Share

Bab 100

Penulis: Dew Miller
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-09 23:11:35
Kuletakkan telapak tanganku di lengannya yang kemudian kugenggam erat. Kupusatkan seluruh perhatian dan pikiranku padanya. Berusaha mendengar apa yang ada di kepalanya, apa yang ingin dikatakannya. Tapi yang dapat kudengar hanya suara yang sangat samar dan terdengar jauh.

Selama waktu yang cukup lama aku berusaha mendengarkannya tapi sia-sia. Aku tidak mendapat satu katapun yang bisa kupahami atau kumengerti.

Kubuka mataku

Aku memandangi Raja Vathu lalu melihat tangannya yang memegang dada. Ah, mungkin dengan memegang tangannya, seperti yang biasa kulakukan saat mendengarkan pikiran orang lain, akan membuatku bisa mendengar lebih jelas. Aku segera merubah posisi badanku dan menyentuh tangan kiri Raja Vathu. Kututup mataku rapat-rapat. Kukosongkan pikiranku dan hanya terpusat padanya. Tapi sama saja. Yang kudengar hanya suara samar yang asing. Agak sedikit lebih jelas tapi tidak satu katapun yang kudengar atau kutangkap.

Aku mengangkat kepalaku, memutar keras otakku. Berusaha mencari ca
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Penjelajah Benak   Bab 101

    “Apa maksudmu tadi? “ protesku pada Flaresh setelah hanya ada kami. Kami berkumpul di kamarku dan Esen.“Apa?” Tanyanya.“Aku tidak ingat Ratu Samirana mengatakan apa yang kau katakan.”“Benarkah? “ Flaresh mengangkat bahu acuh. “Hmm.. Mungkin ia mengatakannya hanya padaku.”“Flaresh. “ Aku berniat protes tapi nada suara yang keluar dari bibirku setengah merajuk. Ia telah meletakkan beban yang sangat berat di pundakku.“Kata-katamu bisa membuat Putri Kaya menaruh harapan padaku! Bagaimana kalau nanti aku tidak bisa mendengar apapun? Bagaimana jika aku tidak bisa membantu mereka? Aku tidak mau mereka terlalu berharap padaku dan berakhir mengecewakan mereka. “Flaresh menghela nafas tak sabar.“Apakah kau tidak cukup yakin dengan kemampuanmu? Apakah kau tidak yakin kau bisa mendengar Raja Vathu? Kukira kau sudah berlatih di Hutan Seda. Apa kau yakin kau berlatih dan bukannya bertamasya di sana? “Aku melongo mendengar rentetan kata-katanya yang tajam dan menyakitkan lalu teringat hari-h

  • Penjelajah Benak   Bab 100

    Kuletakkan telapak tanganku di lengannya yang kemudian kugenggam erat. Kupusatkan seluruh perhatian dan pikiranku padanya. Berusaha mendengar apa yang ada di kepalanya, apa yang ingin dikatakannya. Tapi yang dapat kudengar hanya suara yang sangat samar dan terdengar jauh.Selama waktu yang cukup lama aku berusaha mendengarkannya tapi sia-sia. Aku tidak mendapat satu katapun yang bisa kupahami atau kumengerti.Kubuka matakuAku memandangi Raja Vathu lalu melihat tangannya yang memegang dada. Ah, mungkin dengan memegang tangannya, seperti yang biasa kulakukan saat mendengarkan pikiran orang lain, akan membuatku bisa mendengar lebih jelas. Aku segera merubah posisi badanku dan menyentuh tangan kiri Raja Vathu. Kututup mataku rapat-rapat. Kukosongkan pikiranku dan hanya terpusat padanya. Tapi sama saja. Yang kudengar hanya suara samar yang asing. Agak sedikit lebih jelas tapi tidak satu katapun yang kudengar atau kutangkap.Aku mengangkat kepalaku, memutar keras otakku. Berusaha mencari ca

  • Penjelajah Benak   Bab 99

    “Apakah Lord Enki sudah kembali?”Hari ini kami ditemui penjaga yang sama seperti di hari pertama kami tiba.“Ya. Tapi hari ini ia tidak bersedia menemui siapapun karena masih ada urusan yang belum terselesaikan dari perjalanan kemarin. Jadi kalian kembalilah besok.”Aku mendesah tak senang.“Tapi beliau tahu bahwa kami datang kan?”“Ya. Karena itu kalian besok akan kami beri kabar saat Lord Enki siap menerima kalian.”“Tapi benar-benar besok kan?” Aku mulai kehilangan kesabaranku. Selalu begini setiap kali kami ingin bertamu di Dharana. Padahal kali ini bukan kami yang ingin datang. Tapi masih saja kami dipersulit.Penjaga itu mengangguk.Mau tak mau kami pun beranjak pergi. Bagaimanapun kami tidak punya pilihan lain.Dan panggilan ke istana itu benar-benar datang keesokan harinya. Tepat disaat hidangan makan siang Pratvi baru saja disajikan di meja. Pikiran dan perutku berseteru. Kedongkolanku semakin memuncak jadinya.Tapi mau tak mau kami harus segera berangkat ke istana. Takut ji

