Home / Romansa / Perangkap Hasrat Bos Mafia / Bab 3. Ternyata Itu Dia!

Share

Bab 3. Ternyata Itu Dia!

Author: MOON SAGE
last update Last Updated: 2025-04-22 13:47:38

"Itu benar kamu!" Elena memekik, tubuhnya kaku saat menyadari siapa pria bertopeng itu sebenarnya. "Kamu... kenapa kamu di sini?!"

Pria itu mematung sejenak, namun rautnya tak menunjukkan kejutan seperti Elena. Tatapannya justru berubah semakin gelap, dingin, dan tajam.

"Kenapa kamu pergi begitu saja malam itu? Tanpa pamit?" tanya Elena, suara gemetar namun penuh tuntutan.

Entah mengapa, perasaan dikhianati muncul. Padahal mereka nyaris tidak saling mengenal.

Namun pria itu tidak menggubris. Malah dengan geram, dia menindih Elena lebih erat.

"Berhenti bicara, wanita!" geramnya.

Tubuh kekar itu menahan Elena yang kembali meronta dalam panik.

"Lepas! Jangan lakukan ini!" jerit Elena, namun suara dan tenaganya kalah jauh dibandingkan si pria.

Tangan besar itu tiba-tiba melingkar di lehernya. Tak sampai mencekik penuh, tapi cukup membuat Elena nyaris kehabisan napas.

"Diam! Satu kata lagi dan aku benar-benar membuatmu tak bisa bersuara selamanya," desisnya dengan nada mengancam.

Elena membeku. Tubuhnya gemetar di bawah pria itu, air mata mulai mengalir di pipinya. Dia sungguh ketakutan.

Tapi alih-alih melanjutkan, pria itu justru menjauh dan bangkit berdiri. Napasnya memburu, jelas menahan emosi.

"Apa hubunganmu dengan Baskara?" tanyanya tajam. "Kenapa kau bisa begitu polos, padahal sudah dijual oleh ayahmu sendiri?"

"A-apa maksudmu?" Elena menggigil.

"Aku sudah membayar mahal untukmu dan perawatan ibumu! Lebih dari satu miliar rupiah! Dan si brengsek itu bilang kamu siap untuk melakukan apapun yang aku perintahkan!"

Elena menahan napas. Kata-kata itu seperti palu menghantam kesadarannya.

Jadi... ayahnya tidak memberinya kesempatan, tidak sedang berjuang demi ibunya... tapi benar-benar menjual dirinya untuk keuntungan pribadi?

Dia merasa ingin muntah.

Pria itu kembali menatapnya, kali ini lebih tenang namun tetap mengintimidasi.

"Dengar. Aku tidak peduli kamu suka atau tidak. Tapi mulai malam ini, kamu milikku. Tapi karena kamu pernah menyelamatkanku... akan kuajak membuat kesepakatan."

Elena menatapnya penuh curiga dan takut.

"Isi kesepakatannya sederhana," lanjut pria itu. "Pertama, kamu tidak boleh keluar dari mansion ini tanpa seizinku. Kedua, kamu dilarang menjalin kedekatan dengan pria manapun, termasuk ayahmu. Ketiga... kamu harus melayaniku kapanpun aku menginginkannya. Tanpa perlawanan."

"Itu... bukan kesepakatan. Itu perbudakan!" suara Elena lirih namun menggugat.

"Anggap saja begitu," ucap pria itu ringan. "Tapi setidaknya aku tidak memperlakukanmu sekejam yang dilakukan Baskara."

Elena menggertakkan gigi. Apa dia punya pilihan? Tidak. Maka dengan enggan, dia mengangguk.

"Baik. Aku terima."

Pria itu membalikkan badan dan berjalan menuju pintu. Namun sebelum pergi, dia berkata dingin, "Namaku Rixon. Ingat baik-baik itu. Sekarang, tidur! Kamu butuh energi."

** * *

Pagi harinya, Elena terbangun oleh ketukan lembut di pintu.

"Nona Elena, saya masuk, ya!"

Seorang perempuan paruh baya dengan senyum keibuan muncul membawa nampan berisi sarapan.

"Selamat pagi. Nama saya Alma. Saya pelayan pribadi Nona mulai hari ini."

Elena menatap wanita itu, masih merasa asing dengan semua yang terjadi.

Alma meletakkan nampan di meja dan duduk di tepi ranjang. "Saya tahu ini semua membingungkan. Tapi percayalah, lebih baik bersabar. Tuan Rixon orangnya... sulit. Sangat mudah berubah-ubah. Mood-nya lebih gawat daripada gadis remaja menjelang datang bulan."

Elena nyaris tertawa mendengar pernyataan jujur Alma, namun rasa pahit di hatinya terlalu mendominasi.

"Aku... harus mulai dari mana?" tanya Elena pelan.

Alma tersenyum. "Saya bisa antar Nona berkeliling dulu setelah Anda mandi."

