Share

06. Jayden Mengamuk

Barang-barang yang ada di dalam kamar Jayden rusak di banting. Bi Ratih tampak bingung harus membereskan kamar yang layaknya seperti kapal pecah, sangat berantakan sekali. Sedangkan Jayden sedang meringkuk di atas kasurnya dengan mulut komat kamit tidak jelas.

"Aku benci kamu, Marlyn. Perempuan jalang! Aku benci sekali sama kamu!" umpat Jayden dalam diamnya.

Sejak kedatangan Aldo dan Marlyn memberikan pengakuan kalau mereka sudah jadi pasangan kekasih. Dan dia kembali mengamuk setelah Aldo dan Marlyn pergi dari kamarnya.

Tatapannya tajam menatap jendela kamar yang mengarah ke ranjangnya. Bi Ratih membersihkan kamar itu, di bantu oleh satpam rumah.

"Apa tuan Jayden selalu begini bi? Bagaimana dengan tuan besar dan nyonya? Apa beliau tahu anaknya seperti ini?" tanya satpam Beni berbisik.

"Entahlah, Beni. Bibi sudah kasih tahu tuan besar dan nyonya, kalau anaknya suka mengamuk dan sering kumat membanting semua barang-barangnya." jawab bi Ratih berbisik juga.

"Terus, apa kata mereka bi?" tanya satpam Beni.

"Rasanya kasihan kalau di kasih tahu, tuan besar mengatakan biarkan saja. Seharusnya tuan Jayden itu sadar akan kesalahannya, tapi katanya tuan besar akan pulang." kata bi Ratih lagi.

"Kalau setiap hari seperti ini, tuan Jayden pasti akan jadi gila. Kenapa tidak di rehabilitasi saja di yayasan di Bogor?" tanya satpam Beni.

"Dokter Andrew sudah menawarkan pada tuan Jayden, tapi katanya tidak usah di bawa kesana. Nanti jadi bahan olokan saja. Lagi pula pernah dokter Andrew memberi saran pada tuan Jayden, tapi sepertinya itu ancaman saja. Entahlah, semoga ada seseorang yang membuat bangkit tuan Jayden. Kasihan dia, gara-gara pacarnya jadi begini." kata bi Ratih lagi.

Satpam Beni diam saja, dia menatap majikannya yang masih meringkuk. Tiba-tiba tubuh Jayden menggigil, matanya melotot dan bibirnya mengatup. Beni pun mendekat, dia melihat majikannya kembaki sakau. Tangan Jayden di tarik lalu di gigitnya, Beni kaget.

Dia menarik tangan Jayden agar tidak di gigitnya.

"Tuan Jayden, jangan menggigit tangannya!" teriak Beni menarik tangan Jayden.

"Diam kamu! Pergi dari kamarku!" teriak Jayden.

"Tuan, tenangkan diri anda. Kami akan membantu anda di sini." kata bi Ratih.

"Kalian mau membantuku, berikan ponselnya!"

"Untuk apa tuan?" tanya bi Ratih.

"Aku ingin memesan barang itu, tubuhku sakit semua. Aku ingin mendapatkan barang itu, hubungi orangnya cepat!" kata Jayden dengan berteriak lagi.

"Tuan tidak boleh melakukan itu, barang itu hanya akan merusak anda tuan Jayden." kata bi Ratih mencoba menyadarkan majikannya.

"Heh, persetan dengan tubuhku! Tidak ada yang peduli dengan semua apa yang aku lakukan!" ucap Jayden lagi.

"Kami peduli dengan anda, tuan." kata satpam Beni.

"Kalau kalian peduli, berikan ponselnya!" teriak Jayden.

Beni diam, dia menoleh ke arah bi Ratih. Keduanya bingung harus melakukan apa. Tiba-tiba pintu terbuka, langkah kaki tegap dan tegas melangkah masuk mendekat pada Jayden. Enam mata memandang laki-laki yang mendekat itu, tatapan tajam dan dingin menusuk mengarah pada Jayden yang duduk miring.

"Apa ini yang kamu lakukan selama ini hah?! Jadi manusia tidak berguna, kenapa kamu terjebak dengan barang itu? Apa karena patah hati sama wanita lalu kamu jadi lemah?!" ucap laki-laki paruh baya menatap tajam pada Jayden.

"Papa tidak akan mengerti. Jangan ikut campur urusanku!" kata Jayden.

"Perusahaan semua akan papa ambil alih, kamu membusuk saja jadi manusia tidak berguna di kamarmu ini!" ucapnya lagi dengan keras, dia tidak suka anaknya jadi lemah dan kalah dengan hidupnya sendiri.

Bi Ratih dan satpam Beni hanya diam saja mendengar ucapan laki-laki yang tak lain adalah tuan besar. Tuan Andra, ayah dari Jayden itu memang sangat keras dengan anaknya Jayden. Terkadang memang laki-laki itu memaksa anaknya untuk bekerja dan membangun bisnis perusahaannya.

Tidak ada jeda untuk lemah, sampai pada Jayden merasa jenuh dengan semua pekerjaannya. Dia mencoba mendekati barang terlarang itu, membeli dari seorang teman yang baru di temuinya di klub malam. Melalui Ronan, yang menyuruhnya datang ke klub malam. Awalnya mencoba, tapi ketika kekasihnya tahu Jayden memakai barang itu.

