Share

Chapter. 3

Hari ini, Elisa sedang berjalan-jalan ditengah kota Lotus pack. Kota tersebut terletak tak jauh dari istana. Suasana di kota tersebut begitu ramai. Banyak orang-orang membuat toko untuk menjual barang mereka. Mulai dari toko penempa besi sampai toko penjual hasil buruan pun ada.

Tidak hanya itu, udara di kota ini juga begitu segar. Meskipun dikatakan kota, suasana dan udaranya masih asri. Itu dikarenakan kota tersebut dikelilingi oleh hutan di kawasan pack. Elisa berjalan-jalan melihat beberapa toko. Dia berencana mencari beberapa tanaman herbal untuk membuat ramuan dan berbagai obat untuk dirinya sendiri.

Beberapa orang yang ditemuinya seminggu yang lalu mengatakan jika ada sebuah toko tanaman herbal terkenal di tengah kota. Toko tersebut berada di antara toko pakaian dan juga toko pedang. Di depannya terdapat kolam bunga teratai yang memanjang sepanjang tiga toko tersebut.

Sebenarnya, jika tidak karena menolong gadis kemarin, hari ini ia akan tetap berada di gubuk miliknya. Ramuannya telah habis untuk menyembuhkan luka di tubuh gadis itu, karena gigitan Rogue. Bunyi bel terdengar saat Elisa mendorong pintu masuk. Kali ini ia ingin mencari tanaman lily, bunga berwarna merah yang sangat indah. Ia ingin menggunakannya untuk membuat sebuah ramuan. Dia bisa saja mendapatkannya di hutan lily, tapi hutan itu berada di pack lain tepatnya di Water Pack. Serigala lain tidak akan bisa masuk tanpa izin dari sang Alpha.

Selain itu, ia rasa hari ini ingin melihat pemandangan kota. Selalu berada di dalam hutan membuatnya sedikit bosan. "Ada yang kau cari dari tokoku, Nona?" pemilik toko menyapa Elisa ketika sudah sampai di depan meja. "Aku ingin tiga bunga lily merah," ujar Elisa sambil meletakkan beberapa koin perak.

Pemilik tersebut membelakangi Elisa. Lalu kembali menghadapnya kembali membawa tiga bunga lily utuh beserta dengan daun dan batangnya. “Apa kau seorang tabib?" tanya pemilik itu. "Bukan, aku hanya kaum biasa," ujar Elisa. "Apa kau mempunyai izin membeli barang-barang langka?" tanya pemilik itu lagi. "Tidak, aku tidak mempunyai izin tersebut. Aku hanya serigala biasa yang membutuhkan bunga itu untukku sendiri." Elisa menjelaskan siapa dirinya, meskipun tidak semuanya.

"Maaf nona, bunga itu sangat langka, aku tidak bisa menjual ke sembarang orang," ucap sang pemilik toko yang terlihat angkuh. "Benarkah? Akan aku tambahkan beberapa keping lagi," ujar Elisa sambil mengeluarkan lima koin perak. "Maaf, aku tidak bisa." Pemilik toko itu mendorong koin perak tersebut ke arah Elisa.

Melihat pemilik toko ingin menyimpan kembali bunga lily, Elisa segera menangkap tangan itu.

"Aku sangat membutuhkannya," ujar Elisa sedikit memohon.

Biarlah dia seperti pengemis sekarang. Dia benar-benar membutuhkan kelopak bunga tersebut.

"Baiklah, tapi dengan satu syarat. Kau harus menjelaskan padaku apa fungsi dari tanaman yang ingin kau beli. Jika tidak tahu, maka aku tak akan memberikannya padamu," ujar pemilik itu.

"Baiklah," ucap Elisa memutuskan ucapannya. "Ben, panggil saja Ben."

"Baiklah Ben, tapi jika aku bisa menjelaskannya dengan baik, kau harus memberikanku satu pohon mandrake itu secara gratis," tantang Elisa sambil menunjuk ke arah pohon dengan akar berbentuk seperti manusia itu.

"Baik, tapi aku meragukan itu. Melihat dari penampilan lusuhmu, kau hanyalah kaum rendahan."

Meskipun Ben merendahkannya, Elisa tidak marah. Bahkan dirinya terlihat santai dan memperhatikan bunga yang masih dipegang oleh pria itu.

