Share

Kesurupan

Author: Shilla07
last update Last Updated: 2025-01-07 15:42:36

Sekar terperanjat, ia mulai memperhatikan sekitar, kemudian ia menyadari bahwa baru saja ia mengalami mimpi buruk. Mimpi yang terasa nyata baginya. Ia mulai bangkit dari tempat tidurnya, perlahan berjalan menuju kamar mandi untuk melaksanakan sholat shubuh, sambil berharap semua akan baik-baik saja.

Sebelum itu Sekar mulai membangunkan Mila yang tidur di sampingnya namun responnya hanya tersenyum lalu melanjutkan tidurnya. Sekar hanya bisa menarik nafas panjang melihat tingkah sahabatnya itu dan bergegas menuju kamar mandi.

Di depan kamar mandi terdapat sebuah lemari kuno yang terlihat usang. Di pintu lemari terdapat kaca seukuran badan yang menarik perhatian Sekar. Ia berkaca sebelum ke kamar mandi, terlihat wajahnya sendu, matanya nampak lelah seperti kurang tidur.

Ketika sedang asyik bercermin ria, tiba-tiba muncul Pesinden yang ada di mimpinya kala itu. Senyumnya terlihat menyeramkan hingga sekar bergidik, ia merinding melihat pantulan bayangannya di cermin itu. Ketika ia menoleh ke belakang, sosok itu sudah hilang. Ia bergegas menuju kamar mandi, berniat untuk menghindari tatapan menyeramkan yang seolah berasal dari dalam cermin itu.

Pagi itu sinar matahari menyinari bumi dengan begitu indahnya, masyarakat desa mulai beraktivitas seperti biasa. Terlihat sekumpulan petani sedang asyik menanam padi. Sekumpulan anak sekolah sedang riang gembira berjalan menuju sekolahnya. Hanya satu hal yang mengganjal yakni tidak ada perempuan atau laki-laki muda di desa itu.

Sekar dan Mila berjalan beriringan menuju rumah warga, tugas mereka adalah melakukan observasi terkait sejarah desa itu. Mereka memilih untuk menemui pak kades yang jaraknya tidak jauh dari kontrakan mereka, hanya sekitar 30 menit dengan berjalan kaki.

Setibanya di rumah sang kades, mereka dipersilahkan duduk. Rumah itu nampak sepi, tidak terdengar suara anak-anak atau aktivitas yang menunjukkan eksistensi penghuni rumah. Pak kades memanggil istrinya untuk membuatkan mereka minum.

“Permisi pak, kedatangan kami dalam rangka ingin memperoleh informasi terkait sejarah desa ini. Kami membutuhkannya agar kami mengetahui apa yang dibutuhkan warga desa agar KKN dapat dilakukan dengan tepat sasaran,” ucap Sekar memulai pembicaraan itu, dia menatap wajah lelaki tua itu dengan seksama, berharap mendapat jawaban dari pertanyaan yang mengganggunya selama ini.

Mila bertugas mencatat dan merekam setiap perbincangan yang terjadi di ruang tamu itu. Tidak ada rasa antusiasme di wajahnya, ia memang tipe teman yang sering nebeng tugas bahkan kerapkali menyontek jika tugasnya di rasa susah. Kehadirannya disitu semata-mata sebagai syarat kelulusan karena ia sungguh tidak antusias sejak awal.

“Mayoritas pekerjaan penduduk desa adalah petani, kebanyakan kaum muda atau lulusan SMP pergi ke kota untuk mencari nafkah karena dirasa penghasilan di desa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Kalian dilarang untuk mendekati area sumur keramat karena sumur itu dilarang didekati pendatang karena tidak punya kesamaan darah dengan penduduk asli.” Jawab Pak Kades dengan wajah seriusnya, ia bahkan menekankan tentang sumur keramat yang tidak boleh di dekati oleh orang pendatang.

