Share

Bab 3

Auteur: Giselle
Pukul sepuluh malam, Puspa sedang berbaring di tempat tidur sambil membuka Facebook-nya yang sudah lama tidak dia gunakan.

Aldi mengiriminya beberapa pesan.

[Almira, kita akan mengadakan reuni kelas di Pawana minggu depan. Detailnya ada di grup obrolan kelas Facebook. Kamu satu-satunya yang nggak hadir. Kamu mau datang, nggak?]

[Aku sudah mengirim pesan, tapi kamu nggak membalas. Almira, kalau kamu punya kesulitan hidup, ceritakan saja pada kami. Kita ini 'kan teman lama, kami akan berusaha sebaik mungkin untuk membantu.]

Di grup obrolan kelas, Puspa melihat pesan-pesan yang bermunculan.

Sebenarnya, Puspa ingin keluar dari grup.

Masalahnya, grup ini beranggotakan 48 orang. Semua teman sekelasnya menggunakan grup obrolan ini, jadi pasti akan sangat mencolok apabila Puspa tiba-tiba keluar dari grup.

Meskipun begitu, Puspa juga jarang mengakses aplikasi ini.

Dia pun menggulir obrolan kembali ke atas.

Sudah dia duga, tidak ada yang menyebut namanya. Dulu saat di kelas pun dia ibarat sosok yang tidak kasat mata.

Akan tetapi, keberadaannya tidak bisa diacuhkan.

Karena tubuhnya gemuk. Meskipun Puspa berusaha keras mengabaikan semua orang saat itu, tetap saja orang-orang sibuk bergosip di sekelilingnya.

Si gadis gendut, si gemuk, si ember.

Sekalipun Puspa hanya sekadar lewat, semua orang pasti akan berbisik-bisik.

Sebenarnya, Puspa belum gemuk saat masih SMP. Dia jadi gemuk karena terlalu banyak mengonsumsi obat hormon akibat sakit.

Namun, nama Damar adalah yang paling sering orang-orang sebut. Damar pasti selalu menjadi pusat perhatian di mana pun dia berada.

Kata-kata yang menyertai pemuda itu adalah si pangeran, si idola sekolah, uang dan kekuasaan.

Benar-benar bertolak belakang dengan Puspa.

Puspa pun mengklik profilnya. Itu foto lama karena dia sudah jarang sekali menggunakan aplikasi ini.

Dalam sekejap, hari Sabtu berikutnya telah tiba.

Setelah seminggu yang sibuk, penanggung jawab di Triana akhirnya menyetujui versi pertama desain. Mereka menandatangani kontrak dan melakukan pembayaran tepat waktu. Versi kedua yang diminta Natasha tentu saja ditolak dan itu membuatnya merasa kesal. Setelah itu, Argo Yutala mengajak semua orang untuk makan malam bersama dan lokasinya ditetapkan di Pawana.

Pawana adalah tempat bergaya oriental yang baru-baru ini menjadi populer bagi para selebgram untuk berkumpul, makan, bersantai dan bersenang-senang.

Puspa merasa nama Pawana sangat tidak asing.

Namun, Puspa juga tidak dapat menolak perayaan bersama seperti ini. Terlebih lagi karena Pak Argo juga hadir.

Sekitar pukul tujuh malam, semua orang yang berada di dalam ruang privat mengangkat gelas masing-masing untuk merayakan. Puspa juga minum dua gelas.

Sementara itu, di ruang privat sebelah.

Damar datang terlambat. Ruang privat itu dipenuhi siswa SMA dari kelas 2 dan 3.

Mereka membujuk Damar untuk minum.

Namun, mereka hanya berani membujuk. Begitu Damar menggelengkan kepalanya, tidak ada yang berani bersuara lagi.

Damar bertubuh jangkung, pembawaannya acuh tak acuh dan bibirnya yang tipis menyunggingkan seulas senyuman datar. Damar bilang tidak bisa minum karena takut mendadak ditelepon pihak rumah sakit. Dia harus selalu siaga untuk ke rumah sakit.