"Akar tanaman itu dapat menyembuhkan luka bakar, daunnya dapat menjadi ramuan untuk meredakan panas dalam tubuh," ujar Elisa santai.

"Kau cukup pintar, tapi orang lain juga tahu akan hal itu."

Ben masih saja meremehkannya, bahkan sekarang menatap Elisa jijik.

"Aku tidak akan menjualnya padamu, ambillah koinmu kembali."

Ben membelakangi Elisa dan ingin meletakkan bunga lily tersebut.

"Bunga lily itu bisa melumpuhkan para Rogue yang mengamuk. Bahkan dengan setengah dari satu kelopak bunganya saja, bisa membuat sepuluh Rogue tidak bisa berganti shift kembali dalam lima hari lamanya."

Ben yang ingin meletakkan bunga tersebut, kembali berbalik. Dia menatap Elisa dengan wajah terkejutnya.

"Siapa kamu?" tanyanya.

"Hanya seorang serigala lemah," jawab Elisa santai.

"Kau tahu dari mana tentang khasiat bunga itu, tidak banyak yang mengetahuinya," ujar Ben masih heran.

"Berikan saja apa yang aku minta, kau sudah berjanji. Kau bukan orang yang tidak memegang perkataanmu bukan?" remeh Elisa menatap pria itu yang sepertinya berpikir sesuatu.

"Tentu saja, aku bukan pria seperti itu."

Ben berbalik lagi mengambil satu pohon mandrake untuk diberikan bersamaan dengan tiga pohon lily merah itu.

"Ini, ambillah," ujar Ben.

Elisa mengambil semuanya. Dia langsung memasukan tanaman tersebut tanpa rasa ragu sedikitpun.

"Terima kasih untuk ini." Elisa menepuk-nepuk tas yang penuh tersebut sambil memperlihatkannya pada Ben.

Elisa keluar toko tersebut dengan tersenyum. Dia senang bisa mendapatkan pohon mandrake dengan gratis.

Pohon tersebut sangat sulit didapatkan. Bahkan para tabib akan membayar mahal untuk mendapatkannya. Lagipula, ia juga membutuhkannya untuk membuat racun.

"Hei, tunggu!" teriak seseorang.

Elisa membalikkan tubuhnya dan sedikit mengerutkan kening. Dia melihat Ben berlari ke arahnya.

"Apa ada yang kurang?" tanya Elisa tanpa basa-basi.

"Ah, tidak. Aku hanya ingin memberikan ini. Aku rasa kau bisa mengikuti kontes ini," ujar Ben sambil memberikan sebuah kertas.

"Kontes pencarian tabib berbakat?" tanya Elisa sambil terus membaca isi kertas tersebut.

"Ya, aku rasa kau akan menang dengan kemampuanmu itu. Jika berminat, kau bisa menuju ke sebelah sana," tunjuk Ben. "Ikuti saja jalan itu, kau akan menemukan banyak orang di sana," lanjutnya.

"Baiklah, terima kasih." Elisa tersenyum.

Ben mengangguk dan kembali ke tokonya. Sedangkan Elisa masih memikirkan apakah akan ikut kontes atau tidak. Dia kembali membaca isi kontes tersebut. Senyuman pun terbit saat membaca apa saja yang didapatkan jika berhasil memenangkannya. Seketika itu juga, dia melangkah menuju tempat yang ditunjuk oleh pemilik toko tadi.

Sesampai di tempat yang disebutkan Ben tadi, ternyata sudah banyak orang yang mendaftar. Ketika gilirannya, tiga orang langsung datang menyerobot. Dua gadis dan satu pria.

"Minggir, kau gadis lemah," sarkas salah satu gadis tersebut.

"Apa kau juga akan mendaftar?" ejek gadis yang lain.

"Benarkah? Apa kau tak punya malu? Kontes ini hanya untuk werewolf," hina pria yang sejak tadi menatapnya jijik.

"Apa maksudmu tidak bisa berganti shift?" tanya Elisa bingung.

"Lihatlah tanda ini," ujar salah satu gadis yang membuka paksa baju di bahunya, "hanya kaum yang tak bisa melakukan shift saja yang mempunyainya," lanjutnya sambil mendorong tubuh Elisa.

