Share

Lima : Keterlambatan Agam

LIMA : KETERLAMBATAN AGAM.

***

Anjali hanya mampu tersenyum begitu mengingat perbuatan anak gadisnya itu. Berkatnya rencana Agam yang akan mengenalkan Anya pada Ryanti gagal total.

Anak kecil itu mahal mengaum keras begitu Agam bilang akan mengajak Ryanti gabung.

"Anya tidak mau! Anya tidak setuju ya kalo papa nelfon tante Ryanti. Anya gak suka!"

Anjali ingat sekali ekspresi marah dari Anya saat mengatakan kalimat itu. Sangat menggemaskan.

"Kenapa kamu tertawa?"

Anjali segera tersadar kala suara datar dan dingin Agam memenuhi ruangan. Anjali gelisah saat semua pasang mata teruju padanya.

"Maaf," cicit Anjali. Dia juga menganggukkan kepala ke setiap orang yang menghadiri rapat waktu itu.

"Saya tidak suka kalau ada orang melamun saat rapat apalagi tertawa padahal tidak ada hal lucu! Fokus dan konsentrasi!"

Hidung Anjali kembang kempis mendengar ultimatum tajam yang keluar dari mulut Agam.

Anjali menghembuskan napas pelan. Lalu kembali mendengarkan suara Agam. Mencatat yang perlu dicatat, sesekali Anjali juga memberi usulan atas masalah yang perusahaan Agam dapatkan.

Di akhir rapat Agam menyunggingkan senyum tipis pada Anjali. Sementara Anjali hanya menganggukkan kepala secara wajar walau dalam hati bertanya-tanya dengan kelakuan Agam yang tak biasa.

"Anjali,"

Anjali menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik menghadap Agam. "Ya, Pak?"

Agam yang semula duduk di kursi kebesarannya bangkit dan berjalan mendekati Anjali.

"Kinerja kerja kamu bagus."

Perkataan Agam membuat bibir Anjali terangkat.

"Terimakasih, Pak."

Bukan hal baru bagi Anjali melihat senyum Agam setelah perceraian. Entah mengapa akhir-akhir ini Agam seperti orang asing baginya. Agam yang dikenalnya dingin dan tidak ramah.

Namun kini benar-benar telah berubah. Agam menjadi pribadi yang berbeda. Mungkin pengaruh dari Ryanti begitu besar hingga bisa mengubah Agam.

"Saya senang melihat semangat kamu."

Puk.

Anjali membulat kan matanya bukan karena perkataan Agam yang terdengar halus di kupingnya. Namun dengan lancangnya Agam mengusap pucuk kepala Anjali hal itu membuat Anjali merinding dengan tingkah pria di depannya.

Anjali mundur selangkah karena tidak merasa nyaman, "Kalau sudah tidak yang harus disampaikan lagi saya permisi dulu pak."

Mungkin Agam lupa, dengan statusnya kini hal itu tidak baik dilakukan oleh mantan pasangan suami istri. Terlebih Agam sudah bertunangan dengan wanita lain. Anjali menghembuskan napas kasar, dia merasa Agam sedang memainkan dirinya.

"Anjali ya?"

Suara halus dari seseorang membuat Anjali mendongakkan kepala. Di sampingnya berdiri wanita cantik sembari tersenyum lebar.

"Ya, Bu Ryanti."

"Ah kamu masih mengingat saya rupanya." Ryanti tertawa renyah.

Anjali balas tersenyum ramah sembari mengangguk.

"Yaudah saya mau ke ruangan Pak Agam dulu ya,"

"Baik, Bu."

Lagipula bagaimana mungkin Anjali melupakan orang yang sudah menghancurkan rumah tangga nya. Anjali akui pernikahan mereka karena kecelakaan.

Harusnya dia juga tidak berharap lebih dengan pernikahan itu. Cinta Agam tidak akan pernah dia miliki. Bagaimanapun Anjali tidak harus menyalahkan siapapun.

Anjali mengurut dadanya yang sudah menguar hebat.

"Sayang, kamu mau dibikinin hot chocolate atau kopi?"

Anjali menolehkan kepalanya ke sumber suara. Dirinya hendak mengambil kopi instan, diurungkan. Seharian dia berkutat di depan komputer membuat matanya lelah berujung rasa kantuk menyerangnya. Mungkin diberi sedikit kafein matanya bisa melek lagi.

Matanya menyipit begitu kedua orang yang baru masuk ke dalam pantry adalah Agam dan Ryanti.

"Eh ada kamu Anjali,"

kata Ryanti begitu menyadari kehadiran Anjali.

"Iya Bu,"

Seperti biasa, Anjali hanya mampu membalas dengan senyuman dan anggukkan kepala secara hormat. Anjali bukan tipe orang yang suka basa-basi atau semacamnya.

