Share

Siapa Bisma

Beberapa tahun yang lalu.

Dua orang itu duduk berhadapan dengan canggung. Segelas minuman dan beberapa cemilan menjadi teman mereka saat berbincang. Si lelaki menatap si gadis dengan mata berbinar, sedangkan yang ditatap malah menjadi takut, seperti sedang terjebak ke dalam kandang singa.

"Maaf, Kak. Aku belum bisa," tolaknya halus.

Celine tidak bisa menolak lelaki ini dengan kasar. Selain berkuasa karena ayahnya pemilik yayasan di universitas ini, Bisma adalah seniornya. Sedangkan dia mahasiswa baru di tahun pertama.

"Kenapa?"

Bisma menatap Celine dengan wajah kecewa. Belum pernah seumur hidupnya dia ditolak oleh wanita, sehingga merasa harga dirinya sedang diinjak-injak.

"Aku belum mau pacaran. Masih fokus sama kuliah aja dulu. Nanti bisa terganggu."

Celine menatap Bisma ragu-ragu, takut lelaki ini nekat dan memaksa. Secara hampir seluruh makhluk yang bernama wanita penghuni kampus ini menginginkannya, sementara Celine sendiri tidak.

"Apa kalau pacaran sama aku nanti bisa ganggu konsentrasi kamu belajar?"

Bisma belum ingin menyerah dan masih terus berusaha. Jangan sampai tidak dapat, bisa kalah dia. Mau ditaruh di mana mukanya nanti?

"Bukan gitu, Kak. Aku belum bisa bagi waktu antara kuliah sama hubungan dengan seseorang," jawab Celine beralasan. Padahal dalam hatinya tahu, jika dia hanya dijadikan taruhan bagi lelaki ini dan teman-temannya. Klise, tapi itulah yang terjadi.

"Aku bahkan bisa beli nilai kamu. Gak usah capek belajar, lah," tawar Bisma. Susah juga menaklukan gadis ini karena pintar sekali berkata-kata.

"Kak. Aku ini gak seberuntung kakak. Masuk universitas ini juga karena beasiswa."

Celine meraih gelas minumannya, lalu memutar sedotan dan mengaduk es batu. Wanita itu menyesapnya sedikit demi sedikit. Cemilan yang tersaji tak disentuhnya sama sekali karena tak berselera. Jantungnya berdetak tak karuan sejak pertemuan tadi.

Celine berkencan dengan Bisma? Apa kata dunia?

"Jadi? Kamu nolak aku, nih?" tanya Bisma tak senang. Suara bass-nya negitu menggelegar. Naluri kelelakiannya muncul. Ada rasa tidak terima mendengar ucapan gadis itu.

"Aku mohon pengertiannya, Kak. Aku belum bisa kalau sekarang," lirihnya berusaha menyakinkan. Matanya menatap dengan penuh permohonan. Harus begitu, supaya Bisma percaya.

"Jadi, kapan kamu bisa nerima aku?" Tanya Bisma masih belum mau menyerah.

"Aku belum tau. Aku mohon kakak ngerti, ya," ucapnya tulus.

Senyum paling manis diberikan Celine agar Bisma tidak tersinggung. Bahaya kalau sampai itu terjadi, bisa berakibat fatal pada kelangsungan hidupnya di kampus ini.

"Oke. Aku harap kamu gak bakalan nyesel. Banyak loh cewek-cewek di sini yang mau jadi pacar aku," ucap Bisma menjual diri. Laki-laki itu sangat tersinggung kali ini. Kurang apalagi dia? Tampang keren dan juga kaya raya. Celine menolaknya? Impossible!

"Makasih atas pengertiannya ya, Kak." Secara refleks, Celine meraih jemari Bisma dan menggenggamnya.

Bisma terhentak, kemudian balas menggenggam. Senyum evil menghiasi wajahnya. Tangannya bahkan tak mau melepas tautan itu. Hal itu membuat wajah Celine merona merah.

Siapa yang tidak suka diperlakukan begini oleh seorang lelaki? Apalagi sosok dihadapannya begitu sempurna bak bagai malaikat. Namun, kalau diingat alasan lelaki itu menyatakan cinta kepadanya hari ini, hati Celine kembali memanas. Dia tidak terima.

"Eh, tapi boleh kan satu kali saja kita nge-date? Aku pingin jalan sama kamu."

Celine terdiam sesaat, menimbang-nimbang sebelum memutuskan. Pergi dengan Bisma juga besar resikonya. Bisa saja nanti malah dia dijebak.

"Boleh. Sekali saja, ya." Akhirnya dia menganggukkan tanda setuju.

Bisma tersenyum menang. Mereka pun berpisah. Celine segera berpamitan pulang.

Bisma masih asyik duduk menikmati minuman dan makanan yang sudah dia pesan tadi. Lalu, laki-laki itu mengambil ponsel yang terletak di meja untuk menghubungi seseorang.

"Pa. Bilang sama pengurus yayasan, beasiswa atas nama Celina Andini dibatalkan aja."

Setelah menutup memutus sambungan, sebuah senyuman licik tersungging di bibir Bisma.

* * *

Celine begitu kaget mendapat pesan dari seseorang, yang mengatakan bahwa salah satu seniornya ingin bertemu. Bisma namanya. Dia tak terlalu hafal wajah lelaki itu karena memang jarang bertemu di kampus.

"Yang mana sih orangnya?" tanya Celine pada Kristi sahabatnya.

Mereka berdua duduk di kantin sambil memesan semangkuk bakso dan es jeruk. Kantin penuh sesak dengan mahasiswa yang kelaparan setelah selesai jam kuliah.

