“Oekkk.. oekkk.. oekkk”. Terdengar suara tangis bayi yang awalnya sayup-sayup menjadi semakin keras. Sekar terkejut dan mencoba mencari sumber suara itu. Ia bergegas mengelilingi rumah yang ukurannya cukup luas. Rumah itu memiliki 4 kamar, dapur, 2 kamar mandi dan ruang tamu yang luas.
Mereka akan menginap selama dua minggu namun di hari pertama, suasana cukup terasa menegangkan. Sekar cukup terganggu dengan suara bayi yang semakin keras itu. Teman-temannya mulai keheranan melihat tingkah laku perempuan berkepang dua itu, namun mereka hanya bisa mengernyitkan dahinya. Penyebabnya karena tak seorangpun yang mendengar suara tangis bayi itu kecuali Sekar. Sekar bergegas membuka pintu masing-masing kamar dengan cepat namun ia tidak menemukan seorangpun disana. Ketika ia hendak membuka kamar terakhir yang terletak di belakang, ia dikejutkan dengan tepukan tangan di bahunya, Sekar menoleh dan terkejut bukan main. Ia melihat lelaki seusia ayahnya berdiri tegak menghadapnya. lelaki itu tersenyum penuh makna melihat tingkah laku gadis berkepang dua itu. “Mbak, cari apa? Ini gudang, hanya berisi perkakas atau barang tidak dipakai saja,” ucapnya dengan nada ramah dan senyum yang terkesan mengerikan. “Maaf pak, saya sedari tadi mendengar bayi menangis, dan sepertinya sumber suaranya dari ruang ini,” jawabnya dengan penuh keyakinan, Sekar merasa firasatnya tidak salah. “Maaf mbak, rumah ini sudah kosong selama lima tahun karena pemiliknya pergi ke kota, mereka menitipkan rumah ini pada saya, perkenalkan saja Sujito, adik pemilik rumah ini, mbak ini siapa ya?” ucapnya sambil mengulurkan tangannya yang kekar, terdapat bulu-bulu halus di tangannya yang semakin menunjukkan kesan gagah dan maskulin. “Maaf pak, jika saya kurang sopan, saya Sekar Arum. Mahasiswa semester lima dari Universitas X, kemarin saya menghubungi bapak untuk konfirmasi rumah ini sebagai tempat tinggal kami untuk melaksanakan KKN selama dua minggu.” Jawab Sekar sambil menyambut tangan itu, terasa dingin namun seolah tak ingin lepas. Sekar nampak berusaha melepaskan genggaman tangan itu sambil tersenyum seolah tak nyaman. Menyadari gelagat tak biasa, Pria kekar itu melepas genggamannya dengan senyum seperti menahan malu. Sekar merasa rumah ini tidak beres namun ia tidak bisa memuaskan rasa penasarannya, karena ini bukannlah rumahnya, sungguh tidak sopan jika menggeledah rumah orang lain hanya untuk mengobati rasa penasaran itu, lantas ia mencoba mengabaikannya. “Teman-teman, besok kita mulai survei. Siang ini kita istirahat dulu, nanti sore kita rapatkan tentang plan selama KKN disini.” Ungkap Adi sang ketua kelompok sambil memandangi wajah teman-temannya yang masih terlihat kelelahan. Adi membagi kamar agar mereka tidak saling berebut, dengan rincian sebagai berikut ; Adi dan Danan di kamar nomor 1, Ardan dan Joko di kamar nomor 2, Sekar, Mila dan Susan di kamar nomor 3. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, matahari mulai terbenam di ufuk barat tanda-tanda mulai menjelang maghrib. Suasana desa itu semakin sepi. nampak tidak ada aktivitas di luar rumah dan tidak terdengar suara adzan. Di dalam kesunyian itu, tiba-tiba muncul suara adzan yang membangunkan mereka dari lamunan masing-masing. Suara adzan maghrib itu terdengar dari gawai milik Adi sang ketua kelompok. “Teman-teman ayo kita sholat dulu sebelum lanjut diskusi. Susan kamu disini dulu ya, nanti akan ada orang kirim katering untuk makan malam kita,” Titah Adi pada Susan. Susan menganggukkan kepala tanda setuju. Ia satu-satunya mahasiswa yang beragama nasrani sehingga tidak keberatan jika harus berjaga-jaga sambil menunggu pihak katering datang. 