Share

Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas
Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas
Author: Shirley

Bab 1

Author: Shirley
Ini adalah terakhir kalinya aku melangkah masuk ke kantor hukum khusus Keluarga Fauzan. Lantai marmer yang dingin menggesek telapak kakiku, setiap langkah membuat tubuhku terasa seperti disayat dari dalam. Komplikasi leukemia tahap akhir sudah membuatku hampir tidak bisa berjalan, bahkan bernapas pun menjadi sebuah penderitaan.

"Selamat siang, saya ingin mengajukan perceraian dengan Rocco."

Pengacara yang mengenakan setelan rapi itu menatapku dengan sorot penuh iba.

"Nyonya, Anda nggak bawa keluarga? Sepertinya ... Anda nggak sering ditemui dalam keluarga."

Mungkin karena aku terlalu pucat dan kurus, suaranya terdengar sangat pelan.

Kami sudah bertahun-tahun menikah, tetapi Rocco bahkan tidak pernah memberiku sebuah pernikahan resmi yang mengakui statusku. Dia hampir tidak pernah membawaku menghadiri acara penting keluarga. Jadi, tidak heran keluarga besar hampir tidak mengenal istri Rocco.

"Nggak penting lagi," potongku dengan tenang. "Orang yang sudah sekarat nggak butuh keluarga."

Begitu kata-kataku dilontarkan, pintu kantor itu ditendang terbuka dengan kasar. Terdengar teriakan Rocco, "Claire! Apa yang sedang kamu lakukan?!"

Aku menoleh dan melihat api kemarahan menyala di matanya. Di belakangnya, Sofia berlari masuk dengan wajah penuh senyuman kepura-puraannya yang tanpa cela.

"Kamu bahkan milih hari ini untuk membuat keributan?" Rocco melangkah cepat ke depanku dan melanjutkan, "Sofia baru saja dapat jabatan penting sebagai Kepala Keuangan, seluruh keluarga sedang merayakannya, dan kamu memilih hari ini untuk membuat drama seperti ini?"

Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung menamparku. Kekuatan pukulan itu membuatku terhuyung mundur, pipiku langsung panas dan bengkak.

Butuh beberapa detik sebelum aku sadar. Benar, hari ini memang pesta kenaikan jabatan Sofia. Rocco bahkan menunda perjalanan ke Chicago demi merayakan keberhasilan Sofia.

Sementara aku, istrinya yang sudah berada di ambang kematian karena leukemia ... hanya menggunakan kode darurat yang kami sepakati untuk meminta pertolongan. Namun baginya, itu dianggap penyalahgunaan.

Air mata membuat pandanganku kabur, tapi aku berusaha keras menahannya agar tidak jatuh. Aku baru ingin berbicara ketika batuk keras yang menyiksa dadaku tiba-tiba memotong napasku.

Tetesan darah jatuh di atas lantai marmer krem yang mengilap. Aku akhirnya berhasil menstabilkan tubuhku, suaraku bergetar ketika mencoba menjelaskan, "Rocco, aku benar-benar nggak ...."

Mungkin melihat darah yang merembes di sudut bibirku, alis Rocco berkerut sedikit.

Suara lembut Sofia terdengar, "Tapi, Kak, Rocco datang terburu-buru dari pesta itu khusus untuk menyelesaikan masalahmu ...."

"Aku sudah bilang, jangan pedulikan dia. Begitu dia muncul, pasti nggak ada hal baik." Suara ibuku, Lily, terdengar dari pintu.

"Dari kecil sampai sekarang dia selalu melakukan apa pun demi menarik perhatian kami. Kamu masih berharap kami percaya trik murahan seperti ini?"

Wajah Rocco langsung menjadi muram. "Claire, demi membohongiku dan mengacaukan pesta kenaikan jabatan Sofia, kamu bahkan tega melukai dirimu sendiri?" Dia melangkah mendekat dengan cepat dan mencengkeram kerah bajuku. Sofia buru-buru menarik lengannya.

Air mata memenuhi matanya, tatapannya tampak rapuh dan menyedihkan saat dia memandangku. Suaranya juga bergetar.

"Maafkan aku, Kak. Aku nggak seharusnya menerima jabatan ini. Ini semua salahku! Kumohon, jangan sakiti dirimu lagi! Rocco sudah begitu mengkhawatirkanmu. Kalau kamu benar-benar mau berubah, aku bisa berjanji nggak akan menerima satu pun penghargaan keluarga selamanya!"

Sekilas, kata-katanya terdengar tulus. Namun, setiap kalimat darinya mendorongku semakin jatuh ke dalam jurang dan menempatkanku sebagai pelaku kejam yang menyakiti mereka.

Mendengar hal itu, nada Lily langsung berubah menjadi penuh kasih sayang, "Anak baik, ini bukan salahmu. Kamu begitu berbakat, kamu pantas mendapat semua kehormatan itu."

Adegan hangat antar ibu dan anak seperti itu memang bukan pertama kali kulihat. Namun, setiap kali menyaksikannya, jantungku terasa seperti disayat oleh pisau yang tajam.