Elena mengangguk dan segera mandi. Dia melirik pakaian warna merah yang disediakan untuknya.

Setelahnya, Alma menunjukkan berbagai ruangan di mansion, hingga akhirnya mereka tiba di ruang santai dengan dinding kaca dan kursi empuk.

Di sana, dua wanita sedang duduk sambil membaca majalah. Mereka tampak cantik dan anggun, namun aura dingin jelas terasa. Yang satu memakai gaun warna emas dan satunya lagi mengenakan pakaian serba hitam.

"Selamat pagi," sapa Elena dengan ramah.

Namun keduanya hanya menatap sekilas. Yang berambut pirang mencibir, sementara yang berambut hitam mendengus.

"Mereka Nona Onix dan Nona Golda," bisik Alma. "Nona Onix adalah wanita favorit Tuan Rixon. Jangan ambil hati jika mereka bersikap begitu pada Anda."

Elena menggigit bibirnya. Ini akan sulit.

Malamnya, Elena dibawa ke sebuah ruangan misterius oleh dua pengawal Rixon. Di atas pintu tertulis dengan ukiran besi: Lunatic Pleasure.

Begitu masuk, Elena tercekat.

Rixon berdiri di tengah ruangan, mengenakan kemeja hitam dengan setelan gelap. Di belakangnya, deretan lemari kaca berisi benda-benda asing: cambuk, borgol, tali, dan alat-alat yang bahkan tidak berani Elena sebut namanya.

"Mulai malam ini," suara Rixon menggema, "kau akan belajar mengenal semua sisi dunia, termasuk apa yang aku sukai. Dan itu dimulai dari sini."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perangkap Hasrat Bos Mafia   Bab 36. Lukisan dan Jerat

    “Aku harus kembali ke sana!” teguh Elena.Maka, di malam harinya, Elena kembali ke kamar terlarang itu—kamar yang dulu sunyi, kini terasa berdenyut dengan teka-teki.Dengan langkah ringan, dia membuka laci tempat dia menyembunyikan diary yang ditemukan sebelumnya—milik Ruby terdahulu.“Oke, kembali ke kamarku!” bisiknya sambil melangkah setengah berlari meninggalkan kamar tersebut.Di kamarnya, dia menatap sampul usang itu beberapa detik, jantungnya berdebar lebih kencang dari sebelumnya. Jemarinya gemetar saat membuka halaman pertama yang masih utuh.Tulisannya kecil dan rapi, tapi terlihat seperti ditulis dengan emosi yang meletup-letup.“Aku tahu aku seharusnya tidak mencintainya. Tapi bagaimana jika yang kulakukan ini bukan pilihan? Bagaimana jika aku jatuh, karena dia membuatku merasa hidup—meski hanya ketika dia melihatku?”Elena membaca pelan dan kemudian dahinya mengernyit. Hatinya menegang. Ini tentang Rixon?Dia membalik halaman berikutnya. Lebih banyak lagi tulisan yang tak

  • Perangkap Hasrat Bos Mafia   Bab 35. Semua Orang Tutup Mulut

    Alma mundur satu langkah. “Saya tidak boleh bicara lagi.”“Bu, tolong…” Elena hampir mencengkeram tangannya. “Aku tidak bisa tinggal di sini tanpa tahu… apa yang terjadi pada dia. Apa yang bisa terjadi juga padaku?”Alma menatapnya lama. Ada gejolak dalam sorot matanya—seperti seseorang yang pernah menyaksikan sesuatu terlalu kelam untuk diucapkan.“Ruby bukan perempuan sembarangan,” katanya pelan. “Dia punya hati. Dia berani. Dia… mencintai terlalu dalam.”“Mencintai siapa?” tanya Elena. “Ibu, bicara saja, tak apa. Ini sudah di kamarku sendiri. Pasti aman.”Dia sedikit berbisik sambil meyakinkan Alma yang tampak waspada meski sudah berada di kamar Elena.Alma menggeleng keras, seolah membuang ingatannya jauh-jauh.“Tidak, saya tidak bisa,” katanya gemetar. “Kalau saya ceritakan… saya… saya bisa ikut menghilang.”Elena surut, terlihat kecewa.“Elena…” lanjutnya, kali ini tanpa menyebut ‘nona’, suara Alma terdengar lebih seperti seorang ibu yang sedang memohon, bukan pelayan. “Percayal