10 menit setelah teman-temannya beranjak menuju kamar mereka masing-masing untuk sholat, mulai terdengar suara tawa anak-anak yang saling berkejaran di depan rumah kontrakan mereka. Kondisi kontrakan memang tidak jauh dari jalan raya, hanya terhalang oleh halaman yang luas namun gersang. Hanya terdapat satu pohon mangga berukuran besar. Susan reflek berdiri, ia mulai menyibak gorden dirumah itu agar pandangannya tidak terhalang karena ingin memuaskan rasa penasarannya. “Lho, kok sepi? Enggak ada orang? Perasaan baru saja aku dengar suara anak-anak bermain, apa aku salah dengar?” ia bergumam seolah-olah tak percaya apa yang di dengarnya. Kecewa dengan apa yang dilihatnya, Ia kembali duduk dan memainkan gawainya dan mengecek notifikasi di akun medsosnya. “Tok... tok... tok.” Terdengar pintu depan di ketok, Sekar reflek bangkit dari duduknya, ia mengira petugas catering mungkin telah datang. Saat ia membuka pintu rumah itu ternyata nihil. Tak seorangpun diluar sana, hanya hembusan angin yang membuat bulu kuduknya semakin merinding. Ia menutup kembali pintu itu namun seperti terhalang sesuatu, rambut panjang yang menjuntai kebawah hingga seolah menyapu lantai rumah itu. Susan terkejut, matanya melotot menatap rambut itu, ia mencari kemana sumber rambut itu, hingga ia melihat sesosok perempuan di halaman rumah yang sedang berdiri membelakanginya dengan punggung yang berlubang, terlihat belatung menari-nari menggerogotinya. “Setan... Sundel Bolong!” Teriaknya dengan keras sambil menutup pintu rumah itu, ia tersungkur sambil duduk bersimpuh memegangi wajahnya. Batinnya shock, detak jantungnya semakin berdetak cepat. Napasnya terengah-engah, Susan merasa jantungnya hampir copot. Mendengar teriakan itu, teman-temannya segera bergegas menghampiri Susan, semua nampak panik tidak terkecuali Sekar. Susan bercerita tentang kejadian seram yang baru saja ia alami meski terbata-bata. Penjelasan Susan membuat bulu kuduk mereka merinding, seolah-olah mereka bisa merasakan apa yang dialaminya. Beberapa saat kemudian terdengar kembali suara ketukan pintu. Semua orang saling menatap seolah tidak ada yang berani membukanya. Mereka seperti trauma dengan cerita Susan, khawatir akan mengalami terror serupa, Adi sebagai ketua mencoba memberanikan diri untuk membuka pintu itu. “Maaf dik, kami terlambat mengantar makanan ini karena tadi hujan,” sapa perempuan berkerudung merah itu, ia tersenyum sambil memberikan 10 kotak makanan untuk makan malam mereka. Padahal hari itu terlihat cerah, tidak ada tanda-tanda akan turun hujan bahkan seharian cuaca cukup panas. “Iya mbak, tidak apa-apa kami mengerti,” Ucap Adi menenangkan wanita muda itu. Mendengar penuturannya, wanita muda itu mohon undur diri, dia nampak berjalan tanpa alas kaki, menggunakan drees vintange warna merah lengkap dengan kerudungnya, terlihat berjalan cepat tanpa halangan. “Pantas, dia terlihat kelelahan mungkin karena lelah berjalan kaki,” gumam Adi. Ia segera beranjak dan menutup pintu. Ia mulai membagikan makanan dalam kotak itu pada teman-temannya. Danan dan Joko yang sudah kelaparan segera menyantap kotak yang berisi mie goreng yang masih hangat dengan toping ayam dan telur mata sapi diatasnya. Tika dan Susan hanya memandangi makanan diatas meja itu, mereka nampak tidak berselera sedangkan Adi memilih untuk mengambil minuman terlebih dahulu. Sekar mematung, ia merasa heran karena ia pesan nasi goreng namun malah mie goreng yang ada di hadapannya. Tiba-tiba gawai sekar bergetar, terlihat ada notifikasi pesan dari pihak katering yang mengatakan bahwa mereka akan terlambat sampai tujuan karena motor mereka mogok. Sekar terkejut hingga menjatuhkan gawainya, semua orang menatapnya. “Jangan makan makanan itu, itu bukan masakan manusia!” teriak