Share

Penyesalan tanpa Akhir
Penyesalan tanpa Akhir
Author: Na Shinta

Satu : Bercerai

Sekarang Anjali bisa bernapas lega. Setelah selesai memandikan Anya, sekarang tinggal memakaikan baju pada anak itu.

Terkadang Anya tidak rewel dan penurut. Setelah Anjali tegur untuk berhenti bermain dan segera berpakaian, anak berusia 3 taun itu segera menyimpan mainan bebeknya dan berlari menuju kamarnya.

Sementara Anjali hanya mengikutinya dari belakang sesekali berteriak menyuruh putrinya untuk berhati-hati. Namun walaupun Anjali berteriak, suara lembut milik perempuan itu tidak terdengar seperti teriakan sehingga tidak membuat Anya takut. Dia malah sengaja berlari kecil menghindari jangkauan mamanya.

"Anya, ayo sini pake baju dulu nanti kamu bisa masuk angin, sayang."

"Kalo Anya gak mau. Mama gak bakal marah kan sama Anya?" tanya Anya. Pipinya menggembung membuat Anjali gemas.

"Mamah gak akan marah asal Anya nurut sama mama, oke?"

"No, no, no, mamaa. Anya gak mau pake baju oke? Anya gerah kalo pake baju. Pokoknya Anya gak mau pake baju titik!"

Suara Anya terdengar tegas menandakan kemauannya harus dituruti dan pantang dibantah.

"Ayolah, Anya kan anak pinter. Nanti kita ajak papa jalan-jalan deh. Gimana?" Perlahan Anjali berjalan mendekati putrinya. Bibirnya tersenyum kecil begitu Anya terlihat setuju dengan penawarannya, "Gimana? Anya setuju kan?" Anjali mengusap kepala putrinya lembut.

"Eum boleh deh, tapi kita mau jalan-jalan kemana ma?" Anya bertanya dengan muka serius.

"Gimana kalau ke pasar malam?" Anjali tersenyum puas begitu tubuh putrinya sudah terbungkus kaos lengan panjang.

"Sabi ... sabi ... Anya suka kok pasar malam nanti kita naik bianglala di sana. Oke, Ma!" Seruan Anya sangat semangat membuat Anjali tertawa karena gemas.

"Iya, nanti kita makan jagung bakar juga ya,"

Anjali mengusap pucuk kepala putrinya.

"Eum! Anya suka jagung bakar sama kaya Mama. Hihihi,"

Tanpa sadar Anjali tersenyum melihat keantusiasan putrinya. Dalam hati dia berharap Agam, suaminya bisa diajak kerja sama. Semoga saja suaminya itu tidak sibuk dan bisa meluangkan waktu untuk putri mereka. Tidak akan tega kalau Anya murung karena rangkaian rencana sederhana nya tidak terealisasikan.

"Nanti kita ajak papa bareng-bareng ya," kata Anjali diangguki semangat oleh putrinya.

Melihat jam menunjukkan angka 5 membuat Anjali gesit mengurus putrinya. Tinggal menyisir rambut gadis kecil itu dan memberi sedikit bedak bayi pada mukanya biar keliatan sudah mandi dan fresh.

Kali ini Anjali benar-benar sudah merasa lega. Anya sudah keliatan sangat cantik sekarang tugasnya adalah menyiapkan makan malam sebentar lagi Agam akan pulang dari kantor.

"Sekarang Mama masak dulu buat kita makan ya. Kamu main sama Molly di kamar ya." Anjali menyerahkan boneka kucing berukuran sedang pada anak nya.

Agam tidak banyak mau. Dia akan memakan apapun yang Anjali siapkan. Sekarang perempuan itu tengah mengambil iga dari dalam freezer. Rencana dia akan membuat sop iga kesukaan Agam.

Tidak lama terdengar suara mobil milik Agam memasuki pekarangan rumah. Anjali yang sedang nanggung tidak sempat membukakan pintu.

"Bang, maaf aku gak sempat bukakan pintu ya." Anjali menghampiri suaminya dan membawakan tas kerjanya.

Agam hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

Anjali tersenyum kecil melihat punggung suaminya menjauh menuju kamar untuk membersihkan diri. Tidak lama dia bergerak menuju ruang kerja suaminya untuk menyimpan tas kerja.

"Kamu tau Ryanti kan?"

Tidak bisa dipungkiri, mendengar nama itu lagi setelah 3 tahun menikah membuat tubuh perempuan yang tengah menata piring di meja makan sempat terhenti.

Ryanti.