"Oh iya Gam, kamu mau aku bikinin chocolate atau kopi?"

Anjali tersenyum kecil begitu Ryanti mengubah panggilannya kepada Agam. Padahal dirinya sudah tahu hubungan mereka, dirinyapun tidak akan ngerasa terganggu kok. Anjali segera mempercepat urusannya supaya cepat keluar dari kecanggungan itu.

"Seperti biasa saja."

"Kopi?"

Anjali menaikkan alisnya sejak kapan Agam minum kopi. Selama bersamanya Anjali tahu Agam tidak minum kopi. Anjali kerap membuat hot chocolate sebagai gantinya.

Tanpa sengaja mata Anjali dan Agam bertemu. Entah apa artian dari tatapan tajam namun teduh itu. Anjali seolah terhipnotis sehingga dengan bodohnya dia enggan mengalihkan pandangan.

Di kehidupan rumah tangganya mungkin tidak ada kisah romansa untuk dikenang. Tidak ada rasa juga yang dapat memudahkan proses perceraian. Namun kali ini begitu Anjali melihat Agam tersenyum kecil padanya mampu membuat jantungnya berdetak kencang. Untuk pertama kalinya Anjali merasa gugup sekaligus gelisah melihat Agam.

Katakan dengan kencang kalau Anjali tidak boleh melanjutkan perasaannya. Dirinya dan Agam sudah lepas hubungan. Mereka bukan siapa-siapa lagi. Anjali menggelengkan kepalanya.

"Gam?"

Panggilan Ryanti mampu menyadarkan Anjali secara total. Dirinya segera menyelesaikan urusan dengan kopinya. Tanpa menoleh lagi ke Agam, Anjali segera undur diri.

Tanpa Anjali ketahui, pergerakannya tidak lepas dari mata Agam.

Melihat reaksi dari Anjali, Agam tersenyum kecut. Mungkin cinta datang terlambat memang benar ada. Tidak berguna dan memuakkan. Namun dirinya tidak bisa mempermainkan kedua perasaan perempuan.

Melihat Ryanti yang kembali membuat hati Agam senang bukan kepalang. Apalagi saat perempuan itu meminta maaf pada Agam dan mengatakan ingin kembali. Tanpa berpikir panjang Agam langsung mentalak Anjali saat itu juga.

Mungkin Agam dipenuhi rasa obsesi yang belum tuntas sehingga dia bersikap gegabah. Seharusnya Agam berpikir dahulu sebelum membuat keputusan.  Agam benar-benar ceroboh dan bodoh.

"Agam dari tadi kamu ngelamunin apa aku panggil gak nyaut mulu,"

Tepukan Ryanti mengembalikan raga Agam. Pria itu segara meminta maaf dan mengajak tunagannya kembali ke ruangan kerja.

"Oh iya, semalam Anya ada urusan ya sampe kita gak jadi ketemu," celetuk Ryanti.

"Iya,"

"Kenapa?"

Lama Agam tidak menyaut, "Saudara dari mamanya ada yang meninggal."

Agam menghembuskan napas pelan. Lebih baik dia tidak mengatakan sebenarnya pada Ryanti.

"Kamu kesana juga?" Tatapan ke ingin tahuan dari Ryanti membuat Agam tidak berkutik. Dengan segera Agam menyabit berkas di atas meja guna menghindari pandangan intimidasi dari Ryanti.

"Nggak,"

Tubuh Ryanti yang semula menegang kembali normal setelah mendengar jawaban Agam.

"Kenapa memangnya?" Tanya Agam kemudian.

"Tidak apa, Gam. Aku cuman agak kurang nyaman kalau kamu masih berhubungan dengan mantan istri kamu. Aku takut kamu kembali padanya, Gam.."

Pengakuan jujur dari Ryanti mampu mengetuk hati Agam.

Dia sadar Ryanti lah yang dia inginkan dari dulu. Seharusnya Agam tidak mengecewakan perempuan cantik itu. Lihat saja, melihat wajah murung perempuannya membuat Agam tidak tega. Dengan segera Agam membawa tubuh Ryanti ke dalam pelukannya.

"Tenanglah Ryanti, hanya kamu yang aku cintai dari dulu sampai kapanpun. Jangan berpikiran aneh-aneh."

Waktu itu, Agam tidak hanya menenangkan hati Ryanti namun hatinya juga.

Kalau boleh jujur Agam tidak yakin dengan perasaanya saat ini. Entah Ryanti atau Anjali

yang dia inginkan. 

Setelah bercerai dengan Anjali, Agam sadar dia sangat merasa kehilangan perhatian mantan istrinya. Hot chocolate yang selalu Anjali siapkan ketika pagi hari. Bekal buatan Anjali yang jarang dia makan. Terlebih Agam kerap membagikannya pada Ben. Dan sekarang dia sangat menyesali perbuatannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status