Sekar mengejutkan teman-temannya, ia reflek mengambil makanannya dan membuangnya ke tong sampah. Teman-temannya terkejut seolah tak percaya tentang apa yang terjadi. Namun makanan itu seolah berubah disaat Sekar berteriak. Nampaklah mie goreng itu berwujudkan cacing yang masih hidup bahkan bergeliat, toping ayam suwir dan telur mata sapi ternyata adalah bangkai ayam dan bola mata sapi. Danan dan Joko reflek berlari keluar rumah dan memutahkan semua isi makanan dalam perutnya. Adi segera membantu Sekar membuang makanan itu ke tong sampah. Tika dan Susan terlihat pingsan setelah melihat makanan menjijikkan itu, suasana nampak kacau balau. “Ada yang tidak beres dengan desa ini,” gumam Sekar. Ia nampak mengawasi sekitar seperti merasa ada yang memperhatikannya. Sekar merasa energi makhluk halus itu kuat hingga membuat bulu kuduknya merinding. Adi selaku ketua segera meminta teman-temannya untuk beristirahat di kamar termasuk Sekar. “pulanglah... ini bukan tempatmu!” teriak perempuan berkerudung merah itu, sorot matanya tajam, seolah mencabik-cabik Sekar yang berlarian tunggang langgang. Sekar berlari menerobos hutan dalam pekatnya malam, berbekal cahaya rembulan, ia terus berlari untuk menghindari perempuan itu. Tiba-tiba di ujung pohon besar, terlihat perempuan menggunakan pakaian sinden, kulitnya bersih berjenis kuning langsat, ia tersenyum menatapnya dan berteriak “lawan, perempuan bergaun merah itu!”Sulastri semakin emosional saat mendengar pernyatan Patih Arhan yang cenderung meremehkannya seolah ia memang memiliki segalanya tapi tidak dengan cinta. Kilasan kenangan tentang masa lalu Sulastri yang terbuang akibat fitnah adik tirinya kini membayangi, perasaan kecewa dan terluka yang coba ditutupi seolah bangkit lagi! Teringat saat dirinya ditawan dalam goa tua yang membuatnya tumbuh menjadi pembenci dan menghalalkan segala cara agar tetap abadi. Puluhan lelaki sengaja dijeratnya untuk kekuatan, pesona dan pelampiasan hasrat terlarang sebagai upaya melawan kesepian diri. Melihat konsentrasi Sulastri yang kian terpecah, Patih Arhan segera merapalkan mantra untuk membebaskan arwah yang telah menyatu dalam tubuh Sulastri agar berbalik menyerangnya!"Ingsun nyuwun kawelasan Sang Hyang Jagad Raya,kawula ngatur sabda tumekaning alam sukma,Sukma kang kesasar,kang kaiket ing duka lan dosa,metu saking panguwasaning pepeteng,bali marang padhanging jati.""Ya Sukma kang den jerat,den
"Sekar, jika kau memohon padaku, aku akan membawamu ke istanaku, menjadikanmu Ratu di kerajaanku!" "Sampai matipun aku nggak sudi! Kau telah menghancurkan keluargaku!" Petir menyambar hingga sebatang pohon terbakar, kobaran api perlahan membesar, hujanpun berangsur berhenti, hanya tinggal gerimis melanda. Sekar dan Sulastri kini berada dalam kobaran api, keduanya tengah bergulat dalam pertempuran terakhir. Antara jiwa manusia dan iblis kini saling berpacu dengan waktu, puluhan pasang mata tengah mengawasi, siapakah yang akan bertahan? Jiwa manusia yang rapuh atau iblis yang penuh iri dengki. Sekar telah berpasrah pada keadaan, merasa hidupnya telah diujung tanduk. Kilatan kenangan semasa hidup tentang bertahan hidup saat hendak ditumbalkan oleh mereka yang serakah kembali terngiang, tentang KKN di desa terkutuk, pertempuran dengan arwah noni belanda, kesurupan nenek kosan, tumbal pesugihan weton keramat, membebaskan aryo, tumbal pabrik garmen, pertempuran dengan ratu jawa lalu
