"Maaf, Teman-teman, aku harus pergi ke Houston sekarang juga. Mommy pingsan dan dilarikan ke rumah sakit!" ujar Jonas berpamitan dengan kedua pasangan Fremantle."Apa aku perlu ikut ke rumah sakit, Jonas?" tanya Audrey mencemaskan mertuanya.Namun, Jonas menggeleng tidak setuju. "Kamu di rumah saja menemani keluarga Fremantle, Darling. Kita bagi tugas ya, lagi pula terlalu melelahkan untukmu nantinya bila harus berjaga di rumah sakit!""Baiklah, aku mengerti. Hati-hati di jalan, Hubby!" ujar Audrey lalu mengantarkan Jonas sampai ke depan teras. Jordan dan Calvin berbisik-bisik mengenai ibunda Jonas yang memang agak merepotkan. Sejak di acara pernikahan Gabriel dan Isabella tempo hari, mereka menjadi antipati terhadap wanita berumur itu. Kasihan Audrey yang mendapat tekanan secara mental karena dianggap tak sederajat dengan keluarga Benneton."Dulu Cecilia itu setahu Daddy bukan berasal dari keluarga terpandang, Richard Benneton sangat menyukainya semenjak kuliah bersama di Harvard. M
"Honey, aku rindu menyentuhmu lagi. Beberapa hari ini aku terlalu sibuk dengan pekerjaan dan urusan mommy di rumah sakit," ujar Jonas sembari membelai-belai tubuh Audrey di atas ranjang. Telapak tangan Audrey menangkup wajah tampan suaminya, dia tak banyak komplain dengan kesibukan Jonas. Akan tetapi, mereka memang sama-sama merindukan satu dengan lainnya. Sebuah ciuman yang dalam tercipta dan mengawali gairah yang bergelora di ujung pagi.Perut membuncit Audrey dikecupi oleh suaminya Dia pun mendesah memanggil-manggil nama Jonas dengan mesra hingga Jonas makin bersemangat untuk membawa mereka ke puncak kenikmatan bercinta. "Ohh Baby ... faster akhh!" ucap Audrey dengan mata birunya berkabut hasrat nan pekat.Jonas pun mengisap pucuk buah kembar ranum istrinya seolah tak ingin permainan panasnya berakhir cepat. Dia menahan pergelangan tangan Audrey di atas kepala dan mengayunkan pinggulnya ritmis hingga kejantanannya yang keras melesak keluar masuk di liang sempit Audrey."Mmhh ...
Kunjungan singkat Audrey ke rumah sakit untuk menjenguk ibu mertuanya menjadi kali terakhir baginya bertemu Nyonya Cecilia Benneton. Hal itu dikarenakan Jonas marah dengan penolakan kasar mommy-nya atas kebaikan Audrey. Mereka berdua pun otomatis tinggal berjauhan dengan keluarga Benneton yang berada di Houston, sedangkan pasangan itu meninggali rumah mereka di Woodlands. Kehidupan rumah tangga Jonas dan Audrey dijalani dengan harmonis. Pasangan yang penuh cinta tersebut menantikan kelahiran putra pertama mereka.Hari demi hari terlewati hingga usia kehamilan Audrey mencapai bulan kesembilan. Jonas sengaja tidak melakukan perjalanan ke luar kota dan selalu pulang sebelum petang dari kantornya. Dia bertekad akan menemani istrinya ketika tiba saatnya melahirkan buah hati mereka.Malam itu selepas makan malam berdua di rumah, Jonas menemani Audrey menonton film HBO. Pria itu membelai lembut perut istrinya yang membuncit dan merasakan tendangan si jagoan kecil dari dalam habitatnya."Hey
"Dorong! Pada hitungan ketiga dorong dengan hembusan napas yang kuat, Audrey. One two three ... PUSH!" seru Dokter Amanda Wright yang mendampingi persalinan Audrey di ujung pagi itu.Peluh bercucuran di wajah dan juga sekujur tubuh Audrey. Suaminya menggenggam tangan wanita itu untuk memberikan semangat. "Kamu bisa, Darling. Ayo lakukan usaha terbaikmu demi Shawn!" ujar Jonas seraya tersenyum memandangi Audrey."Okay, Hubby!" jawab Audrey dengan napas terengah-engah. Jantungnya berdetak kencang karena rasa sakit di saluran melahirkan."Sekali lagi, Audrey. Kita lakukan dorongan yang kuat. One two three, PUSH!" pandu dokter kandungan itu kembali tanpa kenal menyerah."OEEEKK!" Suara nyaring tangisan seorang bayi laki-laki membahana di ruang bersalin itu.Perawat dengan cekatan membersihkan bayi yang berwarna merah itu. Sedangkan, Dokter Amanda berkata, "Selamat, Sir, Ma'am. Setelah dibersihkan, bayi kalian akan dibawa kembali untuk disusui. Kami akan lakukan observasi di ruang neonatus
