“Katakan Er, siapa yang sudah nyuruh kamu untuk mengambil alih pekerjaanku?” Aku kian mendesak pada temanku yang sekarang tampak sangat gugup itu bahkan terus menerus menghindar dari sergapan sorot mataku.
“Er, kenapa kamu diam cepetan jawab!” desakku kian tak sabar.
Aku kian jengkel karena sikapnya yang masih saja diam.
Di tengah kekesalanku itu mendadak aku rasakan seseorang datang mendekat dan terasa sedang berdiri di belakangku.
“Aku yang menyuruhnya,” tegas suara itu.
Sontak aku menoleh ke belakang dan melihat sosok Gamal sedang berdiri di sana.
Ketika melihat aura kharismanya yang mendominasi dengan ketegasan tatapannya, hatiku kian dihinggapi prasangka terlebih saat aku memandang sikap Erni yang sekarang kian menjadi gugup dan resah.
Nyatanya Gamal kemudian mengangkat tangannya dan memberi isyara
“Kalau boleh aku tahu di mana ayahnya Ghana dan Ghara sekarang?”Gurat di wajah Gamal menampakkan kesungguhan, pria itu tampaknya sangat penasaran dengan kehidupan pribadiku.“Ayah mereka meninggal karena kecelakaan,” jawabku santai, walau sebenarnya aku selalu miris bila mengingat nasib kakakku yang tragis itu. Kak Gio selama ini berjuang keras untuk kami, dengan terkukung dendam atas perlakuan ayah kami yang telah menolak keberadaan anak-anaknya sendiri.Kak Gio sempat berhasil dengan usaha bengkelnya bahkan kehidupan keluarga kami sedikit lebih terangkat. Tapi nyatanya dia bertemu wanita yang salah, yang malah diperistrinya. Seorang wanita bernama Nita yang bukan hanya materialistis tapi juga culas dan tidak berperasaan.Wanita itu merongrong usaha Kak Gio yang baru berkembang dengan keinginanny
Aku sontak menoleh ketika mendengar suara Hanny memanggilku.“Oh kamu Han, aku ....”“Tadi aku dengar pembicaraan kamu di ruang administrasi, pas kebetulan aku ada di sana. Kamu lagi butuh uang kan Mala?” Hanny langsung memotong pembicaraanku dengan tak terduga gadis yang selalu berpenampilan modis itu lalu mengungkapkan permasalahan yang aku hadapi.Aku mengernyitkan kening menanggapi, sebelum kemudian mendesaah panjang.“Iya, dan sekarang aku mau cari kerjaan dulu,” ucapku cepat berusaha untuk optimis.“Kalau aku mau bantu kamu, kamu mau nggak?”Aku menautkan alisku menatapnya dengan penasaran.“Kerjaan apa?”“Kayak kerja di cafe gitu,” jawab Hanny antusias, “tapi kamu nggak usah khawatir, waktu kerjanya di malam hari jadi nggak mengganggu kerjaan kamu yang lain. Aku tahu kalau sekarang kamu sudah kerja di tempat lain, kan?”Aku menjawab dengan sebuah anggukan lemah. Dalam hatiku mulai disusupi rasa lega, karena Hanny menawarkan sesuatu yang sangat aku butuhkan saat ini.“Tempatnya
“Hanny bilang kamu sedang kepepet dan aku yakin pekerjaan ini pasti akan menjadi solusi untuk permasalahan kamu.”Pria itu masih saja tak mengungkapkan tentang pekerjaan di tempat ini.“Iya aku memang kepepet dan membutuhkan uang banyak.”“Nah, aku yakin pasti akan langsung cocok dengan pekerjaan di sini.”Aku menyergap pria berambut tebal itu dengan tatapan tegas.“Kalau begitu katakan padaku Pak, pekerjaan apa yang akan jalani di sini?”“Menjadi pemandu lagu, kerjanya cukup mudah, kamu tinggal temani saja pada pelanggan yang datang dan penuhi semua permintaan mereka. Tapi kalau kamu lebih berani lagi, kamu akan mendapatkan uang yang besar dalam waktu singkat.”Aku langsung mengernyit curiga.“Lebih berani bagaimana maksudnya Pak?” tanyaku curiga
“Ada ya Pak?” tanyaku penuh rasa penasaran atas panggilan dari manajer personalia di tempatku bekerja itu.Pria paruh baya yang memiliki tubuh berisi itu menatapku sedikit tegas.Aku menjadi dihinggapi rasa gelisah.Aku mulai menduga kemungkinan yang terburuk.“Apa aku dipecat Pak?” tanyaku memastikan dengan suara yang terdengar lugas.Pria itu masih saja memberikan tatapannya yang tegas.“Mulai sekarang kamu bukan lagi seorang office girl.”Aku mengerutkan kening menjadi kian merasa janggal.“Jadi aku benar-benar dipecat Pak?”“Apa kamu tidak mendengarku tadi saudara Kumala Hapsari?”Aku menjatuhkan pundakku mulai bersikap pasrah.Setelah itu aku mulai membalikkan badan. Aku sudah merasa tak memi