Beruntung, dirinya ditangkap oleh seorang warrior yang sedang berjaga di sana. Jika tidak, dia pasti sudah terjatuh dan menjadi tontonan di sana.

"Elisa!" teriak seorang gadis dari kejauhan.

Gadis yang ditolongnya kemarin datang menghampiri bersama seorang pria. Pria yang begitu dikagumi dan ditakuti di pack ini. Siapa lagi kalau bukan Alpha Lotus Pack, seorang pemimpin pack.

"Kau juga mengikuti kontes ini?" tanya Kiana setelah sampai di hadapannya.

"Ya, apa yang kau lakukan di sini, Kiana?" tanya Elisa.

"Aku sedang mendaftar juga. Dan aku senang bisa bertemu denganmu lagi di sini."

"Untuk apa? Bukankah kau anggota kerajaan?" tanya Elisa bingung.

Seharusnya gadis di depannya ini tinggal mengatakan pada sang Alpha untuk menjadi seorang tabib di pack. Tidak harus bersusah payah mengikuti kontes seperti ini.

"Tentu saja untuk menjadi tabib terbaik," jawabnya senang.

Elisa menggeleng pelan melihat tingkah Kiana seperti anak kecil.

"Apa kau sudah mendaftarkan diri?" Kiana bertanya lagi.

Elisa menggeleng pelan dan berkata, "Mereka tidak mengizinkanku karena sebuah tanda ini."

Kiana melihat tanda tersebut dan sedikit terkejut. Namun, dengan cepat juga dia mengubah ekspresinya.

"Ayo, ikut kelompokku saja," ajak Kiana sambil menarik tangan Elisa.

Gadis itu menulis namanya dan juga Elisa dalam satu kelompok. Dia baru tahu bahwa untuk mengikuti kontes tersebut harus memiliki kelompok minimal dua orang. Untung saja Kiana datang, jika tidak, maka ia tidak tahu harus bersama siapa.

Apalagi kini orang-orang telah mengetahui bahwa dirinya tidak dapat berganti shift. Akan sangat sulit mendapatkan teman, bahkan melirik saja orang-orang tak akan mau.

"Ada yang ingin kukenalkan padamu, ayo," bisik Kiana setelah selesai menulis nama mereka.

"Siapa yang akan kau kenalkan padaku?" tanya Elisa mengalihkan pembicaraan.

"Tunggu, di mana dia?" Kiana mencari orang yang dimaksud. Kepalanya menoleh ke sana ke mari.

Sedangkan Elisa hanya bisa mengerutkan kening dengan sikap absurd Kiana.

"Ah, itu dia," tunjuk Kiana.

"Kau siapanya, Alpha?" tanya Elisa tak tahan dengan rasa penasarannya.

Dia melirik sekilas pria yang sedang berjalan ke arah mereka. Pria itu seakan-akan menatapnya bukan Kiana.

"Saudara kembarku, Daren."

"Kembar?" tanya Elisa.

"Kenapa? Kau tidak percaya?" sarkas Daren.

Elisa kembali mengerutkan keningnya. Ternyata pria ini terlalu arogan. Wajar saja, karena dia seorang Alpha.

"Maafkan saya, Alpha Daren. Saya tidak tahu jika itu kau." Elisa menunduk hormat.

"Ayo, Kiana, kita pergi dari sini. Kau tidak pantas berteman dengan makhluk lemah seperti dirinya."

Daren menarik paksa tangan Kiana hingga gadis tersebut merintih kesakitan. Namun, Kiana berteriak memberitahukan sesuatu pada Elisa.

"Besok, temui aku di Rainforest!"

Elisa mendengar teriakan Kiana, tapi tak menghiraukannya. Dirinya hanya bisa diam, mengepalkan kedua tangannya karena pernyataan sang Alpha. Tatapan tajam pun ia berikan pada punggung pria terkuat di Lotus Pack, lalu membalikkan tubuhnya ke arah yang berlawanan.

"Mate!"

Elisa terkejut mendengar bisikan tersebut. Siapa yang berbicara? Mengapa ia bisa mendengarkan suara isi hati orang lain?

Dengan cepat, ia menoleh ke belakang. Di sana, di depannya, sudah ada seorang pria yang menatap dirinya tajam. Bukan tatapan bahagia atau pun jatuh cinta, tapi tatapan benci pada musuhnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status