Perempuan pemilik hati suaminya sejak dulu dan mungkin sampai sekarang. Entah karena apa hubungan mereka kandas sehingga orang tua Agam memohon padanya untuk menyelamatkan harga diri keluarga karena ditinggal pergi oleh calon mantu mereka.

Masih jelas sekali sewaktu ijab qobul, Agam merapalkan nama Ryanti sebanyak 3 kali di depan semua orang yang menyaksikan pernikahan yang seharusnya tidak terjadi itu.

"Memangnya kenapa, Bang?" tanya perempuan itu pada suaminya. Diam-diam dia mengepalkan tangannya berharap dugaan buruk dibenaknya tidak akan terjadi.

"Dia telah kembali."

Jawaban singkat namun menohok hati. Dugaan-dugaan buruk sudah berseliweran di kepalanya. Tidak ada yang mampu Anjali lakukan selain menghembuskan napas pasrah menunggu kelanjutan ucapan suaminya.

"Mari kita bercerai, Anjali."

Anjali menatap wajah suaminya sejenak sembari tersenyum kecil. Seharusnya dia tidak berharap banyak pada pernikahan tidak sengaja itu. Seharusnya dia tidak jatuh terlalu dalam. Seharusnya dia sudah membangun mental yang kokoh untuk menyambut waktu yang akan terjadi seperti sekarang.

"Baiklah kalau itu maumu, Bang."

Bahkan untuk pertama kali setelah ijab qobul Agam menyebut namanya hanya untuk meminta cerai. Bohong kalau hati Anjali tidak teriris.

"Sekarang kita makan malam dulu biar nanti kita lanjutkan," Anjali segera berbalik dan berjalan mengambil sop yang masih berada di atas kompor. Tanpa Agam ketahui Anjali sempat menghapus bulir air mata di sudut matanya.

"Papaa, tadi mama ngajak kita ke pasar malam loh paa. Gimana papa mau kan?" Suara ceria milik Anya terdengar. Dia nampak antusias menatap Agam yang hanya diam saja.

Seolah tidak menyadari kehadiran Anjali di ujung pintu, Agam menjawab dengan tenang.

"Baiklah. Asal hanya kita berdua ya?"

Kening Anya berkerut, terlihat tidak setuju, "Kenapa, Pa? Kan kasian mama kalo gak ikut nanti mama sendirian di rumah."

"Mama kamu harus istirahat kasian dia kecapekan, sayang." Agam mengelus pucuk kepala Anya.

"Tapi kalo berdua gak seru papaaa," rengek Anya.

"Gitu ya? Gimana kalau sekalian ajak temen papa. Anya pasti akan suka. Dia baik kok,"

"Siapa?"

"Namanya tante Ryanti. Tante Ryanti pasti senang kalo main bareng Anya. Gimana?" Agam tersenyum lebar menunggu jawaban putrinya.

"Terus mama gimana?" Anya cemberut menatap papanya seolah tidak rela kalau meninggalkan mamanya sendirian.

"Gapapa, biar mama kamu istirahat kan di rumah."

Sebelum perkataan menyakitkan keluar dari mulut suaminya, Anjali segera mendekat ke arah meja makan. Menampilkan muka ceria seolah tidak mendengar apa-apa.

"Serius banget, lagi ngobrol apaan emang?"

Anjali menatap kedua orang di depannya satu persatu. Anya menatapnya sendu sedangkan Agam biasa saja, pria itu terlihat sibuk dengan ponsel di genggamannya.

"Mama kecapekan gak hari ini?" tanya Anya tiba-tiba.

Sebelum menjawab pertanyaan putrinya, Anjali sempat melirik Agam dan ternyata pria itu pun melakukan hal sama padanya.

"Nggak kok, kenapa emang?"

"Beneran? Tapi kata papa tadi mama harus istirahat di rumah biar Anya, papa sama tante Ryanti yang main ke pasar malam. Tapi mama gak akan sakit kan kalau kita yang pergi? Soalnya Anya pengen kita bertiga yang ke pasar malam."

Hati Anjali mencelos mendengar penuturan langsung dari putrinya. Anjali menatap suaminya dengan tatapan sulit diartikan. Sementara Agam dengan tatapan datarnya seolah menyuruh Anjali untuk menolak ajakan Anya.

Anya mencoba tersenyum sembari mencubit pipi putrinya, tidak peduli tatapan datar suaminya berubah menjadi tatapan tajam, "Iya, kita bisa main bertiga ya, mama sehat kok."

Sekian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status