Deg! "Maksud kamu?" tanya Reza membuat Naya tersenyum sekilas. "Maaf jika aku selalu membuat kecewa, tapi tolong biarkan aku pergi Kak, aku tidak ingin terus-menerus jadi beban buat Kakak dan keluarga," lanjut Naya membuat Reza terdiam seribu bahasa.
"Dari awal Kakak selalu bilang aku bukan tipe Kakak, jadi untuk sekarang aku milih mundur Kak, aku tahu di luar sana masih banyak perempuan yang baik untuk Kakak," terang Naya."Kamu serius?" tanya Reza mamastikan. Naya langsung mengangguk. "Apa Kakak mau menalakku sekarang?" tanya Naya, Reza mematung ia benar-benar tidak mengerti situasi sekarang. Ia melihat kekecewaan yang mendalam di mata Naya."Tidak, itu bisa di pengadilan saja," jawab Reza membuat Naya mangut-mangut menguatkan hatinya lalu perlahan ia mengambil koper dan mulai mengisi pakaiannya. Semua gerak-geriknya tidak luput dari pandangan Reza, ia bahkan melihat gadis itu bertambah pucat."Naya, are you ok?" tanya Reza karena kasihan melihat gadis itu, Naya langsung menoleh lalu mengangguk sambil berusaha memberikan senyum terbaiknya walaupun hatinya sudah bertolak belakang.Setelah selesai mengamasi pakaiannya, Naya membenarkan jilbab dan gamisnya sekilas lalu ia kembali mendekati Reza yang masih setia memperhatikannya. Naya menyodorkan tangannya berniat ingin menyalam Reza untuk yang terakhir kalinya, Reza yang melihat itu langsung memberikan tangannya.Naya mencium tangan suaminya itu dengan lembut, tanpa terasa air matanya ikut meleleh, Reza yang merasakan itu langsung mematung, darahnya berdesir hebat. Setelah selesai Naya menghapus air matanya dari tangan Reza lalu mendongak sambil tersenyum, Reza lagi-lagi jantung Reza deg-degan melihat tatapan sayu itu."Terima kasih banyak untuk semuanya Kak," lirih Naya sambil berusaha tersenyum, tapi bagaimanapun juga matanya tidak bisa berbohong. Reza menangkup wajah Naya lalu mencium bibir Naya, sedangkan Naya yang merasakan itu langsung memejamkan matanya.Untuk beberapa saat kedua tangannya terhanyut dalam ciuman, setelah selesai Reza manarik Naya ke dalam pelukannya, Naya sudah tidak bisa membendung air matanya dengan cepat ia membalas pelukan suaminya itu."Maafin aku Nay selalu buat kamu sedih," lirih Reza membuat Naya langsung mengangguk. Naya melonggarkan pelukannya lalu kembali mendongak, ia tersenyum lalu mengusap kedua lengan kekar suaminya itu."Sekali lagi terima kasih Kak, mari berpisah dengan baik-baik, sebentar lagi kita akan menjadi dua orang asing, mari menjalani hidup masing-masing dan berbahagialah Kak," ujar Naya membuat mata Reza ikut berkaca-kaca.Jleb! Ucapan Naya benar-benar membuat Reza merasa dadanya seperti di himpit batu besar. Ada apa dengannya? "Kalo begitu aku pamit, assalamualaikum," lanjut Naya membuat Reza seketika sadar."Boleh aku antar?" tanya Reza, Naya langsung menggeleng. "Nggak usah Kak, aku bisa sendiri kok. Kakak kembalilah ke kantor setelah makan siang, makanannya akan segera aku siapin di meja," jawab Maya membuat Reza benar-benar tidak karuan.Ia langsung mengambil dompetnya mengeluarkan semua isinya dan sialnya ia hanya punya uang cash dua juta, Reza meraih tangan Naya lalu memberikan yang tersebut ke tangan Naya beserta dengan kartu kredit. Naya yang melihat itu langsung mengambil kartu kredit tersebut lalu kembali memberikan ke tangan Reza."Terima kasih banyak Kak, maaf jika aku mengambil uangnya, sekiranya nanti aku punya rezeki lebih aku akan mengembalikan uang ini dan untuk kartu kredit ini aku tidak bisa menerimanya Kak, sekali lagi terima kasih," ucap Naya setulus mungkin, tapi ntah kenapa malah membuat hati Reza sakit mendengarnya."Tidak perlu di ganti Naya, itu uang kamu," sanggah Reza, ntah kenapa rasanya dadanya sangat sesak sekarang ini mengingat jika ini adalah kali pertama dirinya memberikan