Antrean panjang menghiasi pemandangan sehari-hari di sana. Dengan penuh perjuangan akhir dua mangkok bakso itu berhasil mereka dapatkan.

Perlu untuk diingat juga, di kantin ini ada kursi di posisi tertentu yang sudah di kavling oleh sang penguasa, sehingga kaum pinggiran seperti mereka harus pandai-pandai mencari tempat.

"Aduh, masa' kamu ga kenal sama kak Bisma, sih. Dia anak yang punya yayasan. Yang ganteng itu loh. Idaman cewek-cewek."

Kristi mengibaskan rambut. Hari ini cuaca cukup panas, ditambah cabai yang melimpah ruah dalam kuah bakso, membuat suasana semakin gerah.

"Ada fotonya?" tanya Celine penasaran. Gadis itu masih mengunyah saat berbicara. Bakso di kantin ini memang enak sekali.

"Kamu kuper, deh. Dia kan muncul waktu ospek. Emang cuma bentar, sih. Habis itu cabut," jelas Kristi. Kali ini tangannya mengipas wajah karna keringat mulai bercucuran.

"Kapan? Perasaan gak ada, deh," tanya Celine sembari mengambil gelas minuman lalu meneguk isinya dengan kuat.

"Oh, pas kamu ke toilet deh kayaknya. Dia masuk ruangan. Ngasih sambutan bentar habis itu ngacir," jelas Kristi lagi.

Celine berusaha mencerna kata-kata itu, lalu kembali makan dengan lahap. Mata kuliah tadi cukup menguras energi untuk berpikir. Sementara itu pemahamannya memang masih kurang. 

"Terus ngapain dia mau ketemu? Belum kenal juga," tanya Celine sembari mengangkat bahu.

"Dia suka sama kamu kali," ucap Kristi menggoda sembari mengedipkan mata.

Celine tertunduk malu saat mendengarnya, lalu mengulum senyum dan terus melanjutkan makan.

"Ah, gak mungkin. Masa' Kak Bisma naksir aku?"

Celine melambaikan tangan kepada pelayan kantin yang lewat untuk meminta tambah minuman. Kristi juga ikut menambah, bukan minuman tetapi semangkuk bakso lagi.

"Oh, mungkin mau bicarain soal beasiswa," jawab Kristi dengan mulut yang masih penuh.

"Tapi kok, ketemuannya pulang kuliah? Di cafe lagi. Biasanya kalau bahas beasiswa itu, ada rapat dari pengurus yayasan," jelas Celine. Dia pernah beberapa kali mengikuti rapat itu sehingga sedikit mengerti alurnya.

"Tau, dah. Temuin aja. Lumayan, kan bisa ketemu cowok ganteng. Kalau aku sih gak bakal nolak. Apalagi kalau dia nembak buat jadiin pacar. Mau banget."

"Dasar!" umpat Celine.

Mereka kembali berbincang, hingga tiba-tiba saja penghuni kantin menjadi riuh karena kedatangan beberapa orang.

"Lin, itu tuh orangnya," ucap Kristi memberi kode ke arah Celine dengan mulutnya.

Celine menoleh dan mendapati segerombolan lelaki memasuki kantin. Hampir semua mata tertuju melihatnya. Beberapa mahasiswi bahkan berhenti makan dan berlagak manis saat mereka lewat.

Kayak film meteor garden, pikir Celine. Ada satu geng lelaki tampan, kaya, anak pemilik yayasan dan diperebutkan banyak wanita.

Mereka berkuasa dan semena-mena kepada siapa saja yang berani bersinggungan dan melawan. Siapa saja jangan coba mendekat kalau tidak ingin mencari masalah.

Pasalnya, beasiswa di kampus ini susah untuk didapatkan. Mahasiswa penerima beasiswa seperti Celine sebaiknya berhati-hati kalau tidak ingin kena masalah.

Celine pikir hal yang seperti cuma ada di film-film drama. Tenyata malah benar adanya. Praktek per-bully-an jelas ada di dunia nyata.

"Tampangnya lumayan juga," ucapnya lirih. Celine memperhatikan satu per satu yang lain. Mereka semua tampan, apalagi yang berwajah blasteran itu.

"Kan apa aku bilang? Kamu gak percaya, sih."

"Tapi aku takut."

"Halah, takut apa sih? Mereka tu tajir banget, loh. Kalau kak Bisma beneran naksir sama kamu, bisa ketiban rejeki juga aku."

Kristi tertawa geli. Tak bisa dia bayangkan, jika seandainya dekat dengan salah satu di antara mereka.

"Hus!"

Celine menepuk lengan Kristi. Dia masih asyik menatap mereka saat Bisma balas melihatnya. Laki-laki itu mengangguk, seolah-olah ingin memberi tanda bahwa dia harus datang di tempat yang telah dijanjikan.

Celine balas mengangguk, sebagai tanda bahwa dia bersedia datang. Bisma tersenyum, lalu berbincang kembali bersama teman-temannya sambil tertawa senang.

Saat waktunya tiba, Bisma menyatakan cinta dan Celine menolaknya. 

Semua bermulai sejak saat itu. Sebuah kehancurannya masa depan Celine. Bisma merasa sakit hati dan membalas semua penolakan wanita itu dalam diam dan tersusun rapi, tetapi fatal akibatnya.

Celine harus ikhlas melepas semuanya dengan lapang dada karena itu adalah pilihan. Dia harus siap menerima konsekuensinya sekalipun itu menyakitkan.

Rini Ermaya

Jika kalian suka dengan cerita ini, berikan review dan bintang lima, ya. Itu sangat berarti untuk saya. Terima kasih.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status