Share

Bab 2

Author: Giselle
Puspa juga tidak menyangka putrinya akan mendadak bertanya seperti itu.

Dia menatap mata putrinya yang cerah dan jernih.

Puspa sontak tertegun.

Dia tiba-tiba menyadari bahwa putrinya, yang telah menderita penyakit jantung selama bertahun-tahun, lebih kurus daripada anak-anak lain seusianya walaupun usianya sudah enam tahun.

Putrinya sangat sensitif terhadap hilangnya sosok ayahnya. Seiring bertambah usia, putrinya itu juga menyadari bahwa kata-kata Puspa tentang "Ayah sudah pergi ke tempat yang sangat jauh" itu hanyalah sebuah kebohongan.

Karena di laci Puspa, ada foto dirinya bersama Damar.

Putrinya juga telah melihatnya.

Namun, Puspa tidak menyangka bahwa anak semuda ini ternyata masih mengingatnya sampai sekarang.

Itu adalah foto Damar dengannya saat masih duduk di bangku SMA.

Itu foto tiga siswa terpintar di kelas dan Puspa menggunting satu orang lainnya.

Puspa tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari nanti setelahnya, dia akan membawa putrinya ke kota ini dan bertemu Damar.

Si sopir bus tiba-tiba menginjak rem.

Puspa mencondongkan tubuh ke depan dan refleks melindungi anak perempuan dalam pelukannya. Setelah hening sebentar, Puspa akhirnya menjawab, "Bukan."

"Tapi, paman itu mirip Ayah."

Puspa terdiam sesaat. "Hanya mirip …."

Setibanya di rumah.

Puspa mengetuk pintu kamar Nenek Aryani di lantai bawah. Nenek Aryani tinggal sendirian di sana dan dikenal oleh warga sekitar berkat kepribadiannya yang eksentrik.

Dua tahun lalu, Puspa mencoba mendaftarkan putrinya ke taman kanak-kanak, tetapi mengalami kendala prosedur. Pada saat itulah dia bertemu Albert Caraka secara kebetulan.

Ayahnya Albert sakit parah dan akan segera meninggal. Albert ingin secepatnya menikah, lalu bercerai, demi memenuhi keinginan ayahnya untuk bertemu menantunya.

Albert sendiri harus pergi ke luar negeri karena pindah perusahaan, jadi Puspa setuju untuk menikah dan bercerai dengan kilat bersama pria itu. Dengan begitu, Puspa dapat mendaftarkan putrinya ke sekolah sekaligus mengurus kartu keluarga mereka.

Malam itu, Puspa menemui ayah Albert dan lelaki tua itu meninggal malam itu juga.

Nenek Aryani sangat marah ketika mengetahui putranya menikah dan bercerai secara kilat, tetapi dia juga tahu bahwa putranya hanya berbakti dan ingin ayahnya meninggal tanpa penyesalan. Setelah bercerai dari Puspa, Albert pergi bekerja di luar negeri dan Nenek Aryani tinggal sendiri

Saat melihat Puspa hanya sendirian dengan putrinya, Nenek Aryani pun mengizinkan mereka tinggal di loteng.

Awalnya, Puspa membayar sewa secara normal. Namun, suatu hari Nenek Aryani tersedak kacang dan diselamatkan oleh Puspa.

Sejak saat itu, hubungan mereka menjadi jauh lebih dekat.

Rumah Nenek Aryani sudah tua dan bobrok, tanpa lift dan area umum. Harga rumahnya murah dan Nenek Aryani tinggal di lantai bawah.

Ada dua kamar di lantai atas dengan teras kecil, di situlah Puspa tinggal bersama putrinya.

Ada pintu masuk yang terpisah.

Puspa pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Dia punya beberapa pangsit beku di kulkas yang segera dia masak. Nenek Aryani pun masuk ke dapur dan berkata, "Dia sudah besar, harus segera dioperasi. Kalau kamu nggak punya uang, pakai uangku saja. Anggaplah kamu sedang meminjam."

Puspa tahu bahwa Nenek Aryani memiliki sejumlah tabungan.

Namun, itu adalah uang untuk mengurus kematian Nenek Aryani kelak. Jika Puspa meminjamnya untuk membiayai operasi putrinya, bagaimana jika Nenek Aryani mendadak mengalami keadaan darurat?

Puspa sangat berterima kasih atas kebaikan Nenek Aryani, tetapi dia tetap menolak.

