Share

Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO
Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO
Author: Miarosa

Bab 1. Pangeran tidur

Author: Miarosa
last update Last Updated: 2023-06-05 22:55:42

Pelangi tak pernah menyangka, bahwa cinta itu datang dari tempat yang tak terduga dan dengan siapa dia akan jatuh cinta. Cinta itu datang menyapanya dua hari setelah hari ulang tahunnya yang ke-25 tahun. Secara tidak sengaja ia bertemu dengan pangeran impiannya saat sedang mengunjungi ayahnya yang terkena serangan jantung di ruang ICU disebuah rumah sakit terbesar di Bandung. Ia tidak jatuh cinta pada seorang dokter atau perawat tampan di sana, tapi ia jatuh cinta pada salah satu pasien tampan yang sedang di rawat di ruang ICU. Ruangannya berada di sebelah ruangan ayahnya. Sayangnya pasien tampan itu sedang koma selama satu Minggu.

Pertama kali Pelangi melihatnya ketika pintu ruangan pasien tersebut terbuka, karena ada dokter yang sedang memeriksanya. Rasa penasaran dan rasa tertariknya itu Pelangi nekat masuk dan berdiri tidak jauh dari ujung tempat tidur. Saat melihatnya, Pelangi langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia tidak bergeming. Dunianya tiba-tiba meluruh. Jutaan kupu-kupu berterbangan di dadanya dan seakan tubuhnya melayang di udara. Jantungnya berdebar kencang serasa mau keluar dari rongga dadanya. Perasaan itu pertama kalinya Pelangi rasakan. Akhirnya ia tahu rasanya jatuh cinta. Ia sudah tidak merasa penasaran lagi.

Seorang perawat pria yang menyadari ada Pelangi, menghampirinya.

"Kamu tidak boleh berada di sini," kata suara dari arah belakangnya.

Pelangi tidak mendengar perkataan perawat tadi. Tatapan matanya terfokus pada pria yang sedang berbaring tak sadarkan diri itu. Perawat pria itu melambaikan tangannya di depan wajah Pelangi, tapi gadis itu tidak meresponnya.

"PELANGI," teriak perawat itu membuat dokter dan perawat lainnya terkejut.  Perawat itu meminta maaf, lalu menyeret Pelangi keluar.

"Apa yang terjadi?" tanya Pelangi terkejut dan kebingungan.

Perawat pria itu menatap kesal pada Pelangi.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Ada apa denganmu? Aku memanggilmu, tapi kamu tidak merespon panggilanku. Apa kamu sakit?"

Perawat itu menempelkan telepak tangannya di dahi Pelangi.

"Kamu tidak demam."

"Aku baik-baik saja, Kak Ardian."

Ardian adalah kakak sepupu Pelangi yang bekerja sebagai perawat dan ditugaskan di ruang ICU. Akhirnya Pelangi tahu siapa pasien pria yang sedang terbaring koma dari kakak sepupunya itu atas desakan Pelangi. Pria itu bernama Akarsana  Maheswara dan seumuran dengan Pelangi.

"Dia sakit apa?"

"Hati kronis."

Raut wajah Pelangi berubah jadi murung. "Apa dia bisa sembuh?"

"Satu-satunya agar dia bisa sembuh saat ini jika ada seseorang yang mau mendonorkan hatinya."

"Apa tidak ada orang yang mau mendonorkan hati kepadanya?"

"Belum ada. Dari pihak keluarga tidak memungkinkan untuk menjadi pedonor, meskipun Ibunya sudah bersedia, tapi ibunya memiliki riwayat darah tinggi, sedangkan ayahnya telah meninggal."

"Bagaimana dengan saudaranya?"

"Dia memiliki seorang saudara perempuan dan laki-laki, tapi tidak bisa menjadi pendonor dikarenakan adik perempuannya itu memiliki riwayat penyakit anemia, sedangkan saudara laki-lakinya memiliki golongan darah yang berbeda."

"Kasihan sekali. Apa tidak ada orang lain yang mau mendonorkan hatinya?"

"Saat ini belum ada."

"Bagaimana dengan anggota keluarganya yang lain?"

"Tidak ada."

Tatapan matanya kembali terarah pada pria yang terbaring tak sadarkan diri dari seberang ruangan dengan perasaan sedih. Sejak saat itu, Pelangi selalu diam-diam menjenguknya  atas izin Ardian meskipun hanya sebentar. Hal itu terus dilakukan sampai pria itu dipindahkan ke ruang perawatan yang kamarnya beda satu tingkat dengan ayahnya. Pelangi baru bisa melihatnya setelah tidak ada anggota keluarga yang menjenguknya. Ia akan duduk di samping pria tampan itu dan memandanginya berlama-lama. Sesekali membelai kepalanya dengan perasaan sayang dan cinta.

Pelangi mendesah berkali-kali kenapa ia harus jatuh cinta pada pria yang nyawanya berada diujung tanduk, bahkan mungkin saja pria itu akan meninggal dan cintanya akan berakhir begitu saja sebelum memulainya.

"Pangeran tidurku, bangunlah! Mau sampai kapan kamu akan tidur terus."