uang pada Naya."Aku keluar dulu Kak, nyiapin makanan," lanjut Naya lalu ia meninggalkan Reza yang masih mematung. Begitu Naya keluar Reza langsung duduk lemas di ranjang, ia bahkan tidak mengerti dengan perasaannya sendiri.15 menit kemudian, Naya kembali masuk ke kamar, Reza menoleh lalu kembali berdiri. Naya menarik kopernya membuat Reza tiba-tiba ingin menahan gadis itu."Pamit ya Kak, sampai jumpa lagi jika ada rezeki bertemu," ucapan perpisahan menohok tersebut membuat Reza hanya bisa diam tanpa manjawab apapun. Naya yang melihat itu kembali menyeret kopernya, namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat merasakan tangan kekar melingkar di perutnya.Reza mengeratkan pelukannya menghirup pafum gadis itu sambil memejamkan matanya. Naya yang merasakan itu berusaha mati-matian menahan air matanya."Makanannya udah siap Kak, makan dulu," ucap Naya mengalihkan pembicaraan lalu ia melepaskan tangan Reza lalu ia kembali menyeret kopernya. Sampai di ruang tamu, Naya melihat Ibu mertuanya sudah pulang dan sedang ngobrol bersama Nova."Loh, mau kemana Naya?" tanya Neni pura-pura, Naya yang tahu mertuanya sedang akting hanya bisa tersenyum lalu mendekati wanita tersebut kemudian menyalaminya. "Naya pamit ya Ma, terima kasih banyak untuk semuanya," ucap Naya lalu ia berlalu begitu saja.Setelah melihat Naya pergi, Neni dan Nova langsung tos sambil tersenyum puas. Sedangkan Reza sudah terduduk lemas di lantai. Ia bahkan tidak bergairah lagi untuk kembali ke kantor, ia menyandarkan kepalanya di sisi ranjang sambil memejamkan matanya mengingat kejadian barusan.Ini kali pertamanya ia se romantis itu selama pernikahannya bersama Naya. Ntah kenapa wajah damai dan tatapan kecewa gadis itu terus memenuhi pikirannya. "Reza," panggil Neni dari luar. Dengan langkah gontai Reza keluar dari dalam kamar."Ayo makan dulu, udah siap itu," ajak Neni yang sudah menggandeng Nova sekalian. Reza mantap semua makanan yang sudah di hidangkan Naya, rasanya ia tidak sanggup untuk memakan masakan gadis itu, tiba-tiba saja rasa bersalah menyelimutinya."Hum … enak banget Tante masakannya," puji Nova. "Iyalah Naya kan chef-nya selama disini," ucap Neni tanpa sadar membuat Reza langsung kaget.'Chef selama disini?' tanya Reza dalam hati. Sadar dengan ucapannya, Neni langsung melihat Reza sekilas lalu mulai gelagapan."Em … maksud Tante, beberapa kali ia pernah masak dan terakhir mungkin ya ini," ucap Neni membenarkan ucapannya, supaya Reza tidak salah paham.Ia meruntuki dirinya sendiri baru saja misinya berhasil, bisa-bisanya mulutnya malah keceplosan. "Pak kita berangkat jam berapa?" tanya Nova membuat Reza langsung sadar."Kamu berangkat sendiri ya, saya merasa tidak enak badan pengen istirahat dulu," jawab Reza tanpa melihat Nova. "Ta–tapi Pa-""Bilang sama Sam untuk menghandle rapat siang ini," lanjut Reza lalu ia segera menyelesaikan makannya, setelah selesai Reza kembali ke kamar.Ntah kenapa begitu ia masuk, ia kembali terbayang kejadian barusan, dimana ia mencium dan memeluk Naya dengan begitu tulus hingga enggan untuk menyudahinya. Bibirnya melengkung tipis mengingat itu semua lalu ia duduk di tepi ranjang.Tes! Tanpa ia sadari air matanya jatuh tanpa di minta, Reza pun kaget ia tidak menyangka dirinya bisa se sedih ini padahal belum satu jam setelah Naya meninggalkannya.Seminggu telah berlalu, tidak ada kemajuan pada diri Reza, namun malah sebaliknya ia tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Apalagi saat ia berada di kamar, rasanya enggan untuk bangkit karena ia terus kepikiran sama Naya.Pagi ini, ia memaksakan dirinya untuk berangkat kerja karena ada meeting penting dengan perusahaan lain. "Ma, gak sarapan pagi?" tanya Reza saat melihat Neni hanya asik dengan ponselnya."Gak ada Za, Mama malas masak, kamu makanlah di kantor sama Nova," jawab Neni tanpa melihat putranya.Reza yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas, Neni selalu berusaha mendekatkannya dengan Nova. Reza melangkah ke dapur ingin mengambil minum, namun detik kemudian ia diam mematung melihat dapur berantakan, piring kotor menggunung tidak di cuci-cuci.'Perasaan waktu ada Naya dapur gak pernah seperti ini,' ucap Reza dalam hati, lalu ia tidak jadi mengambil minum dan berangkat ke kantor tanpa sarapan.***Sampai di kantor, Reza masuk ke ruangannya lalu menghempaskan bobotnya ke
