Share

Perceraianku, Awal Kebahagiaanku
Perceraianku, Awal Kebahagiaanku
Penulis: Ayudhia

Bab 1

Penulis: Ayudhia
Vanessa Jayendra menangis semalaman. Saat putrinya hampir bangun, Vanessa mengompres matanya terlebih dahulu sebelum menyiapkan sarapan untuk putrinya.

Meskipun ada pelayan di rumah, Vanessa selalu turun tangan untuk menyiapkan sarapan putrinya selama bertahun-tahun.

Giselle Tanrio sudah masuk SMP tahun pertama. Dia mendengar suara pertengkaran orang tuanya semalam. Setelah bangun di pagi hari, Giselle masih melihat mata Vanessa bengkak. Dia merasa sangat kasihan pada ibunya.

Giselle menghampiri Vanessa, lalu memeluknya dan berkata, "Mama, jangan bersedih. Papa memang salah, kamu nggak usah maafkan dia."

Vanessa tidak ingin memengaruhi putrinya. Dia hanya tersenyum dan mengusap kepala putrinya sembari membujuk, "Um, jangan sampai masalah orang dewasa membuatmu terpengaruh. Jangan khawatir, kamu berangkat ke sekolah dulu."

Giselle tidak menunda waktu lagi. Setelah sarapan, sopir mengantarnya ke sekolah. Sementara itu, Vanessa baru duduk di sofa ruang tamu dengan ekspresi terbengong-bengong.

Sepertinya Vanessa sangat lelah. Dia mendongak. Rambutnya yang rutin dirawat sangat tebal dan berkilau, juga tergerai di tulang selangkanya yang menonjol. Jaket rajut yang lembut tidak bisa menutupi lekukan tubuhnya yang sempurna.

Vanessa sudah berusia 36 tahun. Kulitnya sangat mulus, bahkan tidak ada kerutan sedikit pun di wajahnya.

Vanessa memang memiliki kecantikan yang sangat menonjol. Parasnya begitu sempurna. Sejak kecil, banyak pengagum yang mendekatinya. Namun, Vanessa baru luluh setelah didekati Marvin Tanrio selama 2 tahun sewaktu kuliah.

Kemudian, Vanessa menikah dengan Marvin setelah lulus kuliah. Pada tahun kedua pernikahan mereka, Vanessa melahirkan Giselle.

Latar belakang keluarga Marvin sangat hebat. Beberapa tahun ini, dia juga memanfaatkan kesempatan untuk mengalihkan perusahaannya ke industri AI. Perusahaan Marvin makin sukses.

Jadi, Vanessa sangat dimanjakan sehingga tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. Kehidupannya sangat simpel. Seiring dengan pertambahan usia, kecantikannya tidak memudar. Auranya malah makin elegan.

Di lingkaran sosial kalangan atas, Vanessa memang terkenal karena kecantikannya. Semua orang mengatakan dia mengandalkan paras dan postur tubuhnya yang sempurna untuk membuat Marvin setia padanya.

Vanessa juga tidak menyangka Marvin berselingkuh. Sewaktu Vanessa tiba-tiba pergi ke Grup Tanrio, dia melihat Marvin bermesraan dengan wanita lain di dalam mobil yang diparkir di tempat parkir bawah tanah.

Kala itu, Vanessa merasa dunianya runtuh. Mereka adalah pasangan suami istri yang harmonis selama belasan tahun. Vanessa mengira keluarganya bahagia dan suaminya setia. Ternyata suaminya bahkan tidak sabar untuk bercinta dengan wanita lain di dalam mobil.

Vanessa tidak bisa berpikir jernih. Kemudian, Marvin tentu berusaha menjelaskan dan berdebat. Akhirnya, Marvin kehilangan kesabaran.

Pikiran Vanessa sangat kacau. Dia ingin mencari seseorang untuk mencurahkan isi hatinya. Vanessa langsung mengganti baju dan mencari sahabatnya, Isabel Yahya.

Isabel datang terlambat. Dia melihat Vanessa duduk di kursi rotan balkon.

Angin semilir meniup rambut Vanessa hingga menempel di pipinya. Vanessa menyelipkan rambutnya di belakang telinga dengan jari-jari tangannya yang indah. Paras Vanessa yang menonjol dan menawan pun terlihat.