Justru Marlyn menghianatinya dengan berselingkuh dengan sahabat, Aldo. Semakin menjadi Jayden memakai barang haram itu, hanya dokter Andrew yang masih peduli padanya. Maka dari itu, dia mencoba merawat Jayden. Setiap hari dengan waktu yang tak tentu akan datang ke rumahnya, memeriksa keadaannya.

"Jangan urus laki-laki tidak berguna itu bi Ratih. Katakan pada dokter Andrew, jika dia tidak mau sadar dan tidak mau terlepas dari barang laknat itu. Aku akan membawanya ke rumah sakit jiwa!" ucap tuan Andra pada bi Ratih.

Bi Ratih terkejut, begitu juga Beni. Jayden hanya tersenyum getir saja mendengar ucapan ayahnya yang menyakitkan. Bukannya membantu dan menolongnya untuk lepas, tapi justru menyuruhnya di bawa ke rumah sakit jiwa.

Tidak mudah terlepas dari barang laknat itu, kondisi Jayden sudah memprihatinkan. Tubuh sudah kurus, mata cekung dan wajah sudah layu karena seringnya sakau. Dan bahkan makan pun jarang sekali karena selalu mengamuk tidak jelas.

"Saya akan merawatnya tuan besar, jangan di bawa ke rumah sakit jiwa. Tuan Jayden pasti sembuh." kata bi Ratih.

"Cari seseorang untuk merawatnya juga, kamu tidak akan sanggup merawatnya sendirian. Aku masih peduli dengan keadaannya, seharusnya dia sendiri yang bangkit. Tapi justru karena masalah wanita dia jadi lemah, memalukan sekali!" ucap tuan Andra lagi.

Setelah berkata seperti itu, laki-laki tegap dan terlihat tegas itu pergi dari kamar Jayden. Jayden hanya menatap sinis kepergian papanya, lalu dia pun tertawa dan berteriak kencang.

"Pergi saja dari rumah ini! Jangan pernah datang lagi, bahkan sampai aku mati pun. Jangan pernah datang di pemakamanku!" teriak Jayden.

"Tuan Jayden, anda tenanglah." kata bi Ratih.

"Aaaaarrgh! Pergi kalian semua!" teriak Jayden lagi.

Bi Ratih dan satpam Beni kaget, mereka saling tatap. Tapi keduanya langsung pergi ketika Jayden melempar buku ke arah bi Ratih dan satpam Beni yang ada di meja di samping ranjangnya.

Tubuh Jayden pun melemah, tenaga yang tadi bangkit kini terkuras. Sepanjang hari dia tidak pernah makan dan hanya terbaring di atas ranjangnya, sangat prihatin keadaan laki-laki itu. Jika sedang sakau melanda, maka tubuhnya menggigil dan giginya pasti akan menggigit bibirnya. Bahkan dia juga akan menggigit lengan tangannya dan menyedot darah yang keluar dari gigitan di lengan tangannya.

Baru setelah pagi hari, darah akan menempel di atas kasur yang sudah kering. Bi Ratih di bantu oleh satpam Beni membersihkan kamar Jayden, sudah berhari-hari tidak pernah menyiram tubuhnya dengan air. Bagaimana harus mandi, tidak ada yang membantunya untuk memandikannya karena setiap kali di bawa ke kamar mandi, dia akan berontak.

"Bi Ratih, ini sih harus ada yang mendampingi setiap hari. Kalau kita yang membantunya, pasti tuan Jayden akan marah-marah dan membanting barang. Kalau begini terus, sudah pasti tuan Jayden akan di bawa ke rumah sakit jiwa." kata Beni.

"Harapan kita hanta dokter Andrew, saya harap dokter Andrew bawa seseorang membantu tuan Jayden dari masalahnya itu. Kasihan, laki-laki gagah, tampan dan punya pimpinan perusahaan harus terpuruk seperti itu hanya karena masalah perempuan." kata bi Ratih lagi.

"Kemarin nona Marlyn dan tuan Aldo datang kan? Apa mereka bertengkar juga di sini?" tanya Beni.

"Kamu bisa banyangkan sendiri Beni, bibi juga takut waktu itu masuk ke dalam kamar. Untung dokter Andrew cepat datang ketika tuan Aldo menemui tuan Jayden." kata bi Ratih lagi.

"Ngeri juga ya bi."

"Ya, kalau di pikir-pikir sih. Semua salah nona Marlyn dan tuan Aldo."

"Apa sih masalah mereka bi? Sampai tuan Jayden benci sekali sama mereka berdua. Padahal hubungan mereka dulu baik sekali." tanya Beni lagi.

"Tentu saja tuan Aldo merebut kekasih tuan Jayden. Entahlah, yang saya dengar sih seperti itu. Urusan orang kaya ya macam-macam saja, jangan membicarakan semuanya di luaran Beni. Tidak enak kalau di dengar orang lain." kata bi Ratih.

"Iya bi. Saya tetap jaga mulut, lha wong saya di bayar kerja di sini."

Bi Ratih mengacungkan jempolnya, dia pun menutup pintu kamar Jayden setelah terdengar tidak ada lagi suara gaduh di dalam kamar tersebut. Tapi hanya sebentar, lagi-lagi teriakan Jayden menggema di kamarnya.

"Brengsek papa! Mati saja sekalian!"

_

_

*********

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status