Ada beberapa gadis yang tersipu dan mengeluarkan ponsel masing-masing untuk diam-diam memotret.

Damar adalah sosok terkenal, baik di SMA 9 Solana maupun di Universitas Solana.

Dia tampan, bereputasi dalam bidang akademik dan berasa dari keluarga terkemuka.

"Apa kamu sudah punya pacar?"

"Menjadi dokter itu sangat sibuk, harus buru-buru ke rumah sakit kapan pun. Mana sempat dia mengurus percintaan?"

"Katanya kamu jadi dokter bedah jantung, ya? Pasti biasanya lelah sekali," ujar seorang gadis dengan wajah yang merona malu. Namanya Isabel Adiyono, dulunya dia menjadi murid paling cantik di kelas. Isabel menatap Damar dengan senyum malu-malu.

Siapa pun yang bermata jeli pasti menyadari bahwa Isabel tertarik pada Damar. Sorak godaan membuat wajah Isabel menjadi makin merah.

Kebetulan sekali ada kursi lain di sebelah Isabel.

Damar hanya balas mengangguk. Dia menatap Isabel, tetapi tidak memiliki kesan apa pun tentang gadis itu.

Ruang privat ini sangat luas. Ada meja bermain catur, bahkan bar karaoke juga ada.

Damar langsung berjalan menuju sofa tunggal. Dia habis menghadiri wawancara media sore itu, jadi dia mengenakan setelan pakaian kerja formal. Damar melepas setelan hitamnya, lalu menyampirkannya di sandaran kursi. Damar tampak keren dan elegan dalam balutan kemeja putihnya, postur tubuhnya tegap dan memikat.

Damar mengernyit dengan lelah, punggung tangannya tampak dingin dan pucat. Damar refleks melirik jam tangannya.

Dia tidak begitu tertarik dengan teman-teman sekelasnya. Satu-satunya alasan dia datang ke sini adalah karena Aldi yang berulang kali mengundangnya dan Damar kebetulan punya waktu.

Isabel jadi merasa agak kikuk.

Aldi menyerahkan gelas kepadanya sambil berkata, "Nih, ini air."

"Terima kasih."

Damar terus bersikap sopan dan menjaga jarak.

"Kita 'kan dulunya teman sekelas, kenapa kamu harus sesungkan ini?" Aldi menepuk bahu Damar sambil berbasa-basi. Keluarga Aldi bergerak di bidang furnitur dan menjalin kerja sama lama dengan Grup Abimanyu. Itu sebabnya Aldi juga ingin menjalin hubungan baik dengan Damar sebagai teman sekelas dulu walaupun yang bertanggung jawab atas Grup Abimanyu saat ini adalah Ario Abimanyu, putra sulung Keluarga Abimanyu.

Damar memang tidak ikut campur dalam bisnis keluarga sekarang, tetapi tetap saja dia adalah putra Keluarga Abimanyu.

Terlebih lagi, semua orang tahu bahwa Ario diadopsi oleh Keluarga Abimanyu.

Justru hanya Damar yang merupakan keturunan kandung.

Damar bukanlah orang terakhir yang tiba.

Masih ada beberapa orang yang belum datang.

Setiap kali pintu terbuka dan ada yang berjalan masuk, Damar akan refleks menengadah dan melihat ke arah luar.

Entah apa yang Damar harapkan.

Yang jelas, dia berharap akan melihat siapa yang datang setiap kali pintu itu terbuka.

Suasana ruang privat sangat ramai. Orang yang terakhir datang adalah seorang siswi. Aldi membujuk gadis itu untuk minum. Si gadis langsung menghabiskan dua gelas anggur buah dengan lugas.

Salah seorang pun bertanya dengan nada bergurau, "Riana, kok kamu jadi gemuk begini?"

"Iya, tadi aku sampai nggak mengenalimu. Kamu pasti naik belasan kilo, 'kan?"

Begitu mendengar kata "gemuk", Damar refleks menengadah dan menatap Riana Cahyo. Sebersit cahaya kerinduan terlintas dalam pandangannya.