Isabel sudah menjadi teman baik Vanessa selama bertahun-tahun. Namun, setiap kali dia selalu diam-diam iri Tuhan benar-benar pilih kasih memberi Vanessa kecantikan yang luar biasa.

Isabel menahan emosinya, lalu menghampiri Vanessa dan duduk di depannya. Dia baru melihat mata Vanessa memerah. Ekspresi Vanessa terlihat gundah. Isabel bertanya, "Ada apa?"

Melihat perhatian Isabel, Vanessa tersenyum seperti mentertawakan diri sendiri. Matanya makin memerah, dia terlihat sangat sedih. Vanessa menjawab, "Marvin selingkuh."

Isabel terdiam. Vanessa yang jeli merasakan ada yang tidak beres dengan ekspresi Isabel. Dia bertanya dengan perasaan gugup, "Isabel, apa kamu sudah tahu?"

Isabel mengatupkan bibirnya. Melihat ekspresi Vanessa yang terkejut, dia mengerjap dan menyahut, "Iya."

"Kapan? Kenapa kamu nggak beri tahu aku?" tanya Vanessa. Suaranya agak keras. Dia sangat emosional.

Vanessa menganggap Isabel sebagai teman terbaiknya. Namun, Isabel yang sudah tahu Marvin berselingkuh malah tidak memberitahunya.

Reaksi Vanessa yang emosional menarik perhatian orang di sekeliling. Isabel membalas sembari mengernyit, "Vanessa, kamu jangan bersikap seperti ini kepadaku. Aku nggak beri tahu kamu demi kebaikanmu."

Vanessa menimpali, "Demi kebaikanku apanya? Isabel, suamiku selingkuh! Apa kamu juga merasa hal seperti ini bisa diterima? Apa aku harus hidup bersama dia selamanya setelah memaafkannya? Kamu itu pengacara!"

Isabel bertanya, "Ini nggak ada hubungannya dengan profesiku sebagai pengacara. Tapi kamu ... Vanessa, apa yang ingin kamu lakukan setelah tahu Marvin selingkuh?"

Ekspresi Vanessa berubah. Dia terdiam, sepertinya dia sedang merenung dan tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Isabel.

Sementara itu, Isabel membantu Vanessa menjawab, "Kalau kamu nggak cerai, itu berarti kalian cuma bertengkar biasa seperti sebelumnya. Dia menghiburmu dan memberimu hadiah yang mahal, lalu kalian kembali menjadi pasangan suami istri yang harmonis. Kalau aku beri tahu kamu, nantinya kamu malah tambah stres."

"Tapi, kalau kamu mau cerai, apa kamu berhak? Selama ini, aku paling tahu kehidupan seperti apa yang kamu jalani. Kamu langsung menikah dengan Marvin begitu lulus kuliah. Kamu nggak pernah kerja, tinggal di vila mewah, diantar sopir ke mana-mana, dan diurus pelayan di rumah," lanjut Isabel.

Isabel meneruskan, "Lihat kulit di sekujur tubuhmu ini, biaya perawatannya miliaran setiap tahun. Kamu sudah 36 tahun, apa kamu bisa menghidupi diri sendiri setelah meninggalkan Marvin? Sebagai temanmu, aku langsung bicarakan hal yang realistis saja. Biarpun cerai, paling-paling kamu akan cari pria kaya lagi untuk menghidupimu."

Isabel menambahkan, "Kalau kamu ganti pria lain, hasilnya juga nggak akan lebih baik daripada tetap menjadi istri Marvin. Apalagi kamu masih punya anak. Kalau kalian cerai, bagaimana dengan Giselle?"

Isabel sangat blak-blakan. Ekspresi Vanessa terus berubah-ubah, dari terkejut, murung, malu, lalu sedih. Vanessa terus memandangi Isabel sambil berlinang air mata.

Vanessa berucap, "Isabel, selama ini aku nggak tahu ternyata kamu menganggapku begitu nggak berguna. Apa kamu selalu meremehkanku?"

Isabel mengernyit dan langsung menyangkal, "Nggak."

Vanessa hanya tersenyum getir. Suami yang dianggapnya paling baik malah berselingkuh. Orang yang dianggapnya teman terbaik malah meremehkannya selama ini. Hidupnya benar-benar konyol.