Sore harinya, Puspa datang ke Studio Desain L&M di lantai 15 Menara Kriyan.

Begitu masuk, rekan kerjanya, Linda Pambudi, langsung menghampiri dan berkata, "Kak Puspa, Bu Natasha memintamu untuk ke ruangannya."

Natasha Lingga adalah direktur desain dan atasan langsung Puspa.

Ketika Puspa mengetuk pintu dan masuk ke kantor, Natasha sedang menelepon. Natasha hanya melirik Puspa dan memberi isyarat agar Puspa menunggu. Puspa menundukkan kepala dan melihat jam tangannya.

Sekitar 13 menit kemudian, Natasha menutup teleponnya.

"Puspa, draf desain yang diajukan departemen desain waktu itu ditolak oleh klien. Tolong revisi dan kirimkan ulang sebelum minggu depan. Draf desainmu terlalu konservatif dan kurang menarik. Tolong tambahkan beberapa pola baru, seperti motif polkadot, bordir gelap, dan lain sebagainya."

"Bu Natasha, konsep merek 'Triana' itu elegan dan berkelas, target pasar mereka adalah yang berusia 30 tahun ke atas. Desainku itu sudah berdasarkan masukan dari departemen pemasaran dan penjualan."

"Direkturnya itu kamu atau aku?" sela Natasha sambil melirik Puspa.

Puspa kembali ke tempat kerjanya.

Setelah mendiskusikan arahan revisi dengan beberapa rekan, mereka langsung mengeluh. Lulu Wiryawan, rekan kerja yang duduk di hadapan Puspa pun langsung cemberut. "Kamu baik-baik saja? Bu Natasha itu bagaimana sih? Masa rok bersulam ditambah motif polkadot dan dibuat warna gelap? Konsep mereknya 'kan elegan, anggun dan alami. Kalau begini sih konsepnya jadi cantik-cantik beracun."

"Kita yang merupakan sapi perah ini yang jadinya paling menderita. Kita yang selalu harus merevisi konsep aneh ini."

"Tapi, katanya Majalah Mode Solana sudah berencana mewawancarainya di hari Sabtu. Tema wawancaranya tentang kebangkitan seorang desainer papan atas dan isi wawancaranya itu bertabur bintang."

"Ayahnya dulu jadi komandan dan prajurit yang terpandang. Bu Natasha sih datang ke L&M sebagai direktur desain busana hanya untuk bersenang-senang. Mitra L&M, Pak Argo, adalah temannya."

"Ssst, pelankan suara kalian."

Puspa sibuk bekerja hingga larut malam. Sisy akhirnya meminjam akun WhatsApp Nenek Aryani untuk melakukan panggilan video dengan Puspa dan memberi tahu ibunya bahwa dia sudah makan malam.

Ketika Linda lewat, dia menyapa Sisy yang muncul dalam video dan refleks berseru dalam hati. Mereka telah bekerja bersama Puspa selama tiga tahun. Sampai saat ini, siapa pun pasti terkejut saat mengetahui bahwa Puspa sudah memiliki seorang putri berusia enam tahun.

Karena wajah Puspa masih sangat awet muda dan memikat.

Muda, cantik, menawan.

Puspa tampak seperti baru saja lulus kuliah, bukannya seseorang yang sudah dikaruniai putri berusia enam tahun ….

Linda pun menepuk bahu Puspa dan berkata, "Sudah, sana pulang dan temani putrimu. Kami juga mau lembur lagi selama setengah jam, habis itu pulang."

Ponsel Puspa berdering lagi.

Namun, Puspa sudah menaiki kereta bawah tanah.

Dia mengira itu pesan dari putrinya, tetapi ternyata dari teman sekelas SMA-nya. Puspa tidak pernah menambahkan akun WhatsApp teman-temannya dulu. Dia telah memutuskan semua hubungan dengan masa lalu.

Ini adalah satu-satunya teman Puspa semasa SMA.

Siska Abadi mengirimkan pesan suara yang panjang. Puspa pun mengklik untuk mengubahnya menjadi teks.

[SMA kita akan reunian. Aldi nggak bisa menghubungimu, jadi dia menemuiku dan menanyakan keberadaanmu padaku. Aku bilang aku juga nggak tahu. Tapi, kamu tahu nggak gosip apa yang sekarang menyebar? Mereka bilang kamu sudah mati .... Cuih, cuih. Tapi, mereka juga pasti nggak mengenalimu kalau kamu berdiri di depan mereka sekarang. Kamu sudah jadi sangat kurus dan cantik.]

