Barang-barang yang ada di dalam kamar Jayden rusak di banting. Bi Ratih tampak bingung harus membereskan kamar yang layaknya seperti kapal pecah, sangat berantakan sekali. Sedangkan Jayden sedang meringkuk di atas kasurnya dengan mulut komat kamit tidak jelas.
"Aku benci kamu, Marlyn. Perempuan jalang! Aku benci sekali sama kamu!" umpat Jayden dalam diamnya.Sejak kedatangan Aldo dan Marlyn memberikan pengakuan kalau mereka sudah jadi pasangan kekasih. Dan dia kembali mengamuk setelah Aldo dan Marlyn pergi dari kamarnya.Tatapannya tajam menatap jendela kamar yang mengarah ke ranjangnya. Bi Ratih membersihkan kamar itu, di bantu oleh satpam rumah."Apa tuan Jayden selalu begini bi? Bagaimana dengan tuan besar dan nyonya? Apa beliau tahu anaknya seperti ini?" tanya satpam Beni berbisik."Entahlah, Beni. Bibi sudah kasih tahu tuan besar dan nyonya, kalau anaknya suka mengamuk dan sering kumat membanting semua barang-barangnya." jawab bi Ratih berbisik juga."Terus, apa kata mereka bi?" tanya satpam Beni."Rasanya kasihan kalau di kasih tahu, tuan besar mengatakan biarkan saja. Seharusnya tuan Jayden itu sadar akan kesalahannya, tapi katanya tuan besar akan pulang." kata bi Ratih lagi."Kalau setiap hari seperti ini, tuan Jayden pasti akan jadi gila. Kenapa tidak di rehabilitasi saja di yayasan di Bogor?" tanya satpam Beni."Dokter Andrew sudah menawarkan pada tuan Jayden, tapi katanya tidak usah di bawa kesana. Nanti jadi bahan olokan saja. Lagi pula pernah dokter Andrew memberi saran pada tuan Jayden, tapi sepertinya itu ancaman saja. Entahlah, semoga ada seseorang yang membuat bangkit tuan Jayden. Kasihan dia, gara-gara pacarnya jadi begini." kata bi Ratih lagi.Satpam Beni diam saja, dia menatap majikannya yang masih meringkuk. Tiba-tiba tubuh Jayden menggigil, matanya melotot dan bibirnya mengatup. Beni pun mendekat, dia melihat majikannya kembaki sakau. Tangan Jayden di tarik lalu di gigitnya, Beni kaget.Dia menarik tangan Jayden agar tidak di gigitnya."Tuan Jayden, jangan menggigit tangannya!" teriak Beni menarik tangan Jayden."Diam kamu! Pergi dari kamarku!" teriak Jayden."Tuan, tenangkan diri anda. Kami akan membantu anda di sini." kata bi Ratih."Kalian mau membantuku, berikan ponselnya!""Untuk apa tuan?" tanya bi Ratih."Aku ingin memesan barang itu, tubuhku sakit semua. Aku ingin mendapatkan barang itu, hubungi orangnya cepat!" kata Jayden dengan berteriak lagi."Tuan tidak boleh melakukan itu, barang itu hanya akan merusak anda tuan Jayden." kata bi Ratih mencoba menyadarkan majikannya."Heh, persetan dengan tubuhku! Tidak ada yang peduli dengan semua apa yang aku lakukan!" ucap Jayden lagi."Kami peduli dengan anda, tuan." kata satpam Beni."Kalau kalian peduli, berikan ponselnya!" teriak Jayden.Beni diam, dia menoleh ke arah bi Ratih. Keduanya bingung harus melakukan apa. Tiba-tiba pintu terbuka, langkah kaki tegap dan tegas melangkah masuk mendekat pada Jayden. Enam mata memandang laki-laki yang mendekat itu, tatapan tajam dan dingin menusuk mengarah pada Jayden yang duduk miring."Apa ini yang kamu lakukan selama ini hah?! Jadi manusia tidak berguna, kenapa kamu terjebak dengan barang itu? Apa karena patah hati sama wanita lalu kamu jadi lemah?!" ucap laki-laki paruh baya menatap tajam pada Jayden."Papa tidak akan mengerti. Jangan ikut campur urusanku!" kata Jayden."Perusahaan semua akan papa ambil alih, kamu membusuk saja jadi manusia tidak berguna di kamarmu ini!" ucapnya lagi dengan