  • Perangkap Hasrat Bos Mafia   Bab 34. Bayang Bayang Ruby

    “Tidak! Tidak mau!” Elena secepatnya menjawab Rixon.“Kalau begitu, cepat mendesah untukku! Keluarkan suaramu!” Rixon mengeluarkan titah absolutnya.Elena melihat binar semangat di mata pria yang menguncinya di atas. Dia menggigit bibir dan mulai merelakan suaranya keluar.“Mmhh… hmmhh….” Elena mau tak mau memunculkan suara erangan tertahannya.Dia sengaja mengatupkan mulut erat-erat agar suaranya bisa teredam. Bagaimanapun, dia masih ingin menyisakan sedikit harga dirinya untuk tidak terlalu tunduk pada Rixon.“Lebih keras! Ayo keluarkan yang benar, Ruby!” bentak Rixon. “Atau kamu ingin tanganku di lehermu?”Lekas saja Elena menggeleng. Kemudian dengan harga diri yang sudah tercabik-cabik, dia mulai membuka mulut, megeluarkan suara seperti yang diinginkan Rixon.“Ihh… hiihh….” Elena malu. Suaranya lirih saat dia mencuatkan desahannya.Namun, tentunya Rixon bukan orang yang mudah dipuaskan.“Kamu bukan tikus, kan? Kenapa mencicit? Ayo, mendesah yang benar! Mendesahkan seperti manusia

  • Perangkap Hasrat Bos Mafia   Bab 33. Tak Ada Waktu Untuk Lolos

    “Hah?” Elena berbalik cepat ke sumber suara di ambang pintu. Di sana berdiri Rixon, tubuhnya membaur dengan bayangan lorong, wajahnya setengah gelap, setengah terlihat oleh cahaya temaram dari dalam kamar.Elena memeluk buku harian tua ke dadanya, napasnya masih tak stabil. “Siapa yang menulis ini, Tuan?”Pria itu melangkah masuk. Langkahnya pelan namun berat, seperti sedang menghormati ruangan yang telah terkunci oleh waktu. “Itu bukan pertanyaan yang perlu dijawab sekarang.”“Tidak perlu?” Nada suara Elena meninggi, antara takut dan frustrasi. “Seseorang—wanita ini—memiliki nama yang sama seperti yang Anda berikan pada saya. Ruby. Kenapa?”Rixon tak menjawab segera. Matanya menatap lurus ke arah lukisan di dinding. Sorotnya tajam, namun bukan marah—lebih seperti menyimpan perang batin yang tak pernah benar-benar reda. “Sudah kubilang tak perlu ada jawaban untuk itu!” Suara Rixon terdengar tak sabar.Mata Elena membelalak ketika dia menyaksikan Rixon mulai melepas jasnya, lalu kem

  • Perangkap Hasrat Bos Mafia   Bab 32. Seakan Ruangan Ini Tahu Siapa Dia

    “Kenapa kesannya Anda menginginkan ini menjadi sebuah survival game untuk kami para wanita Anda?” Dahi Elena berkerut.Dia kurang setuju dengan kalimat yang baru saja disampaikan Rixon. Seakan-akan dia dan dua wanita lainnya harus bertanding untuk memenangkan tempat di mansion.Setelah beberapa waktu hidup nyaris gila di mansion ini, Elena mulai mengikis ketakutannya pada Rixon dan berusaha bisa menyampaikan apa yang ada di kepala.“Jangan mengajari aku. Cukup ketahui saja posisimu.” Tatapan Rixon menghujam ke netra Elena.Sementara itu, Golda ada di balik tembok, mendengarkan percakapan di balik pintu dengan telinga tajam. Onix berdiri tak jauh darinya, tampak gelisah.“Dia bawa Ruby ke ruang kerjanya. Sendirian,” bisik Onix. “Apa dia percaya wanita itu?”Golda mengerucutkan bibir, lalu mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri foto. Di dalamnya, ada foto surat dari istri Rixon terdahulu. Isinya samar, tapi cukup menyiratkan bahwa wanita itu pernah merasa terancam... oleh seseorang y

  • Perangkap Hasrat Bos Mafia   Bab 31. Pion atau Ratu

    ‘Apa pria ini akan memberikan hukuman padaku?’ Hati Elena bertanya penuh akan waspada.Ingatan mengenai apa saja yang ada di Lunatic Pleasure masih belum terhapus dari memorinya. Bagaikan mimpi buruk.“Kalian tak usah ikut.” Rixon bicara tegas pada Golda dan Onix yang masih mematung di sana.Elena terdiam sejenak. Tapi dengan tenang, dia berjalan mengikuti Rixon, meninggalkan Golda dan Onix yang langsung saling pandang.Langkah-langkah Elena menggema pelan di sepanjang koridor, mengikuti punggung Rixon yang tegap dan dingin. Tidak ada kata yang terucap selama perjalanan. Hanya detak sepatu di marmer dan jantung Elena yang berdentam tanpa irama.Rixon membawanya ke ruang kerja pribadinya, lalu menutup pintu.Netra Elena berkeliling ke penjuru ruangan sambil membatin, “Sungguh ruangan yang dipenuhi aura dominasi.”Elena tidak berlebihan. Di sana sarat akan aroma kulit dari sofa mahal, buku-buku tua, dan aroma khas cerutu mahal bercampur di udara. Ruangan itu seperti perpanjangan dari so

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status