Sudah lama aku tidak merasakan kasih ibu yang seharusnya menjadi milikku. Semuanya kini dilimpahkan kepada Sofia.

Akan tetapi, tidak apa-apa lagi. Saat seseorang mendekati ajalnya, banyak hal yang terasa tidak penting.

Hatiku terasa kosong. Namun tiba-tiba, rasa amis naik ke tenggorokanku dan setetes darah kembali mengalir keluar dari sudut bibirku.

Rocco merebut laporan diagnosis dari tanganku, lalu melirik beberapa baris dengan cepat sebelum mencibir, "Leukemia? Bahkan pura-pura sakit pun kamu nggak bisa."

Dengan suara robekan yang nyaring, laporan itu disobek menjadi serpihan kecil, kertas-kertasnya jatuh bertebaran di kakiku. Tatapannya berhenti sejenak pada wajahku yang pucat.

Saat mata kami bertemu, aku teringat mata yang dulu berbinar saat pesta ulang tahun ke-18 milikku. Kini, kedua mata itu tampak suram dan dingin. Mungkin karena tidak ada cinta lagi, jadi cahaya itu pun hilang.

Aku mengangkat tangan yang bergetar untuk menyeka darah di sudut bibirku, lalu bersusah payah menopang tubuhku yang hampir roboh dan kembali menghadap pengacara.

"Demi memastikan aku bisa pergi dengan tenang dalam tiga hari, aku juga mengajukan permohonan untuk keluar dari keluarga. Tolong bantu selesaikan proses perceraian."

Tubuh Rocco tampak bergetar sedikit. Dia mencengkeram pergelangan tanganku.

"Jadi demi menghancurkan pesta perayaan Sofia, kamu rela menarik pengacara keluarga untuk bersekongkol dalam sandiwara ini?!" Suaranya menahan amarah yang membeludak.

"Benar-benar memalukan! Claire, pulang dan berpikirlah baik-baik. Jangan mempermalukan diri sendiri di sini."

Lalu, dia merangkul pinggang Sofia dan berjalan keluar tanpa menoleh sedikit pun. Aku menatap pergelangan tanganku yang memerah, lalu menggeleng sambil tersenyum getir.

Aku seharusnya sudah tahu. Dia tidak pernah percaya padaku, bukan?

Dengan tubuh yang hampir tidak bisa kugerakkan, aku tetap menandatangani dokumen perceraian secara sepihak.

Pada hari aku mati, Rocco akan menerima dokumen itu, lengkap dengan pernyataan warisanku.

Dalam tiga hari terakhir hidupku, aku sendiri yang mengakhiri pernikahan kami.

Sementara itu, suamiku sedang memeluk wanita lain dan bersulang demi merayakan pencapaiannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 12

    Tiga hari pun berlalu.Sofia meringkuk di sudut ruang bawah tanah, tubuhnya penuh noda lembap dan kotoran. Dia menggigil di sudut itu dan akhirnya teringat sebuah jurus terakhir yang masih bisa dia gunakan.Keluarga Fauzian kini kehilangan istri sang pemimpin. Dalam dunia mafia, itu adalah pertanda buruk dan merupakan sebuah kemalangan yang dapat mengguncang stabilitas keluarga. Moral para anggota sedang berada pada titik terendah.Sofia berpikir bahwa dialah satu-satunya wanita yang cukup kuat, cukup berpengaruh, dan cukup mampu untuk mendampingi Rocco serta membangkitkan kembali Keluarga Fauzian.Dengan pemikiran itu, Sofia berpura-pura menunjukkan kelemahan di depan penjaga. "Aku tahu Rocco pasti membenciku, tapi tolong beri tahu dia satu hal.""Keluarga Fauzian membutuhkan seorang nyonya keluarga yang kuat untuk menstabilkan keadaan dan memulihkan semangat para anggota. Aku adalah satu-satunya orang yang punya kemampuan untuk membantu Rocco.""Aku bersedia menebus seluruh hidupku u

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 11

    Saat Rocco sedang memeluk tubuh Claire sambil menangis dengan pilu, pintu vila tiba-tiba terbuka. Sofia masuk sambil melangkah ringan, wajahnya penuh dengan senyum sombong seperti biasanya. Dia sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi."Rocco, aku pulang!" serunya manja, siap berlari ke pelukan Rocco."Hari ini rapat dengan penasihat keluarga berjalan sangat lancar, aku sudah berhasil meyakinkan dia untuk mendukungku ....""Oh ya, dua hari lalu aku melihat Claire. Dia lagi sama gelandangan di perbatasan wilayah. Sudah berhari-hari nggak menjalankan tugas keluarga. Rocco, jangan terlalu marah sama Kak Claire, ya? Mungkin dia sedang nggak berpikir jernih. Kamu kasih dia sedikit pelajaran saja sudah cukup ...."Sebelum dia selesai bicara, Rocco tiba-tiba bangkit dan memberinya sebuah tamparan keras. Sofia sama sekali tidak bersiap. Tubuhnya terlempar oleh kekuatan pukulan itu dan menghantam dinding dengan keras. Dia menahan bahunya yang sakit, mata terbelalak penuh keterkejutan."Roc