keras, dia tidak suka anaknya jadi lemah dan kalah dengan hidupnya sendiri.Bi Ratih dan satpam Beni hanya diam saja mendengar ucapan laki-laki yang tak lain adalah tuan besar. Tuan Andra, ayah dari Jayden itu memang sangat keras dengan anaknya Jayden. Terkadang memang laki-laki itu memaksa anaknya untuk bekerja dan membangun bisnis perusahaannya.Tidak ada jeda untuk lemah, sampai pada Jayden merasa jenuh dengan semua pekerjaannya. Dia mencoba mendekati barang terlarang itu, membeli dari seorang teman yang baru di temuinya di klub malam. Melalui Ronan, yang menyuruhnya datang ke klub malam. Awalnya mencoba, tapi ketika kekasihnya tahu Jayden memakai barang itu.Justru Marlyn menghianatinya dengan berselingkuh dengan sahabat, Aldo. Semakin menjadi Jayden memakai barang haram itu, hanya dokter Andrew yang masih peduli padanya. Maka dari itu, dia mencoba merawat Jayden. Setiap hari dengan waktu yang tak tentu akan datang ke rumahnya, memeriksa keadaannya."Jangan urus laki-laki tidak berguna itu bi Ratih. Katakan pada dokter Andrew, jika dia tidak mau sadar dan tidak mau terlepas dari barang laknat itu. Aku akan membawanya ke rumah sakit jiwa!" ucap tuan Andra pada bi Ratih.Bi Ratih terkejut, begitu juga Beni. Jayden hanya tersenyum getir saja mendengar ucapan ayahnya yang menyakitkan. Bukannya membantu dan menolongnya untuk lepas, tapi justru menyuruhnya di bawa ke rumah sakit jiwa.Tidak mudah terlepas dari barang laknat itu, kondisi Jayden sudah memprihatinkan. Tubuh sudah kurus, mata cekung dan wajah sudah layu karena seringnya sakau. Dan bahkan makan pun jarang sekali karena selalu mengamuk tidak jelas."Saya akan merawatnya tuan besar, jangan di bawa ke rumah sakit jiwa. Tuan Jayden pasti sembuh." kata bi Ratih."Cari seseorang untuk merawatnya juga, kamu tidak akan sanggup merawatnya sendirian. Aku masih peduli dengan keadaannya, seharusnya dia sendiri yang bangkit. Tapi justru karena masalah wanita dia jadi lemah, memalukan sekali!" ucap tuan Andra lagi.Setelah berkata seperti itu, laki-laki tegap dan terlihat tegas itu pergi dari kamar Jayden. Jayden hanya menatap sinis kepergian papanya, lalu dia pun tertawa dan berteriak kencang."Pergi saja dari rumah ini! Jangan pernah datang lagi, bahkan sampai aku mati pun. Jangan pernah datang di pemakamanku!" teriak Jayden."Tuan Jayden, anda tenanglah." kata bi Ratih."Aaaaarrgh! Pergi kalian semua!" teriak Jayden lagi.Bi Ratih dan satpam Beni kaget, mereka saling tatap. Tapi keduanya langsung pergi ketika Jayden melempar buku ke arah bi Ratih dan satpam Beni yang ada di meja di samping ranjangnya.Tubuh Jayden pun melemah, tenaga yang tadi bangkit kini terkuras. Sepanjang hari dia tidak pernah makan dan hanya terbaring di atas ranjangnya, sangat prihatin keadaan laki-laki itu. Jika sedang sakau melanda, maka tubuhnya menggigil dan giginya pasti akan menggigit bibirnya. Bahkan dia juga akan menggigit lengan tangannya dan menyedot darah yang keluar dari gigitan di lengan tangannya.Baru setelah pagi hari, darah akan menempel di atas kasur yang sudah kering. Bi Ratih di bantu oleh satpam Beni membersihkan kamar Jayden, sudah berhari-hari tidak pernah menyiram tubuhnya dengan air. Bagaimana harus mandi, tidak ada yang membantunya untuk memandikannya karena setiap kali di bawa ke kamar mandi, dia akan berontak."Bi Ratih, ini sih harus ada yang mendampingi setiap hari. Kalau kita yang membantunya, pasti tuan Jayden akan marah-marah dan membanting barang. Kalau