“Kamu?!” seruku begitu kaget bahkan saking kagetnya aku sampai menudingkan telunjuk ke arah pria yang sedang duduk di atas kursi kebesarannya.“Apa yang sedang kamu lakukan? Benar-benar nggak sopan.”Aku langsung menarik tanganku sendiri dan membawanya ke bawah, hingga menempel pada kedua pahaku.Setelah itu aku bergerak canggung dan menunduk dengan cepat, karena terlalu rikuh dengan situasi ini.“Ngapain kamu masih berdiri di sana?” sergah pria itu.Sungguh sangat aku duga jika ternyata pria yang selama ini aku kenal dengan nama Gamal itu nyatanya adalah CEO di perusahaan bonafid ini.“Apa kamu yang bernama Pak Adhi itu?”Aku mulai berjalan mendekat dengan keraguan yang sedikit terunggah.Gamal malah melirikku tegas meski kemudian dia kembali melanjutkan pekerjaannya dengan mengarahkan tatapannya di depan layar laptop.“Apa kamu tadi tidak diberitahu Pak Mizwar?”Aku mengangguk sembari tergeragap.“Sudah Pak, tapi kenapa sebelumnya Bapak memperkenalkan diri dengan nama Gamal?”“Gamal
“Sudahlah sekarang siapkan saja semua pakaianku aku mau mandi!” sergah Gamal masih saja mengunggah kesombongannya.Nyatanya lelaki itu sama sekali tak menyebutkan solusi yang tadi sempat ia ungkit.Aku langsung tergeragap, menjadi gelisah karena aku tak tahu pasti pakaian seperti apa yang harus aku siapkan.“Gamal, turunkan suara kamu, jangan seperti itu.”Gamal menghentikan langkahnya urung ke kamar mandi dan memandang pada wajah uminya sejenak.“Kalau gitu tolong, Umi kasih tahu Mala, apa yang harus disiapkan.”Setelah itu pria arogan itu mulai melanjutkan langkahnya yang tertunda.Tante Risa mengunggah senyumnya dengan lembut. Aku jadi sangsi kalau wanita anggun dan sholehah ini bisa memiliki anak temperamental seperti itu.“Jangan diambil hati ya, Gamal memang orangnya sep
“Tugas apalagi sih Pak?” sergahku jengah menampakkan ekspresi bersungut-sungut.Gamal membalas tatapanku dengan ketegasan sikapnya.“Apa kamu sudah tidak membutuhkan pekerjaan ini Mala?”Aku sontak mendekat di depannya.“Jangan main ancam gitu dong Pak.”Aku lalu mendesah resah.“Cepetan bilang sekarang apalagi yang harus aku lakukan?”Gamal kemudian malah mengulurkan tangannya di depanku.Aku mengernyit memandang tangannya dengan datar tanpa tahu apa yang harus aku lakukan.“Kancingkan ini,” perintah Gamal menunjukkan pada kancing di lengannya yang belum terpasang.Aku benar-benar tak habis pikir, ternyata dia malah menyuruhku melakukan pekerjaan yang terlalu sederhana. Aku kemudian malah menjadi bertanya-tanya selama ini apa dia masih harus dibantu untuk melakukan pekerjaan kecil seperti ini yang bahkan anak TK saja sudah bisa melakukannya.Apa Tante Risa tetap harus membantunya sebelum bersiap ke kantor. Aku sungguh tak menyangka kalau CEO dari perusahaan besar ternyata adalah soso
“Apa yang sudah kamu lakukan?” tanya Gamal yang ternyata sudah berada di belakangku.Aku bergeming, bisu tak memberikan jawaban. Tanpa sadar aku menundukkan kepalaku.Sementara Nita langsung menghambur mendekat, memulai drama untuk menyudutkan aku tentunya.“Bagaimana mungkin kamu mempekerjakan asisten bar-bar seperti ini?!” sergah Nita sembari memberikan tatapannya yang tajam padaku dengan tangannya memegangi pipinya yang habsi aku tampar.Gamal menguarkan aura dingin dengan melemparkan tatapannya yang beku padaku.Aku menahan nafasku menunggu bagaimana reaksinya. Sangat mungkin aku akan dipecat hari ini. Tapi aku tidak pernah menyesali apa yang sudah aku lakukan pada wanita jahat seperti Nita. Aku tidak akan pernah membiarkan wanita itu menyebut bundaku bodoh.Bagiku Bunda adalah wanita terbaik di dunia yang bahkan telah mengorbankan segalanya demi anak-anaknya.“Kamu lihat dia sudah menamparku, yang.”Nita semakin memainkan dramanya.Aku masih saja diam, menarik nafas dalam menungg