Selama berhari-hari, Pelangi selalu mencuri kesempatan untuk melihatnya. Ia selalu membawakan bunga dan juga membacakan buku dongeng untuknya. Ardian yang melihatnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya merasa aneh dengan sikap Pelangi, lalu pergi begitu saja sampai pada suatu siang keesokan harinya, Ardian melihat Pelangi sedang duduk di kantin rumah sakit. Kepalanya tertunduk sedih. Ia menghampirinya.

"Ada apa?"

"Apa dia tidak memiliki kesempatan hidup lagi?" tanya dengan mata berkaca-kaca.

"Siapa yang kamu maksud?"

"Akarsana."

"Ah dia. Kenapa kamu begitu peduli kepadanya? Kalian kan tidak saling mengenal."

"Aku sudah merasa sudah lama mengenalnya. Dia adalah belahan jiwaku."

Ardian nampak terkejut. Suara berisik di sekelilingnya tiba-tiba menjadi hening.

"Pelangi jangan katakan kamu jatuh cinta padanya."

"Aku memang sudah jatuh cinta padanya."

"Sebaiknya kamu lupakan saja cintamu padanya."

"Kenapa? Apa aku salah telah jatuh cinta padanya?"

"Tentu saja salah. Kamu dan dia bagaikan langit dan Bumi."

"Kenapa kamu berkata seperti itu?"

"Apa kamu tahu siapa Akarsana Maheswara itu?"

Pelangi menggelengkan kepalanya dengan wajah sedih dan muram.

"Dia berasal dari keluarga yang sangat kaya dan terpandang. Keluarganya memiliki banyak perusahaan dan rumah sakit ini salah satu milik keluarganya. Kabarnya dia akan menjadi salah satu pewaris keluarga Maheswara."

Pelangi melongo saat Ardian memberitahunya tentang latar belakang keluarganya.

"Kamu dan dia bukan pasangan yamg serasi. Kamu hanya penjual bunga jalanan dan hubungan kalian pasti akan langsung ditentang oleh keluarganya. Pasti mereka menginginkan calon istri yang berasal dari kalangan yang sama dengan mereka."

"Jika aku tidak bisa bersamanya, itu tak masalah. Cinta tidak harus memiliki."

"Kamu hanya akan menelan rasa sakit."

"Tidak apa-apa asal aku bisa melihatnya bahagia itu tidak masalah."

Ardian mengembuskan napas panjang. "Terserah kamu saja."

"Ardian, aku mau mendonorkan hatiku padanya."

Perkataan Pelangi tentu saja bagaikan sambaran petir di telinga Ardian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 121. Janji di bawah cahaya bintang. TAMAT.

    Malam itu, suasana rumah masih dipenuhi ketegangan setelah pengakuan Sofia. Pelangi duduk di sofa dengan ekspresi kosong, sementara Akarsana mondar-mandir, pikirannya kacau."Aku masih tidak percaya " gumam Akarsana, suaranya nyaris berbisik.Sofia menunduk, matanya memerah menahan air mata. "Aku juga tidak ingin mempercayainya. Aku menyesal karena tidak melakukan sesuatu sejak dulu, jika aku berani melawan, mungkin Tante Kayla masih hidup."Pelangi menarik napas dalam-dalam. "Kebenaran akhirnya terungkap. Tapi, lalu apa? Apa kita akan membiarkan ini berlalu begitu saja?"Akarsana menatap adiknya dengan mata berkilat. "Tidak, kita tidak bisa membiarkannya. Apa pun yang terjadi, Ibu harus bertanggung jawab."Sofia menggigit bibirnya, lalu menggeleng. "Tapi Akarsana, Ibu kita... dia bahkan sudah tidak waras sekarang. Dia sudah hidup dalam ketakutan selama enam bulan terakhir. Apa yang bisa kita lakukan selain menyerahkannya pada perawatan?"Akarsana mengepalkan tangannya. Ia marah, kece

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 120. Kepingan kenyataan

    Ruangan itu menjadi sunyi. Hanya suara detak jam yang terdengar, seakan menegaskan bahwa ketakutan Prita masih ada, masih mengintai, dan belum benar-benar pergi.Prita masih tersungkur di lantai dengan tubuh gemetar. Air matanya mengalir deras, napasnya tersengal, sementara kedua tangannya mencengkeram kepalanya seolah berusaha menepis suara-suara yang hanya bisa ia dengar."Maafkan aku,Kayla! Maafkan aku!" gumamnya berulang kali, suaranya penuh ketakutan.Akarsana, Sofia, dan Pelangi masih berusaha menenangkannya, tetapi tiba-tiba, suara Prita berubah menjadi jeritan histeris."Aku tidak bermaksud membunuhmu!"Hening.Ketiga orang di ruangan itu membeku, tatapan mereka terpaku pada Prita yang masih terisak. Kata-kata itu menggema di kepala mereka, memenuhi ruangan dengan ketegangan yang mencekam.Akarsana menelan ludah, dadanya berdegup kencang. "Ibu,apa maksudmu?" tanyanya pelan, tetapi suaranya tegas.Prita tidak menjawab. Ia terus meracau, tubuhnya masih bergetar hebat. Seolah kat