begini terus, sudah pasti tuan Jayden akan di bawa ke rumah sakit jiwa." kata Beni."Harapan kita hanta dokter Andrew, saya harap dokter Andrew bawa seseorang membantu tuan Jayden dari masalahnya itu. Kasihan, laki-laki gagah, tampan dan punya pimpinan perusahaan harus terpuruk seperti itu hanya karena masalah perempuan." kata bi Ratih lagi."Kemarin nona Marlyn dan tuan Aldo datang kan? Apa mereka bertengkar juga di sini?" tanya Beni."Kamu bisa banyangkan sendiri Beni, bibi juga takut waktu itu masuk ke dalam kamar. Untung dokter Andrew cepat datang ketika tuan Aldo menemui tuan Jayden." kata bi Ratih lagi."Ngeri juga ya bi.""Ya, kalau di pikir-pikir sih. Semua salah nona Marlyn dan tuan Aldo.""Apa sih masalah mereka bi? Sampai tuan Jayden benci sekali sama mereka berdua. Padahal hubungan mereka dulu baik sekali." tanya Beni lagi."Tentu saja tuan Aldo merebut kekasih tuan Jayden. Entahlah, yang saya dengar sih seperti itu. Urusan orang kaya ya macam-macam saja, jangan membicarakan semuanya di luaran Beni. Tidak enak kalau di dengar orang lain." kata bi Ratih."Iya bi. Saya tetap jaga mulut, lha wong saya di bayar kerja di sini."Bi Ratih mengacungkan jempolnya, dia pun menutup pintu kamar Jayden setelah terdengar tidak ada lagi suara gaduh di dalam kamar tersebut. Tapi hanya sebentar, lagi-lagi teriakan Jayden menggema di kamarnya."Brengsek papa! Mati saja sekalian!"__*********Jayden masuk ke dalam mobil, rasanya sudah cukup dia menghormati papanya kali ini. Mungkin kedatangan papanya hanya ingin memastikan keadaan perusahaannya, bukan untuk menemuinya dan merestui pernikahannya dengan Inayah. Laki-laki itu langsung pulang ingin menemui istrinya, tiba-tiba merasa rindu dengan Inayah.Mobil di belokkan menuju rumahnya dengan cepat. Dia ingin cepat-cepat sampai di rumah dan memeluk Inayah, dan tak lama mobil sudah memasuki halaman rumahnya. Satpam Beni heran dengan bosnya yang masuk dengan cepat sekali. Langsung keluar dari mobil dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah."Tuan Jayden, anda pulang?" tanya bi Ratih."Inayah kemana?" tanya Jayden tidak sabar ingin menemui istrinya."Nyonya keluar tuan, tapi katanya sih sebentar," jawab bi Ratih."Mau apa keluar? Apa dia ingin membeli sesuatu?" tanya Jayden lagi."Entah, tapi katanya mau ke minimarket di seberang jalan itu, saya meminta saya saja yang beli tapi nyonya menolaknya," jawab bi Ratih lagi."Ya sudah, m
Inayah turun ke bawah, dia melangkah menuju ruang makan. Di mana suaminya sedang mengobrol dengan bi Ratih, perempuan itu sudah mengira kalau bi Ratih pasti akan memberitahu suaminya mengenai mertuanya yang datang dan menghinanya. Langkah Inayah terhenti sejenak, menarik napas panjang. Matanya melihat wajah Jayden yang terlihat marah, tentu marah pada papanya yang telah menghinanya tadi pagi.Perempuan itu mendekat, senyumannya mengembang. Di tariknya kursi di depan suaminya, bi Ratih pergi ke dapur. Jayden menatap istrinya yang tampak biasa saja wajahnya, dia memegang tangan Inayah kemudian menciumnya."Maafkan aku sayang," ucap Jayden."Minta maaf soal apa? Apa kamu punya salah sama aku?" tanya Inayah mengambil nasi dan di masukkan ke dalam piring suaminya."Soal papa, tadi bi Ratih cerita kalau papa menemuimu dan berkata tidak enak sama kamu," kata Jayden."Oh, itu. Tidak masalah, wajar saja kan seorang tua yang menginginkan anaknya bersanding dengan perempuan yang sepadan. Sedangk