Ia memilih berpositif thinking terlebih dahulu lalu melepaskan sepatunya. "Assalamualaikum," ucap Reza membuat semua langsung menoleh lalu tersenyum."Walaikumsalam, eh anak Mama udah pulang," sapa Neni dengan senyum manisnya. "Pak Reza," sapa Nova yang dibalas anggukan oleh Reza, ia juga merasa sedikit aneh melihat Nova akhir-akhir ini begitu dekat dengan Ibunya."Aku kesini mau ketemu Tante Neni," ucap Nova lagi padahal Reza tidak bertanya. "Oh," jawab Reza singkat lalu ia masuk ke dalam kamar, ia merebahkan dirinya di ranjang memejamkan matanya sejenak. Ntah kenapa bayang-bayang Naya selalu menghantuinya."Udah pulang Kak, mandi dulu ya. Aku siapin makan malam buat Kakak," "Capek ya Kak," "Loh belum tidur Kak, mau aku pijitin gak,""Kak bangun … udah subuh, sholat dulu yuk, nanti kesiangan," "Pakaian kerjanya udah aku siapin ya, Kak," "Hati-hati ya Kak, jangan malem-malem pulangnya biar bisa istirahat," "Kakak demam? Aku kompresin ya, atau mau aku beliin obat ke apotek,"Semua perh
'Ya tuhan, itu beneran Nayaku,' lagi-lagi hati Reza seketika senang padahal cuma melihat Naya. "Heh lihat-lihat itu pak Alex yang punya pabrik ini," ucap seseorang membuat semuanya karyawan langsung melihat ke arah Alex dan Reza."Ya ampun, ganteng banget," heboh para karyawan. "Gila sih, itu mah udah kayak pangeran berkuda putih," "Hu … halu mulu,"Reza memilih berjalan-jalan diantara karyawan karena ia tidak ingin di lihat oleh semuanya, walaupun ia sudah memakai masker dan topi. Pelan-pelan ia berjalan menuju Naya yang sedang sibuk dengan pekerjaannya.Tanpa sepengetahuan Naya, Reza berjalan menuju tempatnya lalu berdiri tepat di samping Naya, sesekali ia melihat gadis itu."Ganteng ya Nay?" tanya Silvi yang merupakan sahabat Naya, Silvi lah yang memberi tumpangan pada Naya sekaligus mencarikan pekerjaan untuk temannya tersebut."Hum," jawab Naya sekilas lalu ia kembali fokus pada kerjaannya. "Ih cuek amat, gak boleh gitu tar tiba-tiba malah suka lagi," sindir Silvi membuat Naya la
Reza menangis sesegukan membaca surat Papanya tersebut, ia memang tidak pernah tahu apa yang terjadi pada Papanya karena Mamanya selalu mengatakan semuanya aman."Hiks … hiks Papa maafin Reza," tangis Reza semakin pecah, ia memeluk surat papanya dengan erat. Andai waktu bisa di ulang ia akan berusaha menjadi anak yang lebih baik lagi."Reza," panggil Neni membuat Reza langsung mengusap air matanya lalu menoleh ke arah pintu. "Kamu ngapain disini sendirian?" tanya Neni membuat Reza langsung berdiri."Gak apa-apa Ma, cuma kangen sama Papa aja, merasa durhaka karena belum bisa merawatnya dimasa sakit hingga wafatnya," jawab Reza."Kamu gak durhaka Reza, kan kita udah nyewa orang untuk jaga Papa kamu," sanggah Neni membuat Reza menggeleng. "Itu orang lain bukan anak atau keluarga, sudahlah Ma aku mau ke kamar dulu," lanjut Reza lalu meninggalkan Neni sendirian.***Seminggu kemudian, setiap hari tetap saja tidak ada perubahan Reza sudah mulai bosan dengan mulut manis Ibunya uang mengataka