  • Penjelajah Benak   Bab 98

    “Kapan sebaiknya kita ke istana?” Tanya Ashlyn setelah kami selesai makan.“Jika dilihat dari mendesaknya pesan yang diterima Raja Narawana harusnya kita sewaktu-waktu bisa langsung ke istana bukan?” Jawabku. “Bagaimana kalau nanti sore setelah kita isirahat?”“Apa kau pikir pesan itu masih bisa kita jadikan acuan jika kita datang hampir tujuh hari terlambat dari waktu yang seharusnya?” Kata-kata Lynx membuat kami semua langsung menyadari posisi tidak menguntungkan yang kami hadapi.“Lalu?”“Lebih baik kita kesana besok. Malam ini beristirahatlah sebaik mungkin. Hemat tenaga kalian. Kita tidak tahu apa yang menunggu kita di istana.”“Kita menginap disini saja kalau begitu.”“Ya. Itu pilihan terbaik yang kita punya.”Keesokan harinya kami berangkat ke istana setelah menghabiskan semua masakan Pratvi. Matahari bersinar hangat saat kami berhenti di pos penjagaan. Melaporkan maksud kedatangan kami.“Kami ingin bertemu Lord Enki.” Kataku. Penjaga di hadapanku melihatku dari atas ke bawah l

  • Penjelajah Benak   Bab 97

    Kami sedang bersiap saat Flaresh datang. Hanya beberapa menit setelah gerimis benar-benar berhenti. Hujan turun semalaman membuat kami tidur sangat nyenyak dan bangun lebih siang.“Ayo.”Aku memandangnya dengan kesal. Kemana saja dia. Kenapa datang-datang main perintah seenaknya.Tapi tak urung kami mempercepat pekerjaan kami dan dalam sesaat sudah berada di atas kuda, siap memulai kembali perjalanan. Dengan kecepatan penuh kami memacu kuda dan lewat tengah hari kami sudah memasuki Dharana.Pemandangan serba putih yang familiar menyambut kami.“Bagaimana kalau kita makan siang di tempat Pratvi? Kita bisa sekalian istirahat sebelum ke istana.” usul Ashlyn.“Ayo, ayo. Aku ingin menikmati kue berlapis madunya yang lezat.” Kata Firroke.“Hmmm.. Sepertinya menarik. Memang sudah waktunya kita makan siang.” Kata Esen. “Bagaimana, Lynx?”Lynx mengangguk.“Tentu saja.”“Tunjukkan jalannya Ash.”Ashlyn mengangguk lalu memacu Tashi sedikit lebih cepat, memimpin rombongan.“Kalian pasti akan suka

  • Penjelajah Benak   Bab 96

    Kami memasuki hamparan perbukitan berwarna coklat muda dan krem. Angin dari atas bukit berhembus sejuk menyambut kami.Disini sangat berbeda dengan Deruta yang sebelumnya kami singgahi meskipun masih ada beberapa kontur alam yang mirip. Di beberapa tempat terlihat gerombolan pohon seperti di Deruta namun berwarna lebih muda bahkan memutih. Tepat di tengah-tengah, memotong perbukitan, sebuah sungai mengalir tenang hampir tanpa arus seperti sebuah danau. Airnya yang kecoklatan mengingatkanku pada susu coklat.“Sepertinya di atas hujan.” Kata Flaresh. Aku menangkap nada tidak senang dalam perkataannya.“Ya. Semalam.” Kata Lynx setelah memperhatikan dengan seksama aliran air sungai.“Ini Eresfodir?” Tanya Esen yang melihat perbedaan kontur wilayah ini dengan Deruta yang sebelumnya kami singgahi.“Ya.”“Sangat berbeda dengan Deruta tapi sekaligus mirip ya.”Lynx terdiam sebentar lalu mengangguk.“Kau bisa bilang begitu."“Aku pikir tidak akan jauh berbeda dengan Dharana. Ternyata pikirank

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status