"Alaa ... siapa tahu itu benih Dicky Bergins, pembalap Formula One itu. Mantan suaminya sudah menjadi orang sukses dan terkenal, bukan? Tak menutup kemungkinan Audrey main belakang saat kau pergi bekerja!" tuduh Nyonya Cecilia Benneton dengan keji. Dia membuka kipas tangan dan mengibas-ngibaskan ke arah wajahnya.Audrey yang mendapat perkataan fitnah itu tentu tak terima. Dia segera berkata, "Kalau Anda tidak menyukaiku dan juga anak ini, tak perlu menjenguk kami di sini, Ma'am. Kami akan baik-baik saja tanpa kunjungan Anda!"Suaminya pun menatap Audrey seraya mengangguk setuju. Jonas menimpali, "Mom, silakan tinggalkan saja kamar ini sekarang. Audrey masih butuh waktu memulihkan diri. Dan tak perlu beri kabar ke teman-teman sosialita Mommy. Kami tidak memerlukan perhatian mereka. Orang-orang terdekatku saja sudah cukup berbagi kebahagiaan yang sederhana ini bersama kami bertiga!""KAU LANCANG, JONAS!" Nyonya Cecilia Benneton menunjuk wajah putranya dengan kipas tangan dan mata meloto
"Wow, cantik sekali putri Jordan dan Chantal! Mungkin kelak ketika Shawn beranjak dewasa, mereka bisa menjadi sepasang kekasih, Hubby," ujar Audrey ketika melihat foto bayi perempuan sahabat dekatnya di akun media sosial.Namun, Jonas malah tertawa. Dia tadinya juga berpikiran sama. Pasti akan menyenangkan berbesan dengan sahabat dekatnya. "Kasihan mereka kalau ternyata memiliki ketertarikan kepada orang lain dan kita memaksakan keinginan agar mereka berjodoh!" jawab Jonas menolak ide istrinya."Ohh ... kau ada benarnya, Jonas. Baiklah, biarkan segalanya berjalan alami saja. Toh Shawn dan Serena bisa berteman baik, bersama Dalton juga tentunya, paman Serena yang masih bayi. Hahaha," balas Audrey dengan santai.Mereka berdua sedang berjalan pagi di taman komplek perumahan sambil mendorong baby stroller. Sinar matahari pagi masih belum terlalu terang dan udara terasa sejuk dengan tiupan angin sepoi-sepoi. Bagi Jonas, tak ada hal lain yang lebih dia inginkan selain hidup tenang dan baha
Cuaca yang mendung disertai hujan yang mengiringi acara pemakaman pembalap ternama Formula One itu menambah suasana duka menjadi kelabu. Jonas tak mempedulikan lengan jasnya yang basah oleh air hujan demi memayungi Audrey.Suara rintik hujan diselingi petir yang beberapa kali menggelegar di langit menyamarkan suara pastor yang memimpin kebaktian pelepasan jenasah ke liang lahat. Foto mendiang Dicky Bergins basah kacanya oleh air hujan.Audrey tetap saja menitikkan air mata sekalipun dia sudah bukan lagi istri sah Dicky. Banyak kenangan di masa lalu yang terasa pahit manis menjadi satu. Dia teringat momen kebersamaan mereka dulu sebelum Dicky mengalami koma akibat kecelakaan di sirkuit F1 Austin. Tempat yang sama yang merenggut nyawanya juga."Darling, jangan menangis lagi! Dia sudah pergi dan kalian bukan sepasang kekasih lagi, bukan?" tegur Jonas yang merasa agak cemburu, hanya saja yang dia cemburui sudah nyaris dikubur di bawah tanah sebentar lagi. Jadi dia tak ingin menjadi lelaki
"Shawn sudah tidur, Hubby. Aku merasa bersalah karena seharian ini meninggalkannya sendiri di rumah hanya dengan baby sitter," ujar Audrey seusai mengunci pintu kamar dari dalam. Jonas bangkit dari ranjang lalu menghampiri istrinya di tengah ruangan. Dia memeluk Audrey seraya membelai lembut kepala wanita yang teramat dicintainya itu. "Tidak apa-apa, hanya hari ini saja, bukan? Yang terpenting Shawn diurusi dengan baik juga oleh pengasuhnya. Apa kamu ingin langsung tidur, Darling?" balas Jonas lalu merangkul bahu Audrey menuju ke tempat tidur."Aku belum mengantuk, sedikit gelisah dengan janji temu besok pagi dengan Mister Bennedict Joufrans. Kuharap tak ada gosip miring mengenai warisan yang kuterima dari Dicky. Kami sudah bercerai, tetapi dia masih meninggalkan harta bendanya kepadaku!" jawab Audrey. Dia berbaring dengan kepala bersandar di dada suaminya. Jonas memahami apa yang dicemaskan oleh Audrey lalu dia pun berkata, "Tak perlu kau pikirkan apa pun yang orang luar bicarakan