"Assalamualaikum," Silvi membuka pintu pakai kuncinya sendiri, karena ia dan Naya punya kunci masing-masing. "Pak sebentar ya, saya suruh Naya pake jilbab dulu," ucap Silvi."Iya silahkan, saya kesana sebentar ya," ujar Reza sambil menunjuk mini market. "Iya Pak," jawab Silvi lalu ia masuk ke dalam, ia melihat Naya masih berbaring lemas di lantai yang beralaskan kasur."Kok udah pulang Vi?" tanya Naya lirih membuat Silvi langsung senyum-senyum. "Ada deh, ntar juga kamu tahu, pake jilbab dulu ada yang mau datang," jawab Silvi lalu menyodorkan jilbab ke kepada Naya."Ih kamu mah bikin penasaran," kesal Naya lalu berusaha untuk duduk. "Mau pake bedak dulu gak?" tanya Silvi lalu menyodorkan beda baby ke depan Naya. Naya mengambil sedikit lalu mengusapkan ke wajahnya.Tidak berselang lama, Silvi melihat Reza datang membawa dua plastik besar. "Buset, Pak bos beli apaan tuh banyak banget," gumam Silvi membuat Naya menoleh sedikit ke kaca."Ya terserah dia lah, jangan geer itu bukan buat kamu
Disisi lain, Reza senyum-senyum di dalam mobil rasanya puas sekali bisa bertemu Naya dengan dekat, walaupun satu sisi ia merasa iba dengan istrinya tersebut. Sampai di kantor hari sudah menunjukkan pukul 4 sore, Nova melihat Reza datang dari kejauhan langsung merapikan pakaiannya."Pak," panggil Nova bagitu Reza sudah dekat. "Iya, ada apa?" tanya Reza tanpa basa-basi membuat Nova sedikit ragu menanyakan uneg-unegnya."Bapak dari mana saja seharian?" tanyanya membuat Reza langsung mengrutkan keningnya. "Maksud kamu?" tanya Reza bingung, karena Nova lancang sekali menanyakan hal tersebut."Eh i–itu Pak, Bahyak berkas yang harus di tandatangani," jawab Nova gugup membuat Reza mengangguk."Oh, ya sudah kamu pulanglah, semua berkas akan saya bawa pulang dan saya tandatangani di rumah," jawab Reza datar lalu ia kembali berjalan menuju ruangannya.Sampai di ruangannya Reza duduk di kursinya lalu menyandarkan kepalanya sambil tersenyum, tanpa ia sadari sadari ternyata Nova mengikutinya dan se
"Gila kamu ya! Naya istriku, gak usah aneh-aneh," bantah Reza dengan tegas membuat Alex terkekeh lalu gelang-gelang. "Jelas-jelas kamu cemburu, masih aja bilang gak tau perasaanmu sendiri, munafik bro, jangan sampe kamu nyesal di saat Naya sudah berada di pelukan laki-laki lain," nasehat Alex membuat Reza bungkam."No! Naya gak seperti itu dia gadis polos dan penurut, dia gak mungkin buka hati secepat itu," bantah Reza mambuat Alex mengerutkan keningnya."Why not? Justru hati perempuan itu mudah luluh saat ia menemukan laki-laki yang benar-benar baik, tulus dan mencintainya apa adanya," Alex sengaja mengompor-ngompori Reza."Udah ah malas, saya mau balik ke kantor lagi," lanjut Reza lalu ia meninggalkan Alex yang masih saja menertawakan dirinya. "Dasar aneh," gumam Alex. "O iya mau ke pabrik kapan?" tanya Alex sedikit berteriak membuat Reza kembali menoleh."Kapanpun saya mau, saya udah tau jalannya," jawab Reza membuat Alex melongo. "Heh! Itu pabrik saya ya," kesal Alex yang tidak di
Di perjalanan pulang, Nova benar-benar tidak menyangka kalo Reza menemui Naya diam-diam, rasanya mulutnya sudah gatal untuk menceritakan semuanya kepada Neni. Sampai di rumah Reza, Nova langsung tergesa-gesa turun dari mobil, rasanya ia sudah ingin menceritakan semuanya pada Neni. "Tante … Tante!" teriaknya begitu sampai di ambang pintu membuat Neni yang sedang mengotak-atik ponselnya sambil rebahan langsung menoleh. "Eh Nova, kenapa kok teriak-teriak?" tanya Neni, tanpa membuang waktu Nova langsung masuk dan duduk di dekat Neni. "Gawat Tante, gawat!" ucapnya heboh membuat Neni bingung. "Gawat? Apanya yang gawat?" tanya Neni membuat Nova langsung mengatur nafasnya. "Dugaan Tante benar, Mas Reza sering keluar-keluar untuk menemui Naya!" jawabnya membuat Neni langsung duduk. Deg! "What?!" pekik Neni yang dibalas anggukan oleh Nova. "Kamu tau darimana?" tanya Neni masih belum percaya membuat Nova langsung menarik nafas dalam-dalam sambil mendongak. "Nih Tante aku kasih tau, baru