Vanessa tiba-tiba mengangkat tangan dan menyeka air mata dengan punggung tangannya. Setelah itu, dia berdiri dan hendak pergi.

Hanya saja, Vanessa memandang Isabel sebelum pergi. Dia teringat dirinya bertemu dengan Isabel waktu hari pertama kuliah di asrama. Waktu itu, Isabel masih gadis dari keluarga miskin yang sederhana, tetapi dia sangat rajin.

Kemudian, Isabel masuk ke perusahaan Marvin karena hubungannya dengan Vanessa setelah lulus kuliah. Isabel perlahan-lahan menjadi supervisor di divisi legal Grup Tanrio.

Apa Isabel yang berbuat seperti ini "demi kebaikan Vanessa" benar-benar tulus? Apa dia berbuat seperti ini karena berstatus sebagai karyawan Marvin?

Vanessa tidak berani memikirkannya lagi. Dia hanya berujar kepada Isabel, "Terima kasih atas peringatanmu hari ini. Aku juga sudah memutuskan untuk cerai dengan Marvin."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 100

    Semudah ini?Vanessa sendiri tidak menyangka Jeremy akan langsung setuju begitu saja. Dia mendongak dengan kaget. Tatapannya bertemu dengan mata Jeremy yang menyiratkan senyum samar. Sepertinya suasana hati Jeremy hari ini memang sedang baik."Kalau kamu yang bilang, aku pasti setuju."Kalimat ini agak ....Vanessa menjadi canggung. Dia menyelipkan sedikit rambut yang tergerai ke belakang telinga, lalu sengaja mengalihkan pandangan ke arah lain, asal bukan wajah Jeremy.Berbeda dengannya, tatapan Jeremy yang duduk santai dengan kaki bersilang tak beranjak sedikit pun dari sosok wanita di hadapannya. Terang-terangan, tanpa upaya menyamarkan.Jantung Vanessa mulai berdegup kencang. Dia buru-buru mencari alasan agar bisa menghindari tatapan Jeremy. "Kalau begitu, Pak Jeremy, aku pamit ....""Vanessa!"Jeremy meletakkan rokok yang belum dinyalakan itu. Dia bangkit, mendekat, dan mencondongkan badannya ke hadapan Vanessa.Wajah tampan dan tegas itu kini berada sangat dekat. Mata hitamnya me

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 99

    Sudut bibir Vanessa terangkat, matanya yang jernih melengkung penuh senyum. "Sebenarnya hukuman seperti ini justru bagus untuk Alika, lho.""Memang sih, tapi melelahkan."Vanessa tak bisa membantah. Semua anak memang tidak suka belajar, apalagi kalau harus belajar di luar jam sekolah.Di luar, Alika masih sempat menangis meraung-raung. Entah apa yang dikatakan Lukman padanya, tiba-tiba gadis kecil itu berlari masuk ke dapur dan memeluk Vanessa sambil merengek."Bibi Vanessa, tolong aku, ya. Aku bener-bener nggak mau ikut les tambahan, apalagi kalau Kak Robby yang ngajar. Tolong bilang ke Paman, dong. Bibi kan baik banget, masa tega lihat bunga bangsa seimut ini disiksa?"Vanessa tak kuasa menahan tawa, lalu melirik Lukman yang tersenyum lebar di dekat pintu. Sepertinya ini memang ide dari Lukman. Namun, kenapa Alika malah disuruh minta bantuan dirinya?Jantung Vanessa berdetak sedikit lebih cepat. Dia mengalihkan pandangan dari tatapan penuh arti Lukman, kembali menunduk menatap wajah

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 98

    Jeremy mengulurkan bunga di tangannya kepada Vanessa. "Selamat, Vanessa."Kedua mata Vanessa berkedip saat menerima bunga tersebut. "Terima kasih."Sembari menunduk, dia memandangi rangkaian iris ungu di pelukannya. Bunga ini melambangkan cahaya dan kebebasan. Entah Jeremy benar-benar paham maknanya, atau hanya kebetulan saja.Di ruang tamu, dua gadis kecil itu sontak terkejut melihat Jeremy datang membawa bunga.Alika bergumam dengan kecewa, "Duh, kita juga seharusnya beri bunga ke Bibi Vanessa. Kok bisa lupa, ya? Makasih Paman sudah ingat."Jeremy belum sempat menanggapi, Alika sudah nyerocos lagi."Tapi, biasanya urusan beli hadiah itu diurus Kak Robby, 'kan? Jangan-jangan Paman ingat gara-gara diingatkan Kak Robby, atau jangan-jangan ini Kak Robby yang beli?"Vanessa langsung mendongak. Matanya yang berbinar bertemu dengan pandangan Jeremy.Jelas terlihat, pria ini sedang marah karena ucapan polos dari Alika. Bibirnya terkatup tipis, sebelum akhirnya dia menatap Vanessa dan menjela