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 10

    Suasana yang tadinya dipenuhi kesedihan mendadak terhenti ketika ponsel Claire tiba-tiba berdering. Awalnya, Antoni mengira itu hanya panggilan promosi. Namun setelah mendengar beberapa detik, dia gemetar sambil menekan tombol pengeras suara."Selamat siang, Bu Claire. Apakah makam yang Anda pesan sebelumnya masih Anda perlukan? Saat ini hanya perlu membayar uang muka 5 persen, kami bisa terus menyimpankannya untuk Anda. Bu Claire? Bu Claire?"Begitu kata "makam" terdengar, napas Rocco seolah langsung berhenti."Jadi hari itu aku memang nggak salah dengar. Waktu Claire mengajukan cerai, dia sudah menyiapkan pemakaman untuk dirinya sendiri." Suara Rocco bergetar hebat."Dia pernah bilang tentang membeli makam di depanku ... dan aku ... aku malah menuduh dia mengutuk dirinya sendiri."Antoni dan Lily saling berpegangan agar tidak jatuh.Mereka akhirnya sadar bahwa Claire tidak pernah berbohong. Dia benar-benar sedang berada di ambang kematiannya. Dan mereka berulang kali menolak pertolon

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 9

    Rosa tidak mengatakan apa-apa. Dia langsung membawa mereka melewati restoran, lalu mendorong pintu sebuah ruangan kecil di bagian belakang.Ketika yang akhirnya muncul di depan mata mereka adalah sebuah tubuh yang ditutupi kain putih, Rocco dan kedua orang tua Claire tertegun.Udara seakan membeku seketika."Apa maksudnya? Kenapa kamu membawa kami ke sini? Kamu sedang bercanda?!" Suara Rocco bergetar. Itu adalah getaran dari firasat buruk yang sangat kuat. Dia berjalan maju dengan marah dan membuka kain putih itu dengan kasar.Ketika melihat wajah yang sangat dikenalnya, seluruh dunia Rocco runtuh.Itu Claire. Istrinya.Claire terbaring di sana dengan tenang seperti sedang tertidur. Di sudut bibirnya bahkan ada senyum tipis yang hampir tidak terlihat. Seolah-olah, dia akhirnya terbebas dari semua rasa sakit.Namun, dia tidak akan pernah bangun lagi.Hubungan mereka telah putus sepenuhnya. Rasa sakitnya menghantam jiwa Rocco seperti sambaran petir. Rasa sakit itu jauh lebih parah daripa

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 8

    Sofia mencari-cari sesuatu di dalam kamar dengan panik. Dari dalam terdengar suara botol dan wadah-wadah jatuh berantakan. Dia membuka setiap laci dengan tergesa-gesa dan membongkar setiap kotak. Di bawah meja rias, bawah tempat tidur, sudut lemari ....Gerakannya kacau dan keringat dingin menetes dari dahinya. Sudah mencari selama itu, tetap tidak menemukan benda yang dia butuhkan."Sofia, kamu lagi cari apa?" tanya Rocco dengan dingin.Sofia tersentak dan berbalik. Melihat Rocco berdiri di depan pintu, seluruh tubuhnya langsung bergidik."Aku ...." Suaranya bergetar, "Aku merasa nggak nyaman dan sedang mencari obat alergi.""Ini yang kamu cari?"Rocco mengangkat sebuah botol kecil berwarna putih dengan perlahan. Itu adalah botol yang ditemukan sebelum Sofia pulang. Wajah Sofia langsung pucat pasi.Tidak ada yang lebih jelas daripada dia sendiri bahwa benda itu bukan obat alergi. Itu adalah cairan khusus untuk memalsukan gejala alerginya. Jika dokter keluarga menganalisis komposisinya

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 7

    Sudut pandang Rocco:Di ruang rapat Keluarga Fauzian, Rocco sedang berdiskusi dengan para kapten mafia mengenai konflik wilayah dengan keluarga musuh. Tiba-tiba, ponsel terenkripsinya berbunyi.Itu adalah email terenkripsi dari Claire."Lagi-lagi trik apa ini," gumamnya dengan tidak sabar sambil membuka pesan itu. Namun di dalam hatinya, dia sedikit lega bahwa setidaknya akhirnya ada kabar dari Claire.'Akhirnya dia nggak tahan lagi dan siap kembali memohon maaf,' pikirnya. Namun begitu rekaman mulai diputar, wajahnya seketika memucat.Suara Sofia terdengar begitu jelas."Sejak kamu berusia 12 tahun, aku sudah menambahkan racun kronis ke dalam suplemen nutrisimu ....""Dorongan dari platform tinggi itu juga hasil karyaku ....""Melihatmu semakin hari semakin lemah, aku senang sekali ...."Rekaman terhenti. Seluruh ruang rapat tenggelam dalam keheningan yang mencekam. Para kapten mafia saling memandang dan terkejut hingga tidak bisa berkata-kata.Rocco merasa dadanya tiba-tiba menjadi h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status