Entah kenapa, Damar jadi merasa gelisah. Dia menuangkan segelas anggur untuk dirinya sendiri.

Damar duduk di sebuah sofa dengan kaki yang disilangkan dan celananya tersampir lebar.

Damar terus menenggak segelas demi segelas anggur.

Jam platinum di pergelangan tangannya tampak berkilau dingin dengan redup.

Saat menundukkan kepala dan mengalihkan pandangan, profil Damar tampak memikat. Wajahnya yang sangat tampan itu terlihat elegan dan memberi kesan penyendiri. Akibatnya, teman-teman perempuan di sekitarnya tidak berani mendekat walaupun mereka sebenarnya ingin menghampiri dan mengajak Damar mengobrol.

Isabel menggigit bibirnya dan berjalan menghampiri sambil membawa segelas anggur.

"Damar, ada kerabatku yang punya penyakit jantung. Kapan jadwalmu untuk memeriksa pasien rawat jalan? Nanti kuajak kerabatku ke sana …."

Damar pun mengernyit karena cahaya di depannya terhalang.

Dia mengangkat matanya, melirik sekilas ke arah Isabel, lalu menjawab dengan singkat, "Janji temu minggu depan sudah penuh. Kalau memang sakit parah, minta tambahan nomor janji temu saja."

"Oh …. Oke …."

Isabel ingin bertanya lebih banyak lagi, tetapi urung mengatakan apa pun setelah melihat ekspresi Damar yang acuh tak acuh. Isabel pun kembali ke tempat duduknya dengan sedikit kecewa.

Aldi yang menjadi pembawa acara reuni kelas malam ini terus berbicara. Dia juga menyiapkan hadiah kecil untuk teman-teman sekelasnya, yaitu kartu keanggotaan untuk merek furnitur keluarganya yang memberi diskon 20% dan satu set perlengkapan minum teh.

"Oh ya, apa ada dari kalian yang bisa menghubungi Almira? Minta kurir kirimkan ini padanya."

Damar merasa lelah hari ini.

Dia terus minum anggur, jadi alkohol membuat otaknya terasa buntu. Sebelah tangannya menutup mata dan dia berpura-pura tidur. Namun, begitu mendengar nama Almira, dia refleks mengernyit.

Otaknya mendadak langsung menjadi jernih seolah-olah ada alarm yang membangunkannya.

"Almira si gadis gendut itu? Aku masih ingat dia ikut lomba lari 800 meter waktu SMA. Dia kelihatan malu banget setelah lomba, hahaha ...." Yang berbicara adalah salah seorang siswa, namanya Andre Paskal. Namun, dia tiba-tiba berhenti berbicara.

Karena Andre melihat sepasang mata yang dingin dan setajam pisau.

Tenggorokannya sontak terasa seperti tercekik.

Andre mengira suaranya terlalu keras dan mengganggu istirahat Damar, jadi Andre pun mengunci mulutnya dengan takut.

Namun, yang lain terus bergosip.

Puspa tidak datang ke reuni kelas, jadi dia tidak tahu bahwa meskipun dia telah "menghilang" selama tujuh tahun, teman-teman sekelasnya masih terus membicarakannya ketika mereka menyebutnya.

Tiba-tiba, ada seorang siswi yang berbicara dengan ragu-ragu, "Katanya Almira sudah meninggal ...."

Tiba-tiba, terjadi keheningan yang mencekam di dalam ruang privat itu selama beberapa detik seolah-olah waktu telah berhenti.

"Hah? Meninggal? Kok bisa?"

"Pantas saja dia nggak pernah datang ke reuni kelas. Aku sudah mengirim pesan secara pribadi, tapi nggak pernah dia balas. Ternyata dia sudah ...."

Beberapa orang lainnya berulang kali menghela napas.

"Iya, sungguh. Kejadiannya enam tahun yang lalu. Nenekku sedang sakit parah, jadi aku pergi ke rumah sakit. Aku melihat Almira dengan perut buncit dan tubuh kurus. Perutnya besar, besar sekali. Dia pasti mengidap tumor ..." ujar siswi itu sambil menghela napas. "Kasihan sekali."