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 119. Langkah pertama menuju kedamaian

    Pelangi berdiri di sana, berdampingan dengan seorang pria yang Sofia kenal baik—Akarsana. Namun, perhatiannya langsung terfokus pada Pelangi. Sofia nyaris tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pelangi, yang dulu selalu tampak sederhana dan jauh dari kesan feminin, kini berubah. Gaun lembut membalut tubuhnya dengan anggun, rambut panjangnya tergerai dengan rapi, dan ada kehangatan baru dalam sorot matanya. Ia tampak begitu cantik, begitu berbeda. Namun, bukan hanya perubahan penampilan Pelangi yang mengejutkan Sofia. Tangannya yang digenggam erat oleh Akarsana seolah menegaskan sesuatu. Sofia mengangkat pandangannya, melihat ekspresi kakaknya—wajah itu, yang selama ini redup dan penuh beban, kini berseri. Akarsana terlihat seperti dirinya yang dulu, sebelum semua kekacauan terjadi. Sofia menelan ludah, masih belum bisa mencerna semuanya. "K-Kak Pelangi?" suaranya bergetar. Pelangi tersenyum lembut. "Hai, Sofia!"" Sofia mengalihkan tatapannya ke Akarsana, mencari jawaban.

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 118. Tatapan yang saling bertaut

    Diana masih berdiri di tempatnya, dadanya naik-turun seiring napasnya yang tidak beraturan. Tatapan Damar yang begitu dalam tadi masih terbayang di benaknya, mengusik perasaannya yang bahkan belum ia sadari sepenuhnya. Ia menggeleng pelan, mencoba mengabaikan semuanya, lalu menghembuskan napas panjang. Saat itu juga, suara musik dan tawa dari para tamu pesta kembali menyadarkannya akan kenyataan. Malam ini adalah malam pertunangan Pelangi dan Akarsana. Diana melangkah masuk ke dalam ruangan, tepat saat Ardiyanto menaiki podium kecil di tengah aula, mengambil mikrofon dan mengetuknya pelan. Semua tamu segera menghentikan obrolan mereka dan mengalihkan perhatian ke pria tua itu. "Ladies and gentlemen," Ardiyanto memulai dengan suara penuh wibawa. "Terima kasih telah menghadiri acara malam ini. Malam ini adalah malam yang istimewa bagi keluarga kami, karena cucu saya, Pelangi, akan bertunangan dengan pria yang telah mendapatkan hatinya kembali, Akarsana." Tepuk tangan menggema di

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 117. Kebimbangan di hati Diana

    Pelangi mencoba kembali menenangkan pikirannya setelah pertemuannya dengan Akarsana. Hatinya masih berdebar tidak menentu, tapi kali ini bukan karena keraguan, melainkan karena keputusan besar yang sudah ia buat.Suara langkah kaki tergesa-gesa mendekat, disusul suara yang penuh amarah."Pelangi!" suara Diana menggema di ruangan, membuat Pelangi dan Ardiyanto menoleh.Diana berdiri di ambang pintu dengan ekspresi penuh kemarahan dan di belakangnya, Danurdara—ayahnya—menyusul dengan tatapan yang lebih tenang tapi tak kalah tegas."Kau serius, Pelangi?!" Diana mendekat dengan cepat. "Kau lebih memilih pria yang sudah menghancurkanmu, yang sudah membuatmu menangis selama ini, daripada Damar yang jelas-jelas pria baik?"Pelangi menghela napas. Ia sudah menduga ini akan terjadi."Diana, dengarkan aku—""Tidak!" Diana memotong dengan suara penuh emosi. "Aku tidak bisa diam saja melihatmu kembali ke dalam lingkaran yang sama! Apa kau tidak takut akan terluka lagi? Apa kau tidak ingat bagaima

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 116. Hati yang terikat

    "Kalian berdua," suara Damar terdengar datar, tapi ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Pelangi merasa bersalah. Akarsana tidak mundur. Ia justru menatap Damar dengan pandangan penuh keyakinan. "Aku tidak akan menyerah," kata Akarsana tegas. "Aku mencintai Pelangi, dan aku yakin dia masih mencintaiku." Pelangi mengerjapkan mata, dadanya berdebar kencang. Damar menatap Pelangi. "Apa yang dikatakannya benar?" Pelangi tercekat. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Pelangi menatapnya, perasaan bersalah semakin menyesakkan dadanya. "Damar, aku...." Damar mengangkat tangannya, menghentikan ucapan Pelangi. "Kau tidak perlu mengatakan apa-apa. Aku hanya ingin kau jujur pada dirimu sendiri." Pelangi menatap Damar dengan mata berkaca-kaca. Ia tahu, pria ini benar-benar baik. Damar tersenyum lembut. "Jangan memaksakan diri, Pelangi. Aku ingin kau bahagia, dengan atau tanpa aku." Pelangi terisak pelan. Damar menghela napas panjang lalu menatap Akarsana. "Aku harap kau tidak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status