Inayah masih diam dengan ucapan mertuanya itu. Sejak Jayden melamarnya beberapa kali, dia mempertimbangkan papa mertuanya itu. Dan benar saja kenyataannya dia di hina oleh laki-laki yang tidak pernah peduli dengan suaminya. Ingin rasanya dia menjawab, tapi dia masih memiliki tata krama sebagai seorang menantu.Setelah beberapa kalimat yang di ucapkan pada Inayah, tuan Andra pun akhirnya diam. Dia menatap dingin pada Inayah yang sedang menunduk itu."Sebaiknya kamu pikirkan pergi dari kehidupan anakku. Kamu tidak pantas menjadi istrinya," kata tuan Andra membuat Inayah dan bi Ratih terkejut dengan ucapan laki-laki tua tersebut."Maafkan saya pap, saya ...""Jangan menganggapku sebagai mertua! Aku tidak sudi menganggapmu menantu!" ucap tuan Andra.Inayah diam lagi, dia menatap nanar pada mertuanya yang terlihat kesal padanya. Bukan hanya kesal tepatnya, tapi juga sinis dan merendahkan dirinya. Bi Ratih juga hanya diam saja, dia merasa kasihan pada Inayah. Entah apa yang membuat tuan And
Inayah kini sudah tinggal lagi di rumah Jayden yang besar itu. Bi Ratih sangat senang akhirnya Inayah kembali lagi di rumah itu dengan status yang berbeda, sebagai istri dari tuannya.Sudah satu minggu setelah pernikahan itu, Inayah masih canggung berada di rumah itu lagi. Meski dia pernah hampir dua bulan tinggal di rumah itu. Kini dia sedang menyiapkan baju untuk suaminya yang siap bekerja kembali setelah lima hari cuti karena menikah. Masih bingung apa yang harus dia pilih, karena belum tahu selera suaminya.Inayah sedang memilih baju yang berderet menggantung di lemari. Jayden yang sudah selesai mandi, berdiri di tengah pintu memperhatikan istrinya yang bingung memilih baju untuknya. Jayden pun mendekat berdiri di belakang Inayah, kedua tangan kekarnya melingkar di perutnya. Membuat perempuan itu terkejut."Kamu kenapa diam saja, hemm?" tanya Jayden dengan kepala di pundak istrinya."Eh, sudah selesai mandi?" Inayah berusaha melepas pelukan suaminya, tapi Jayden malah mempererat p
Inayah gugup sekali malam ini, dia masih belum berani melepas mukenahnya. Masih duduk di sofa, karena memang dia tidak ada baju ganti. Jayden masih menelepon seusai sholat berjamaah dengan Inayah, sesekali dia melirik pada istrinya yang masih diam di sofa. Bibirnya menyungging, merasa gemas juga dengan tingkah Inayah masih memakai mukenah."Oke, nanti aku kabari selanjutnya," kata Jayden mengakhiri sambungan teleponnya.Dia meletakkan ponselnya di atas meja, menghampiri istrinya yang sedang gugup di sofa. Dia duduk di samping Inayah, menggelayutkan tangannya di lengan gadis itu. Tentu saja Inayah kaget dan semakin gugup, dia berusaha melepas tangan suaminya di lengannya. Tapi Jayden malah mencengkeram pundak di sebelahnya, wajahnya sangat dekat dengan wajah Inayah."Kenapa? Kamu kok seperti sungkan," tanya Jayden, matanya menelusuri wajah mulus tanpa make up itu."Bukan begitu, apa ini harus terjadi sekarang?" tanya Inayah tidak berani menoleh ke arah suaminya yang semakin dekat wajah
Acara resepsi telah selesai, kini mempelai pengantin sudah berada di kamar hotel yang sengaja di sewa untuk tiga hari. Kamar yang di rancang khusus untuk pengantin pada umumnya, sangat indah di taburi bunga mawar merah di atas ranjang. Setiap kamar di hias juga dengan bunga-bunga mawar merah dan putih.Awalnya Inayah kaget dengan kamar yang di hiasi oleh bunga-bunga itu, dia menatap sekeliling kamar sendirian. Karena Jayden hanya mengantarnya saja di kamar pengantin lalu pergi lagi karena ada tamu yang terlambat datang."Kamu di sini dulu ya, nanti aku kembali lagi," kata Jayden pada istrinya.Mengecup keningnya sebelum pergi, Inayah hanya diam saja. Sesungguhnya, dia masih gelisah karena mertuanya tidak datang ke acara pesta itu. Meski dia sudah di beritahu oleh Jayden, tapi entah kenapa dia merasa papanya Jayden memang sengaja tidak datang ke pesta pernikahan atau menghadiri pengucapan ijab kabul itu."Jika dia perempuan, mana boleh menikah tanpa restu orang tua. Apa lagi harus ada