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 97

    Setelah libur musim panas tiba, Vanessa berencana membawa Giselle menginap beberapa hari di rumah orang tuanya. Setelah itu barulah dia akan menceritakan semuanya pada mereka.Sore itu, Vanessa sibuk membereskan rumah. Terpikir jaraknya lebih dekat dengan sekolah anak-anak, dia memutuskan untuk menjemput Giselle dan Alika.Mulai besok, Giselle akan kembali ke rumah Marvin. Vanessa ingin memanfaatkan waktu hari ini untuk berbicara berdua dengan putrinya. Begitu tiba di gerbang sekolah, beberapa orang tua murid langsung melirik ke arahnya.Sejak insiden di pesta ulang tahun keluarga Arkan, berbagai gosip miring beredar tentang dirinya. Vanessa pun jarang lagi menunjukkan keterampilannya yang dulu sering dibicarakan, seperti datang ke rumah orang untuk memasak.Meskipun ucapan Paula belum tentu benar, sebagian besar orang tua murid tetap memandang rendah perilaku Vanessa. Bahkan ada yang khawatir dia akan merebut suami orang dengan wajahnya yang cantik.Vanessa mengabaikan tatapan penuh s

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 96

    Sekretaris Calvin baru kembali ke kantor hukum setelah mengantar Vanessa ke rumah sendiri.Setibanya di kantor, sekretaris Calvin buru-buru mendatangi ruangan Calvin. Melihat Calvin sedang menelepon, dia tak berani menyela, hanya berdiri tenang di sisi ruangan.Calvin melirik berkas di tangan sekretarisnya, alisnya sedikit terangkat. Dia segera mengakhiri panggilan itu secepat mungkin. Begitu telepon ditutup, sang sekretaris langsung menyerahkan berkas tersebut."Sudah beres, surat cerainya sudah di tangan. Nggak ada hambatan sama sekali, semuanya lancar."Calvin memeriksa berkas itu. Selain kesepakatan yang sebelumnya sudah ditandatangani Marvin dan dinyatakan sah, ada tambahan soal hak asuh, bahkan Marvin masih menambahkan uang tunjangan sebesar seratus juta per bulan untuk Vanessa.Nominalnya memang tidak fantastis, tapi mengingat sikap Marvin yang dulu perhitungan setengah mati, perubahan ini terasa seperti berbalik seratus delapan puluh derajat.Calvin tercengang, lalu menoleh ke

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 95

    Calvin mengernyit. "Apa Marvin bakal datang?""Dia pasti datang."Calvin merasa heran dengan nada Vanessa yang begitu yakin. "Bu Vanessa yakin? Cuma perlu sekretarisku mengantarkan dokumennya?""Yakin. Tolong titipkan saja ke sekretaris Bapak.""Baik."Setelah menutup telepon, Calvin memanggil sekretarisnya dan menjelaskan situasinya."Pagi-pagi besok, serahkan dokumen-dokumen itu ke Bu Vanessa. Tapi nggak perlu langsung kembali. Aku penasaran, gimana cara dia bisa membujuk Marvin?""Kamu pantau di tempat, lihat apa Marvin benar-benar akan pisah baik-baik dengannya. Terus, apa dia bisa terima perjanjian cerai yang Vanessa ajukan."Sekretaris Calvin juga penasaran. Oleh karena itu, dia sudah menunggu di depan Pengadilan Negeri sejak pagi keesokan harinya.Melihat Vanessa tiba, dia menyerahkan dokumen yang diminta, lalu bertanya sambil menatap Vanessa, "Ibu yakin semua bakal berjalan lancar?"Vanessa tersenyum tipis. "Tenang saja. Kalau kamu ada perlu, pulang dulu saja.""Ah ... nggak us

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status