Almira seolah menjadi sosok yang telah menghilang selama tujuh tahun.

Tanpa kabar apa pun.

Puspa terdiam sesaat.

Lalu, dia menjawab: [Kalau begitu, biarkan saja mereka mengira Almira sudah mati.]

Tidak ada seorang pun yang menyukai Almira, bahkan Puspa sendiri juga tidak menyukai dirinya yang dulu. Dia sengaja mengganti namanya karena ingin mengucapkan selamat tinggal pada dirinya yang dulu.

Siska membalas: [Oh ya, katanya, ini hanya katanya loh, ya. Katanya, Damar juga akan hadir ke reuni. Sepertinya dia sudah kembali ke sini. Apa kamu mau hadir? Yah, tapi dia mungkin nggak mengenalimu dengan penampilanmu saat ini.]

Siska adalah teman sekelas Puspa semasa SMA dan mereka sering bertukar kabar. Puspa bahkan menghadiri pernikahan Siska.

Waktu itu, Siska tidak mengenali Puspa dan sangat terkejut. Gadis yang dulu begitu gemuk kini tampak cantik dan menawan.

Saat melihat nama Damar, jemari Puspa pun berhenti bergerak.

Dia ingin memberi tahu Siska bahwa dia sudah bertemu dengan Damar.

Namun, akhirnya Puspa membalas dengan singkat.

[Aku nggak ikut.]
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 100

    Namun, di balkon itu, seolah ada batas antara terang dan gelap.Sosok pria yang tegap dan ramping berdiri di antara cahaya redup dan bayangan.Tak seorang pun tahu.Dia menjawab pertanyaan itu dengan sungguh-sungguh.…Hari ini, Puspa datang ke kantor agak terlambat. Meskipun di Studio Desain L&M jam kerjanya fleksibel, tetapi seiring berjalannya waktu, tahun ini hampir berakhir. Menjelang akhir tahun dan penilaian kinerja, semua orang mulai bekerja lebih giat.Baru saja Puspa duduk di mejanya, karena beberapa hari lalu komputernya bermasalah dan teknisi belum memperbaikinya, Puspa pun terpaksa mengeluarkan tabletnya dari tasnya.Belum sempat duduk dua menit dan melepas jaket, rapat rutin sudah dimulai. Seperti biasa, prosesnya tidak pernah berubah. Setelah rapat bubar, Natasha memanggilnya.Natasha meminta Puspa mengerjakan sebuah pesanan pribadi, merancang sebuah gaun pesta, dengan tenggat setengah bulan.Natasha menawarkan harga yang pantas dan Puspa mengangguk setuju."Baik, akan k

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 99

    "Mana ada orang berkata begitu tentang adiknya sendiri? Kamu ini kok nggak mendoakan yang baik-baik."Belum sempat Naira menjawab ….Elvira sudah menambahkan, "Aku tahu, sepupunya Rama itu kan Argo. Kakeknya Argo profesor senior di Universitas Solana. Sepertinya, dia pasti sulit menerima keadaan seperti ini."Naira tak berhasil mendapatkan jawaban. Hatinya juga ikut merasa tak tenang.Naira menopang lengan Elvira, berjalan menuju taman kecil di luar rumah. Keduanya berjalan santai sambil mengobrol.Elvira terlihat seperti seorang nenek-nenek ramah yang sedikit usil. Namun, di masa mudanya dia pernah mendampingi Dipta berkiprah di dunia bisnis. Pengalamannya dan wawasannya tentu luar biasa.Naira akhirnya masih mencoba membela diri. "Aku cuma bilang andaikan saja .…""Andaikan sekalipun tetap nggak boleh. Kalimat ini cuma boleh kamu ucapkan di depanku saja. Kalau ayahmu sampai dengar, bisa-bisa dia marah besar dan tekanan darahnya langsung melonjak."…Damar pulang ke rumah.Nemo hanya