"Saya terima nikah dan kawinnya Inayah Laila Maryam binti Abdul dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!""Alhamdulillah."Suara tepuk tangan dalam masjid dan tangis haru dari ibu Masri karena anak sulungnya ternyata jadi juga menikah. Meski dulu tidak jadi menikah karena tunangannya kecanduan narkoba dan akhirnya over dosis lalu meninggal. Kini Inayah menikah juga dengan mantan pecandu, tapi dia melihat Jayden tidak seperti tunangan Inayah dulu. Meski sudah di rehabilitasi dan kembali pulang, dia kembali lagi menjadi pecandu dan akhirnya harus kehilangan nyawanya karena barang laknat tersebut.Tak terasa air mata perempuan paruh baya itu mengalir karena terharu anak sulungnya akhirnya menikah juga, dengan cepat dia menghapus air matanya sebelum terlihat oleh Inayah.Sementara itu, Sisil tampak cemberut. Ibu Masri tahu anak keduanya itu tidak terima kalau Inayah menikah dengan Jayden yang juga di sukainya. Tangan Sisil di cubit kecil oleh ibunya karena
Jayden sudah menyiapkan semuanya, dia ingin menikah dengan mewah di hotel berbintang lima. Tamu yang dia undang adalah klien binsisnya, juga sahabatnya dokter Andrew. Dia mengundang Aldo dan Marlyn juga, karena dia ingin kebahagiaannya di lihat oleh keduanya. Bukannya mau membalas perbuatan mereka, tapi dia sudah melupakan kejadian itu.Baginya, kebahagiaan lebih penting di banding harus dendam pada mereka berdua. Belum lagi dia juga sudah memberitahu papanya, tuan Andra. Laki-laki itu tidak merespon ketika Jayden memberitahu kalau akan menikah.Kini, menjelang satu hari sebelum pernikahannya. Dia duduk di kafe dengan dokter yang selama ini menjadi kawan, sahabatnya yang setia."Jadi kamu sudah memberitahu papamu?" tanya dokter Andrew."Sudah," singkat Jayden menjawab."Lalu, bagaimana tanggapannya?" tanya dokter Andrew lagi."Entah, tidak ada reaksi apa pun," jawab Jayden menyesap kopinya.Keduanya diam, dokter Andrew melirik jam di pergelangan tangannya. Jayden melirik sahabatnya ya
"Inayah?"Inayah tertunduk malu, dia datang di waktu yang tidak tepat menurutnya. Dia pikir memang Jayden akan lembur sampai malam, karena yang dia tahu laki-laki itu mengatakan sedang sibuk di kantornya.Jayden melangkah mendekat, bi Ratih pun tersenyum lalu perlahan pergi meninggalkan Inayah dan Jayden."Saya ke belakang dulu, tuan Jayden, Inayah," kata bi Ratih."Bi Ratih tunggu!" ucap Inayah.Bi Ratih tersenyum lalu pergi meninggalkan Inayah. Jayden berhenti di depan Inayah, kedua tangannya di masukkan ke dalam kantong celana, menatap dalam gadis di depannya. Ada perasaan senang ketika Inayah berada di rumahnya, meski dia pasti mengelak hanya menemui bi Ratih. Tapi Jayden yakin Inayah pasti sedang mencarinya."Kamu kesini mau ketemu aku?" tanya Jayden."Tidak. Ingin ketemu bi Ratih saja, sudah lama tidam bertemu," jawab Inayah gugup.Dia tidak menyangka Jayden ada di hadapannya, Jayden hanya mengangguk pelan. Kemudian dia berbalik tapi berhenti lagi."Emm, kalau sudah selesai deng