Suasana mendadak menjadi hening selama beberapa detik.

Lalu, seseorang bertanya kepada Damar. Mungkin karena Damar seorang dokter, jadi orang-orang pasti akan refleks bertanya kepadanya soal hal seperti ini.

"Bukankah di kelas kita ada dokter? Damar, menurutmu tumor di perut Almira itu mematikan atau nggak? Seingatku keluarga Almira nggak punya banyak uang. Ternyata selama ini aku nggak bisa menghubunginya karena dia sudah tiada."

Semua orang pun memandang Damar.

Pria itu hanya tertegun.
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 100

    Namun, di balkon itu, seolah ada batas antara terang dan gelap.Sosok pria yang tegap dan ramping berdiri di antara cahaya redup dan bayangan.Tak seorang pun tahu.Dia menjawab pertanyaan itu dengan sungguh-sungguh.…Hari ini, Puspa datang ke kantor agak terlambat. Meskipun di Studio Desain L&M jam kerjanya fleksibel, tetapi seiring berjalannya waktu, tahun ini hampir berakhir. Menjelang akhir tahun dan penilaian kinerja, semua orang mulai bekerja lebih giat.Baru saja Puspa duduk di mejanya, karena beberapa hari lalu komputernya bermasalah dan teknisi belum memperbaikinya, Puspa pun terpaksa mengeluarkan tabletnya dari tasnya.Belum sempat duduk dua menit dan melepas jaket, rapat rutin sudah dimulai. Seperti biasa, prosesnya tidak pernah berubah. Setelah rapat bubar, Natasha memanggilnya.Natasha meminta Puspa mengerjakan sebuah pesanan pribadi, merancang sebuah gaun pesta, dengan tenggat setengah bulan.Natasha menawarkan harga yang pantas dan Puspa mengangguk setuju."Baik, akan k

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 99

    "Mana ada orang berkata begitu tentang adiknya sendiri? Kamu ini kok nggak mendoakan yang baik-baik."Belum sempat Naira menjawab ….Elvira sudah menambahkan, "Aku tahu, sepupunya Rama itu kan Argo. Kakeknya Argo profesor senior di Universitas Solana. Sepertinya, dia pasti sulit menerima keadaan seperti ini."Naira tak berhasil mendapatkan jawaban. Hatinya juga ikut merasa tak tenang.Naira menopang lengan Elvira, berjalan menuju taman kecil di luar rumah. Keduanya berjalan santai sambil mengobrol.Elvira terlihat seperti seorang nenek-nenek ramah yang sedikit usil. Namun, di masa mudanya dia pernah mendampingi Dipta berkiprah di dunia bisnis. Pengalamannya dan wawasannya tentu luar biasa.Naira akhirnya masih mencoba membela diri. "Aku cuma bilang andaikan saja .…""Andaikan sekalipun tetap nggak boleh. Kalimat ini cuma boleh kamu ucapkan di depanku saja. Kalau ayahmu sampai dengar, bisa-bisa dia marah besar dan tekanan darahnya langsung melonjak."…Damar pulang ke rumah.Nemo hanya

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 98

    Alis Damar sedikit bergetar.Dia menunduk, menggigit sebuah apel.Di luar jendela, malam begitu pekat. Hanya lampu jalan, pejalan kaki dan bayangan kendaraan yang samar berbaur.Cahaya itu jatuh di wajahnya.Dalam dan dingin.Lalu menerangi apel di tangannya, merah menyala, indah sekali.Sisy memberinya apel itu, yang terbesar dan paling merah di antara semuanya.Namun, makin dimakannya, rasa asamnya makin menusuk."Bilang pada ibu, minggu depan aku sibuk. Minggu depannya lagi juga sibuk. Suruh dia nggak usah repot soal itu. Beberapa putri keluarga terpandang yang dia kenalkan padaku, aku nggak akan datang ke pertemuan itu."Naira merasa, saat ini hal yang paling mendesak bukan soal datang atau tidak datang ke pertemuan.Namun ….Adiknya.Pewaris bungsu Keluarga Abimanyu. Keluarga konglomerat papan atas di Kota Solanaakan ikut campur dalam pernikahan orang lain."Damar, kamu tahu nggak, kalau orang tua kita sampai tahu, ini bisa jadi masalah besar?""Kan sekarang mereka belum tahu? La

