Share

Bab 151: Dalam Pelukan Hangat

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2025-07-06 08:55:23

Namun Raka tampak ragu. “Tunggu sebentar,” gumamnya pelan, seolah sedang menahan sesuatu dalam dadanya.

Matanya tak lepas dari pintu yang tertutup rapat, seperti ada yang sedang ditunggunya keluar dari balik sana.

Cempaka mengerutkan kening. Sorot matanya bertanya-tanya. Tunggu apa? Tapi belum sempat suara itu keluar dari bibirnya, suara langkah kaki terdengar dari arah depan rumah—pelan, namun jelas.

Ada irama lembut yang khas, ketukan tumit yang tak tergesa tapi penuh keyakinan.

Langkah seorang wanita.

Ketiganya—Raka, Elina, dan Cempaka—seolah dikomando oleh naluri yang sama, menoleh ke arah pintu secara bersamaan.

Dan di sanalah dia. Kirana. Berdiri di ambang pintu dengan tubuh tegak namun sorot mata yang tak bisa menyembunyikan kegetiran.

Angin sore menyibakkan ujung rambutnya, dan sesaat waktu terasa berhenti. Seakan udara di ruang tamu itu jadi lebih padat, penuh kenangan yang menggantung di sela-sela dinding.

Ta

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 236: Bayangan di Meja Makan

    Keheningan turun pelan-pelan seperti kabut tipis yang menyusup masuk dari celah jendela. Ruang makan itu—berdinding abu lembut dan lampu gantung berpendar kekuningan—mendadak terasa terlalu luas, terlalu sunyi.Suara garpu yang bersentuhan dengan piring menjadi satu-satunya tanda bahwa waktu masih berjalan. Tak satu pun dari mereka berbicara, bahkan napas pun ditahan seolah suara bisa menyakiti.Elina, duduk di ujung meja dengan punggung tegak namun mata kosong, ikut terbawa suasana. Sorot matanya memantul dari wajah Raka yang tegang ke dua adik laki-lakinya yang menunduk dalam diam.Ia belum paham seluruhnya, tapi perasaan berat itu menular—seperti mendung yang menyelimuti hatinya sendiri.Bibirnya yang mungil terkatup rapat, dan sejenak, ia terlihat jauh lebih dewasa dari usianya.Raka, yang duduk di kursi kepala meja, sempat mencoba menyisipkan humor ringan—tentang kucing yang ia temui di parkiran kantor, atau tentang betapa konyolnya bosnya ter

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 235: Pertanyaan Bayu

    Malam itu, ruang makan kecil yang disinari cahaya kuning lampu gantung berubah senyap. Aroma hangat sup ayam masih melayang-layang di udara, namun tak ada satu pun yang tampak benar-benar menikmati hidangan di hadapan mereka.Raka sempat tertegun, napasnya tertahan sejenak sebelum ia menarik senyum seadanya—senyum tipis yang terlalu tergesa untuk bisa terlihat tulus.“Nggak kok… cuma pengin tahu aja. Sedikit rasa penasaran, itu aja,” ujarnya pelan, seperti berjalan di atas kaca tipis.Aidan memandangnya tajam, lama, dengan sorot mata yang tak lagi ramah. Ada sesuatu yang retak di balik tatapan itu—mungkin kemarahan, atau luka lama yang menganga.Ia kemudian membuang muka, rahangnya mengeras.“Sejak kami lahir, kami belum pernah lihat wajah ayah kami,” ucapnya, dingin dan tegas, setiap katanya seperti lemparan batu ke dalam danau yang tenang.“Dia ninggalin Ibu dan kami. Buatku, dia pengecut. Aku nggak suka dia.”Suaranya tak tinggi, t

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 234: Tatapan Aidan

    Setelah memesan makanan sesuai selera dua bocah laki-laki di hadapannya, Raka menyandarkan punggung ke sandaran kursi, berusaha mencari celah dalam keheningan.Restoran itu sebenarnya cukup ramai, dengan suara gelas beradu dan tawa pelan dari meja-meja lain, tapi di meja mereka, hanya bunyi logam sendok menyentuh piring yang mendominasi.Pelayan datang membawa nampan, uap tipis mengepul dari sepiring nasi hangat dan lauk yang menggoda.Raka memberi isyarat ringan dengan tangannya. Makanan diletakkan perlahan di hadapan Aidan dan Bayu.Aroma gurih menguar, mengisi udara di sekitar mereka.“Terima kasih, Pak Pradana,” ujar Aidan. Suaranya datar, terukur, namun tetap sopan.“Ah, jangan sungkan,” sahut Raka sambil tersenyum tipis, meski bibirnya terasa kaku. Ia mengangguk kecil, seperti orang yang terbiasa bersikap formal tapi asing dengan interaksi seperti ini.Jelas terlihat: ia tidak terbiasa duduk berhadapan dengan anak-anak, apalagi

