh mun
Dengan tergesa-gesa kami mendekati Raja Vathu. Firroke terbang begitu dekat dengan cincin yang menjadi sumber rasa ingin tahu kami sampai-sampai hidungnya hampir menempel di permukaan batu ruby yang mengkilap itu.“Ya. Ini sama!” Seru Firroke kegirangan. “Ini sama!” Ia terbang naik turun karena gembiranya. Ashlyn mendekatkan kalung ibu dan membandingkan keduanya lalu mengangguk dengan senyum di bibirnya. Aku menegakkan badanku dengan perasaan lega.“Akhirnya kita memiliki sebuah titik terang.’’“Apakah Anda tahu dimana ayah Anda mendapatkan cincin ini, Putri?” Tanya Ashlyn. Putri Kaya menggeleng.“Tidak. Aku juga tidak pernah menanyakannya karena ayah memiliki banyak cincin seperti ini.”Ia berhenti sebentar.“Seperti yang kalian tahu, bangsa kami adalah bangsa yang mahir dalam membuat perhiasan. Perhiasan menjadi suatu hal yang umum bagi bangsa kami. Maka tidak heran ji
“Aku senang kalian mau menginap di sini.” Kata Putri Kaya sambil meletakkan gelasnya. “Kami sangat berterima kasih Anda berkenan mengundang kami, Tuan Putri.” Kataku sungguh-sungguh. Menginap di istana benar-benar membuat kami berhasil memangkas pengeluaran. Yah, meskipun bekal kami lebih dari cukup, tapi bukankah menginap di istana adalah sebuah pengalaman sekali seumur hidup?Putri Kaya tersenyum pada kami. “Sudah lama aku tidak mendapat tamu. Keberadaan kalian sedikit membuat aku tidak merasa kesepian.” “Apa Anda tidak punya teman, Putri?” “Firroke.” Ashlyn mendesah lelah. Putri Kaya tersenyum. “Aku punya. Tapi hanya sedikit. Dan mereka jarang berkunjung karena mereka bukan dari negeri ini.” “Apa Anda tidak punya teman dari Dharana?” “Firroke..” Putri Kaya menggeleng. “Kenapa?” “Firroke.” Ashlyn menarik Firroke dan mendudukkannya di hadapannya. “Maafkan dia, Tuan Putri.” Put
Aku mengangguk pada dua prajurit penjaga di depan pintu ruangan Raja Vathu. Mereka balas mengangguk lalu membukakan aku pintu. Suara langkah kakiku menggema di tengah ruangan yang luas dan hampir kosong seiring semakin pendeknya jarak antara aku dengan raja yang membatu itu. Kutatap Raja Vathu dengan seksama. Saat pertama kali aku melihatnya kemarin aku tidak memiliki kesempatan untuk memperhatikannya. Raja Vathu duduk dengan kepala menunduk. Badannya besar, bahkan saat aku berdiri, tinggiku hanya mencapai bahunya. Kedua tangannya berada di atas pegangan singgasananya sementara wajahnya menatap ke bawah dengan raut sedih. Rambut sebahunya tampak seperti dipahat helai demi helai dengan sebuah mahkota sederhana melingkar di kepalanya. Seluruh tubuh Raja Vathu tampak berkilau. Aku merunduk lalu menyentuh tangannya dan terkesiap saat menyadari apa yang ada di hadapanku. Berlian. Seluruh tubuh Raja Vathu merupakan berlian. I
“Apa yang ingin kau sampaikan, Lord Enki?” Tanya Putri Kaya begitu ia duduk di salah satu kursi di ruangan Lord Enki. Lord Enki mengangguk dan segera berbicara. “Hamba telah menemukan informasi mengenai kalung milik orang tua Axel, Putri.” “Benarkah?” Kami semua berseru bersamaan seperti paduan suara. Sekali lagi Lord Enki mengangguk. “Ya. Kami sudah menemukan pembuatnya.” “Benarkah?” Mata Putri Kaya melebar penuh rasa ingin tahu. “Siapa?” “Pembuatnya adalah Klan Romraa.” “Klan Romraa? Itu salah satu klan yang tertua, bukan? Setahuku mereka hanya membuat senjata saja. Aku tidak pernah mendengar mereka membuat perhiasan.” “Apa yang Anda katakan memang benar. Tapi menurut informasi yang hamba dapat, Klan Romraa adakalanya memang membuat hal-hal khusus atas permintaan Raja Vathu.” “Lalu, peri manakah dari klan Romraa yang membuatnya?” “Hamba akan menemui putra tertua klan Romraa untuk mengetahui informasi l