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 97

    "Hmm." Sisy mengerjap-ngerjapkan matanya."Kalau begitu, Sisy juga suka Paman Rudy?""Suka, dong."Ibu Rudy sangat akrab dengan Nenek Aryani. Mereka tinggal di kompleks yang sama. Nenek Aryani tinggal sendirian di rumah. Jika pancuran bocor atau lampu rusak, Rudy biasanya datang membantu memperbaiki saat dia sedang luang.Sisy sudah sering melihatnya.Puspa semula mengira gadis kecil itu akan menjawab dengan tegas.Berhubung anak-anak seusia ini biasanya berpikir lebih sederhana daripada orang dewasa.Namun, yang tidak disangka Puspa ….Sisy justru melihat tanda-tanda keraguan dan berpikir di wajah Sisy."Suka Paman Eudy itu bagus, tapi Paman Damar lebih … lebih bagus."Melihat Puspa terdiam ….Sisy melanjutkan kata-katanya, "Ibu, waktu ulang tahunku nanti, boleh nggak ajak Leo dan Paman Damar datang bersama?"Ulang tahun Sisy jatuh satu minggu lagi.Puspa mengusap rambut gadis kecil itu. "Sisy, hari itu kan hari Sabtu. Kita harus pulang menemui buyut.""Oh." Gadis itu sedikit kecewa.

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 96

    Damar duduk di sofa.Sofanya kecil, tetapi sangat empuk.Di atasnya terhampar bantalan sofa berwarna krem.Ruang tamunya tidak besar, tetapi di setiap sudut terasa kehangatan.Di atas meja, ada bunga dalam vas kaca bening.Di ambang jendela, beberapa pot tanaman sukulen tersusun rapi.Televisinya kecil dan model lama. Di meja televisi menempel beberapa stiker bergambar yang disukai anak perempuan.Udara di ruangan membawa aroma segar dan nyaman.Permukaan meja agak berantakan, ada buku milik seorang gadis, selembar buletin tulis tangan dan berbagai spidol cat air. Begitu pulang, Sisy langsung duduk di sana, menggambar dengan penuh keseriusan.Damar memandangnya.Sisy mengangkat kepalanya. "Paman Damar, mau makan buah?"Damar ingin berkata, aku nggak mau.Namun, dia malah menganggukkan kepalanya.Sisy segera berdiri, berlari kecil ke arah kulkas. Saat dia berlari, ekor kuda rambutnya bergoyang ke sana kemari, sungguh menggemaskan.Sisy membuka kulkas, berjinjit, lalu memanggil ibunya. S

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 95

    Di dalam kompleks, tidak banyak orang yang tahu jika dia pernah menikah dan bercerai dengan Albert. Pernikahan yang mereka sepakati itu pun bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan atau layak diumbar. Terutama bagi orang-orang yang lebih tua, mereka tidak akan memahaminya.Daripada membuang-buang waktu menjelaskan kepada orang yang memang tidak mau mendengar, percuma saja. Jika kamu menjelaskannya kepada nenek-nenek berusia enam puluh atau delapan puluh tahun, mereka juga tidak akan percaya.Lama-kelamaan, Puspa hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik. Dia memilih untuk tidak mendengar ucapan-ucapan yang menyakitkan itu.Tiba di depan rumah.Sisy tiba-tiba tersenyum pada Puspa.Sepertinya Sisy merasa permainan barusan sangat menyenangkan.Di dunia gadis kecil yang polos dan murni itu,Mama mendorong Paman Damar maju, seperti sedang bermain.Puspa pun tersenyum, mengulurkan jari dan mencolek ujung hidung gadis itu. "Ayo turun."Di depan putrinya, Puspa selalu merasa memiliki kekuatan t

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status