MasukPada akhirnya, aku tetap tak bisa menghindarinya. Aku pasrah, asal hatiku bisa tenang."Ikut aku baik-baik. Kalau nggak, anak dalam kandunganmu akan mati bersamamu!"Saat Mia mendekatiku, aku sama sekali tak menyangka kalau dia memegang pisau!Kini, ujung pisau itu menekan punggungku. Dia menyamarkan gerakannya dengan jaket di tangannya, sehingga meski kami berada di tempat umum yang ramai, tak seorang pun menyadari keanehan ini."Tenang... jangan sakiti bayiku!"Kelemahanku telah menjadi senjata andalannya. Meski tak ingin menuruti ancamannya, aku tak berani bertindak gegabah.Tak punya pilihan lain, aku pun menurut, berjalan keluar dari kafe bersamanya.Aku tak tahu ke mana dia hendak membawaku, tetapi aku yakin dia berniat mengurungku sampai anakku lahir, lalu merebutnya dariku."Mengingat aku pernah menyelamatkanmu, tolong lepaskan aku."Aku hanya bisa memohon dengan putus asa, tak ada cara lain."Cukup! Anakmu akan kujadikan syarat untuk dapat warisan. Sejujurnya, aku harus berter
Sudah jelas, ledakan ini bukan kecelakaan biasa!Polisi pun tiba. Kami berdua akhirnya selamat!Mia segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan, sedangkan aku, dengan tubuh yang sangat lelah, ikut polisi untuk memberikan keterangan.Ketika suamiku akhirnya tiba, aku duduk di bangku panjang kantor polisi, tampak lusuh dan lelah. Begitu melihatnya, aku tak kuasa menahan tangis."Maafkan aku, Sayang… Ini semua salahku. Ponselku aku setel ke mode senyap. Aku nggak tahu kamu sudah berkali-kali meneleponku. Aku sangat menyesal."Suamiku menampar dirinya sendiri berkali-kali. Di wajahnya terlihat jelas rasa sedih dan sesal. Kami saling berpelukan erat, barulah hati kami sedikit tenang.Untung saja, kejadian itu tidak membahayakan bayi dalam perutku.Aku dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Setelah yakin aku membaik, suamiku pun pergi dengan enggan, kembali ke proyek tempat dia bekerja.Setelah kejadian ini, aku tak berani lagi mencari pekerjaan dengan gaji tinggi. Ak
Ketika aku hendak menelepon polisi, aku baru sadar sinyal ponselku tiba-tiba terputus.Seketika, aku merasa benar-benar putus asa."Dia mati karena obat yang kamu berikan. Kamu juga terlibat. Kalau tahu diri, keluarlah. Ambil uang itu dan tutup mulutmu, lalu pergi dari sini!"Kenzi masih terus mengancam, tetapi aku bukan anak kecil. Aku dengar sendiri betapa licik dan kejamnya dia. Mana mungkin aku percaya kata katanya."Kalau kamu punya nyali, teruslah bersembunyi di dalam. Nggak lama lagi akan ada orang yang datang membakar rumah ini!"Kesabarannya sepertinya sudah habis. Aku mendengar suara langkah kakinya menjauh perlahan.Aku tahu dari kata-katanya bahwa aku pasti termasuk dalam daftar orang yang harus disingkirkan. Aku tersadar dan meraih ponsel lagi untuk meminta tolong, tetapi sinyalnya tetap terputus.Aku pun terduduk di lantai dengan putus asa.Bagaimana keadaan Mia sekarang? Benarkah kapsul yang kumasukkan ke gelasnya kemarin itu yang mencelakainya? Apa dia akan mati?Hatiku
Mendengar kata-kata Kenzi, Mia otomatis teringat padaku yang jadi sasaran empuk.Lagi pula, adegan tadi memang sulit membuat orang tidak berpikir demikian!Aku langsung panik dan buru-buru mencari benda apa saja di kamar yang bisa mengganjal pintu, lalu mendorongnya ke sana.Mia sudah sangat terprovokasi. Kalau dia menerobos masuk, aku bahkan tidak akan punya kesempatan untuk berbicara.Aku tak akan membiarkan anakku celaka!"Dia? Dia nggak layak!"Syukurlah, ucapan Kenzi berhasil meredakan krisis yang menimpaku.Aku benar-benar lega!Namun, ucapan berikutnya membuatku merinding lagi."Kamu terlalu gegabah! Aku hanya memanfaatkan bayi yang dikandung Anya supaya cepat dapat alasan di hadapan Tuan Besar!"Aku merasa bulu kudukku berdiri. Kenzi yang terbaring di tempat tidur ternyata telah menyelidikiku begitu dalam, bahkan sampai tahu aku sedang hamil! Aku teringat ancamannya sebelumnya dan diam-diam mulai mengkhawatirkan suamiku.Kalau Kenzi benar-benar berniat menyakitinya, maka dia da
Dia tersenyum tipis, lalu tiba-tiba mencubit pinggangku. Aku menjerit kesakitan, tetapi dalam jerit itu masih tersisa gema hasrat yang tak tertahan.Sadar akan situasinya, aku buru-buru menutup mulutku dan berusaha mendorong Kenzi menjauh dari tubuhku, tetapi sudah terlambat.Suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar dan Mia sudah muncul di luar pintu. Dia mengetuk pintu beberapa kali dengan keras, mungkin karena aku masuk tanpa menutupnya, tiba-tiba dia menendang pintu hingga terbuka.Aku ketakutan hingga wajahku pucat pasi. Aku berusaha bangkit, tetapi Kenzi menekanku hingga aku tidak bisa bergerak sama sekali dan entah sejak kapan pakaianku sudah setengah terbuka.Kepergok selingkuh di ranjang!Sepanjang hidupku, aku tidak pernah membayangkan akan menghadapi situasi seperti ini."Kenzi, kalian sedang apa?"Mia tampak sangat terkejut. Dia menuding Kenzi sambil menegurnya dengan keras."Kamu 'kan sudah lihat sendiri, kenapa masih tanya?"Sikap Kenzi benar-benar menyebalkan.Dia tidak
Wajahku seketika pucat pasi. Sejak Kenzi siuman, setiap ucapannya terus mengguncang pikiranku, membuatku kian diliputi rasa takut.Aku terpaksa menghadapi ancamannya. Aku tidak ingin terseret dalam konflik rumah tangga mereka, tetapi aku juga takut pekerjaan ini akan menyeret suamiku, apalagi sampai menghancurkan kebahagiaan kami."Baik, aku setuju… tapi cuma pura-pura, ya!"Aku menyerah. Di bawah ancaman dan iming-imingnya, aku tak punya pilihan selain berkompromi."Besok, cari cara masukkan ini ke gelas air minum Mia!" Melihatku mengangguk, Kenzi langsung mengeluarkan kapsul dan memberikannya padaku.Padahal dia masih berbaring di tempat tidur, tetapi kelihatannya semua sudah dia atur dengan rapi.Naluriku berkata, pasangan ini bukan orang yang bisa dianggap remeh."Apa ini? Aku cuma setuju kita pura-pura, bukan untuk menyakiti siapa pun!"Aku menolak dengan suara keras."Santai saja, itu cuma pil kontrasepsi. Kalau memang harus bersaing, aku nggak akan biarkan dia hamil dan menang