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 233: Cahaya di Jendela Lembang

    Aidan memandangi wajah Raka dengan sorot mata tajam, nyaris menusuk, seakan ingin menyibak lapisan demi lapisan jawaban dari balik ketenangan ayahnya."Ibu ke mana? Kenapa bukan Ibu yang jemput?" tanyanya, suara datarnya menyimpan nada tak percaya.Dari sebelahnya, Elina ikut mengarahkan pandang ke ayah mereka, tidak menyela, tapi menanti. Udara di halaman sekolah sore itu terasa menggantung, seolah ikut menahan napas.“Ia masih kerja di lembaga riset,” jawab Raka, suaranya lembut namun tetap mantap, “mungkin pulangnya agak malam. Aku datang duluan supaya bisa ajak kalian makan malam.”Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan senyum tipis yang nyaris tak kentara, “Lagipula, pasti kalian sudah lapar, kan? Yuk, ikut aku.”Bayu, yang sejak tadi menahan rasa laparnya dengan menggigit bibir, menoleh ke Aidan, berharap saudaranya segera menyetujui.Namun melihat Aidan masih terpaku, ia ikut bungkam, menyembunyikan semangatnya di balik tatapan

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 232: Bukan Ibu yang Datang

    “Aku masih di lembaga riset. Kami sedang menyelidiki masalah dalam formulasi. Kenapa memangnya?”Suara Kirana terdengar terburu, samar diselingi gemerisik kertas dan denting halus alat-alat laboratorium.Nada suaranya tak sepenuhnya hadir—seperti sebagian pikirannya masih tertinggal di antara tabung reaksi dan catatan yang berserakan di meja kerjanya.Di seberang, suara Raka terdengar sedikit menahan napas sebelum akhirnya bicara. “Tadi pihak TK menelepon. Mereka nggak bisa hubungin kamu. Anak-anak belum dijemput. Karena kamu lagi sibuk, biar aku saja yang ambil mereka.”Kirana terhenyak. Ada jeda di ujung telepon, keheningan pendek yang terasa seperti dorongan pelan namun tajam ke ulu hati.Ia menoleh ke arah layar ponselnya yang kini menampilkan deretan notifikasi tak terbaca—termasuk tiga panggilan tak terjawab dari nomor TK.Elina.Namanya melintas di benaknya seperti bayangan yang tak sempat ditangkap sepenuhnya. Anak itu memang

  • Penyesalan CEO: Mantan Istri Melahirkan Pewaris Rahasia   Bab 231: Kamu di Mana Sekarang

    Ia menatap kakaknya lekat-lekat, tatapannya tak hanya menyelidik—tapi juga meradang. “Tapi sekarang aku malah heran,” suaranya rendah, seperti bara yang mendesis pelan di dasar tungku.“Kenapa kamu terus-terusan ngebela dia? Apa dia juga udah ngebutain kamu? Kamu nanya kenapa aku tersinggung sama dia—seharusnya aku yang nanya. Apa kamu udah dipengaruhinya?”Bara, yang sejak tadi mencoba menjaga sikap, akhirnya tak sanggup lagi menyembunyikan gejolak di dadanya.Sorot matanya tiba-tiba menajam, seperti kilat yang menyambar di langit mendung. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya, tegang."Sudahlah. Jangan bicara sembarangan," katanya dingin, suaranya terdengar lebih pelan tapi memuat tekanan yang sulit dibantah.“Apa pun yang terjadi antara Dr. Alesha dan Raka, itu urusan mereka. Kita nggak punya hak buat mencampuri, apalagi menuduh. Aku minta kamu jangan bahas ini lagi.”Senja mengatupkan bibirnya, menggigit sisi dalam mulutnya pelan, me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status