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 98

    Alis Damar sedikit bergetar.Dia menunduk, menggigit sebuah apel.Di luar jendela, malam begitu pekat. Hanya lampu jalan, pejalan kaki dan bayangan kendaraan yang samar berbaur.Cahaya itu jatuh di wajahnya.Dalam dan dingin.Lalu menerangi apel di tangannya, merah menyala, indah sekali.Sisy memberinya apel itu, yang terbesar dan paling merah di antara semuanya.Namun, makin dimakannya, rasa asamnya makin menusuk."Bilang pada ibu, minggu depan aku sibuk. Minggu depannya lagi juga sibuk. Suruh dia nggak usah repot soal itu. Beberapa putri keluarga terpandang yang dia kenalkan padaku, aku nggak akan datang ke pertemuan itu."Naira merasa, saat ini hal yang paling mendesak bukan soal datang atau tidak datang ke pertemuan.Namun ….Adiknya.Pewaris bungsu Keluarga Abimanyu. Keluarga konglomerat papan atas di Kota Solanaakan ikut campur dalam pernikahan orang lain."Damar, kamu tahu nggak, kalau orang tua kita sampai tahu, ini bisa jadi masalah besar?""Kan sekarang mereka belum tahu? La

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 97

    "Hmm." Sisy mengerjap-ngerjapkan matanya."Kalau begitu, Sisy juga suka Paman Rudy?""Suka, dong."Ibu Rudy sangat akrab dengan Nenek Aryani. Mereka tinggal di kompleks yang sama. Nenek Aryani tinggal sendirian di rumah. Jika pancuran bocor atau lampu rusak, Rudy biasanya datang membantu memperbaiki saat dia sedang luang.Sisy sudah sering melihatnya.Puspa semula mengira gadis kecil itu akan menjawab dengan tegas.Berhubung anak-anak seusia ini biasanya berpikir lebih sederhana daripada orang dewasa.Namun, yang tidak disangka Puspa ….Sisy justru melihat tanda-tanda keraguan dan berpikir di wajah Sisy."Suka Paman Eudy itu bagus, tapi Paman Damar lebih … lebih bagus."Melihat Puspa terdiam ….Sisy melanjutkan kata-katanya, "Ibu, waktu ulang tahunku nanti, boleh nggak ajak Leo dan Paman Damar datang bersama?"Ulang tahun Sisy jatuh satu minggu lagi.Puspa mengusap rambut gadis kecil itu. "Sisy, hari itu kan hari Sabtu. Kita harus pulang menemui buyut.""Oh." Gadis itu sedikit kecewa.

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 96

    Damar duduk di sofa.Sofanya kecil, tetapi sangat empuk.Di atasnya terhampar bantalan sofa berwarna krem.Ruang tamunya tidak besar, tetapi di setiap sudut terasa kehangatan.Di atas meja, ada bunga dalam vas kaca bening.Di ambang jendela, beberapa pot tanaman sukulen tersusun rapi.Televisinya kecil dan model lama. Di meja televisi menempel beberapa stiker bergambar yang disukai anak perempuan.Udara di ruangan membawa aroma segar dan nyaman.Permukaan meja agak berantakan, ada buku milik seorang gadis, selembar buletin tulis tangan dan berbagai spidol cat air. Begitu pulang, Sisy langsung duduk di sana, menggambar dengan penuh keseriusan.Damar memandangnya.Sisy mengangkat kepalanya. "Paman Damar, mau makan buah?"Damar ingin berkata, aku nggak mau.Namun, dia malah menganggukkan kepalanya.Sisy segera berdiri, berlari kecil ke arah kulkas. Saat dia berlari, ekor kuda rambutnya bergoyang ke sana kemari, sungguh menggemaskan.Sisy membuka kulkas, berjinjit, lalu memanggil ibunya. S

  • Penyakitku adalah Mencintaimu   Bab 95

    Di dalam kompleks, tidak banyak orang yang tahu jika dia pernah menikah dan bercerai dengan Albert. Pernikahan yang mereka sepakati itu pun bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan atau layak diumbar. Terutama bagi orang-orang yang lebih tua, mereka tidak akan memahaminya.Daripada membuang-buang waktu menjelaskan kepada orang yang memang tidak mau mendengar, percuma saja. Jika kamu menjelaskannya kepada nenek-nenek berusia enam puluh atau delapan puluh tahun, mereka juga tidak akan percaya.Lama-kelamaan, Puspa hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik. Dia memilih untuk tidak mendengar ucapan-ucapan yang menyakitkan itu.Tiba di depan rumah.Sisy tiba-tiba tersenyum pada Puspa.Sepertinya Sisy merasa permainan barusan sangat menyenangkan.Di dunia gadis kecil yang polos dan murni itu,Mama mendorong Paman Damar maju, seperti sedang bermain.Puspa pun tersenyum, mengulurkan jari dan mencolek ujung hidung gadis itu. "Ayo turun."Di depan putrinya, Puspa selalu merasa memiliki kekuatan t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status