“Maaf membuat Anda menunggu. “ Kami semua menoleh bersamaan saat seorang peri tinggi besar dengan rambut berwarna kecoklatan diekor kuda memasuki ruangan melalu pintu di sisi ruangan sebelah kananku. Lengannya yang kekar dan bahunya yang bidang terlihat jelas karena ia menggunakan baju kulit tanpa lengan. Ia berjalan dengan langkah mantap dengan dagu yang sedikit diangkat sehingga memberinya kesan sedikit angkuh. Ia meletakkan tangan kanannya di depan bahu kiri dan mengangguk pada Lord Enki. “Salam, Lord Enki.” Lord Enki melakukan gerakan yang sama dan membalas anggukan peri itu. Ia memandang kami sekilas dan mengangguk sebelum duduk di kursinya. “Jadi, apakah Anda kemari guna menanyakan informasi terkait kalung yang ada padaku?” Lord Enki mengangguk. “Informasi apa yang kau dapat, Utra?” “Sebetulnya, Ayahlah yang memiliki informasi tentang kalung tersebut. Karena menurut ayah, ia yang membuatnya.” “Bedhama yang
Kami duduk dalam diam dengan ketegangan yang kentara. Ini pertama kalinya aku dan Ashlyn melihat seseorang meninggal dengan cara ditikam. Kami masih sangat terguncang. Bayangan Bedhama yang bersimbah darah dan belati yang menancap di dadanya terlihat jelas setiap kali aku memejamkan mata. Utra memasuki ruangan tempat kami menunggu dengan langkah yang terlihat berat. Lord Enki tidak mengucapkan apapun bahkan saat Utra duduk dan menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya yang bertumpu di meja. Bahunya tampak lesu penuh kesedihan namun rahangnya tampak mengencang, penuh amarah dan tekad. Ada banyak perasaan berkecamuk dalam dirinya. Untuk beberapa saat yang terasa lama kami semua terdiam sambil berusaha mengalihkan pandangan kami dari peri yang sedang berkabung itu. “Apakah Anda melihat penyusup yang Anda kejar, Lord Enki?” Utra yang akhirnya bisa menguasai diri bertanya pada Lord Enki. Lord Enki menggeleng. “Tidak. Dia sangat
“Bagaimana?” Putri Kaya bertanya pada Lord Enki yang baru saja bergabung dengan kami di ruang makan. Ia menunjuk kursi, mempersilahkannya duduk bersama kami yang baru saja menyelesaikan makan siang, sementara Lord Enki baru kembali dari Kastil Romraa. “Tidak ada hasil yang baru.” Kata Lord Enki sambil duduk di sampingku. Putri Kaya mengangguk dengan ekspresi menyayangkan. “Kapan upacara pemakaman Bedhama akan dilaksanakan?” “Sore ini saat senja.” Lagi-lagi Putri Kaya mengangguk. “Sampaikan pesan duka citaku pada Klan Romraa, Lord Enki.” “Seperti perintahmu, Tuan Putri.” Lord Enki berdiri. Tiba-tiba sebuah pikiran terlintas di pikiranku. “Bolehkah kami ikut menghadiri upacara pemakaman Bedhama?” Lord Enki menatapku terkejut. Ia dan Putri Kaya saling berpandangan. “Tidak bisakah?” Kali ini Ashlyn ikut bertanya. Setelah berpikir sesaat akhirnya Lord Enki mengangguk. Putr
Bahkan setelah kembali dari Kastil Romraa tidak satupun dari kami yang berbicara. Kedukaan keluarga Romraa masih terasa membebani kami semua. Bayangan istri Bedhama yang menangis sesenggukan dan tangisan cucu-cucu mereka seperti ditancapkan dipikiranku. Saat tanpa sengaja aku menyentuh Utra dan mendengarkan pikirannya, aku merasa sangat terkejut dengan betapa keras dan kacau isi kepalanya. Jauh berbeda dengan penampilannya yang tampak tegar. Aku seakan hampir tuli dan kepalaku terasa seperti ditusuk-tusuk setelah mendengarnya. Bahkan sampai saat ini sakitnya masih sedikit terasa. Aku memijit kepalaku perlahan. “Axe? “ Aku menoleh pada Ashlyn yang menatapku khawatir. “Aku hanya sedikit sakit kepala. “ Kataku sambil menggelengkan kepala padanya lalu berdiri. “Sebaiknya aku berjalan-jalan sebentar untuk menghirup udara segar.” “Biar kutemani. “ Kata Firroke. Ia terbang hendak menyusulku saat Ashlyn dengan cepat menyambar tubuhnya.