"Ibu ...." teriak Sekar sambil berlari menuju ibunya, tangisnya pecah seketika. Namun, ada yang aneh dengan sang ibu, wajahnya pucat, tatapan mata kosong, mirip mayat hidup. Tiba-tiba dari belakang muncul Seno, satu-satunya adik laki-laki yang selalu dibanggakan. Keduanya bagai jiwa tak terarah, hidup segan matipun tak mau. "Mereka adalah jaminan hidupmu, Sekar. Jika kau menolak perjamuan ini maka arwah mereka yang akan menggantikanmu! Jika kau menerimanya maka kupastikan mereka akan tetap hidup." Sekar kini dilanda dilema luar biasa, ia tak bisa membiarkan kedua orang terkasihnya mati begitu saja, tapi juga tak ingin bergabung dengan kerajaan Sulastri. Gadis itu masih terdiam, memikirkan apa yang seharusnya dilakukan hingga akhirnya Patih Arhan menghampirinya. "Dinda, jangan ikuti kemauan dia, aku akan mencari cara untuk menyelamatkan kalian semua meski nyawaku taruhannya." Patih Arhan menatap gadis yang begitu dicintainya, jika harus berkorban tak masalah baginya. "Tidak,
"Astaghfirullah, Seno!" teriak Ustadz Lukman saat hendak sholat shubuh.Pria itu mendapati ponakannya tengah terbaring di sebuah kamar seorang diri, matanya terbuka, telanjang bulat dan denyut nadinya melemah.Ustadz Lukman bergegas memakaikan pakaian untuknya lalu membopongnya keluar kamar. Namun, hal buruk terjadi, saat telah berhasil keluar dari gubuk reot itu tiba-tiba pemandangan berubah drastis. Kini mereka berada di sebuah hutan jati yang luas sejauh mata memandang.Gubuk reot yang mereka tempati juga berubah menjadi gua kecil yang mulai mengeluarkan berbagai binatang melata di depannya."Astaghfirullah, lindungi kami Ya Allah," ucap Ustadz Lukman sambil terus berzikir mengharap pertolongan-Nya.Tiba-tiba muncul seorang wanita tua yang berpakaian lusuh dan sangat mengerikan. Matanya melotot, payudaranya besar dan panjang hingga menjuntai ke tanah, rambut hitam panjang dan kuku di tangan yang siap memcabik siapapun yang menghalanginya.Ustadz Lukman bergidik ngeri. Ia merasakan
"Pak, sadarlah!" ujar Ibu Aryo yang terkejut melihat suaminya berbaring di ranjang tanpa busana. Wiryo terlihat memucat tak berdaya, tubuhnya ditutupi sarung. Wanita paruh baya itu segera berteriak meminta tolong tetangga untuk membawa suaminya ke rumah sakit. Di sisi lain, Surti tengah naik ojek untuk pergi ke rumah Warsa, adik Wiryo. Wanita yang tengah dalam pengaruh Sulastri itu berencana untuk menggoda duda tampan itu agar bersedia menjadi tumbalnya. Tiba-tiba angin bertiup kencang, suara anjing melolong, memecah kesunyian di balik senja. Surti dengan tatapan kosong, mulai mengetuk pintu rumah Warsa. "Ada apa Surti? Tumben kamu datang ke mari?" "Mas, aku ingin cerita tentang Mas Wiryo." Mendengar nama kakaknya disebut, ia bergegas menyuruh Surti masuk ke rumahnya. Pintu tetap dibiarkan terbuka agar tidak menimbulkan fitnah. "Apa yang terjadi? Katakan padaku!" "Mas, aku bingung dengan biaya pengobatan anakku, Sekar. Aku berniat berhutang padanya tapi dia justru mem
Tepat sebulan lamanya tubuh Sekar dirawat di rumah sakit. Surti masih setia mendampingi sang anak yang tak kunjung sadar dari komanya. Ia tak memikirkan biaya sebab warisan Galih dipergunakan untuk seluruh pengobatan Sekar."Bagaimana keadaan anak saya, Dok? Mengapa tak kunjung sadar? Bahkan sebulan telah berlalu," ujar Surti dengan air mata yang belum mengering."Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, hanya keajaiban yang bisa menolongnya," sahut dokter yang mencoba menyemangati wanita tua itu.Tiba-tiba darah mengalir dari vagina Sekar dan jumlahnya sangat banyak!"Dok, mungkinkah anak saya menstruasi? Atau bagaimana? Ini sangat aneh, Dok!" ujar Sulastri yang semakin cemas melihat kondisi putrinya yang belum menunjukkan perubahan.Darah yang mengalir dari vagina seiring dengan peristiwa gaib di alam jin! Sukma Sekar memang sedang menjalani persetubuhan terlarang, hingga membuat kelukaan pada tubuhnya yang masih dalam status koma di bumi.Surti hanya bisa melihat anaknya di balik pi