Setelah dirasa cukup, Sekar undur diri dari kediaman pak kades. Namun ketika hendak undur diri, ia bertanya tentang keberadaan perempuan bergaun merah yang mengantar makanan mereka kemarin malam. Mendengar pertanyaan tersebut tiba-tiba pak kades berkilah bahwa ia sedang sibuk sehingga belum bisa menjawab pertanyaan itu.

Melihat reaksi yang tak sesuai harapan, mereka memilih untuk mampir ke rumah warga guna melengkapi informasi yang dirasa kurang. Hingga tak terasa jam telah menujukkan pukul 15.00 WIB. Mereka bergegas menuju arah pulang untuk segera melaksanakan sholat ashar.

Mereka berdua berjalan pulang secara beriringan, langkah kaki menunjukkan keragu-raguan karena mereka merasa berjalan terlalu jauh. Sekar melihat waktu di gawainya yang telah menunjukkan pukul 17.00 WIB tidak terasa mereka berjalan sudah hampir 2 jam, padahal seharusnya cukup 30 menit.

Terlihat sumur tua di depan mereka. Mila yang antusias langsung berlari mendekatinya dan berselfie ria. Tanpa sengaja ia menginjak dan merusak sesajen di dekat sumur itu hingga berantakan, Sekar yang melihat itu reflek merapikannya sehingga tak berceceran, namun tangannya terasa panas. Ia menoleh ke sekitar dan Mila sudah tidak ada.

Mila melihat Joko dan Ardan berjalan beriringan, seolah melupakan kebersamaanya dengan Sekar, ia bergegas mengejar teman lelakinya itu. Ia bahkan memanggil mereka berkali-kali.

Tak terasa waktu menunjukkan maghrib. Sekar baru saja tiba di kontrakan. Terlihat teman mereka mulai khawatir karena terlihat Susan dan Danan belum juga kembali.

“Kamu darimana Sekar? Kita dari tadi khawatir nyariin kamu? Kamu nyasar?” tanya Adi si ketua kelompok, ia jelas bertanya-tanya mengapa Sekar pulang telat karena mereka telah sepakat jika sebelum waktu ashar mereka harus tiba di kontrakan itu.

“Iya, aku tadi nyasar bareng Mila, kita tadi sempat ke sumur keramat tapi tiba-tiba Mila ngilang, karena aku khawatir aku coba mencarinya, apa sudah pulang?” Ekspresi Sekar terlihat lelah, namun ia masih peduli dengan temannya itu, baginya keselamatan Mila seperti tanggung jawabnya karena mereka telah pergi bersama.

“Dia sudah datang pukul 16.00 WIB, saat aku tanya tentang kamu katanya dia tidak tahu karena kalian terpisah saat perjalanan pulang dari rumah warga dan dia tidak bercerita tentang sumur keramat,” jawab Adi seolah kebingungan, ia merasa ada perbedaan cerita antara Sekar dan Mila, namun siapa yang berbohong?

Suasana semakin mencekam, mereka mulai berpikir untuk mencari Susan dan Danan, apakah mereka nyasar? Diculik demit? Atau bertemu orang jahat? Pikiran-pikiran mereka penuh dengan kegelisahan tak berkesudahan.

Tak terasa sudah 4 hari mereka mendiami desa itu. Tidak pernah terjadi lagi hal-hal aneh namun kedua teman mereka telah hilang selama 3 hari. Mereka sudah melaporkan kejadian ini pada kades dan tokoh adat serta warga agar dibantu menemukan kedua mahasiswa yang menghilang itu.

Sore itu suasana terasa semakin mencekam, hawa dingin menyelimuti desa menambah kesan horor. Sekar yang awalnya demam dan lemas mulai terlihat berangsur-angsur pulih, ia mulai berbicara pada teman-temannya jika mereka harus segera meninggalkan desa itu, jika tidak maka kesialan akan menimpa mereka. Mendengar ucapan Sekar, muncul rasa ketakutan yang begitu dalam di wajah mereka, mereka mulai saling pandang bahkan nampak putus asa karena teman mereka tak kunjung kembali.

Sekar tiba-tiba berteriak dengan keras, ucapannya terdengar tidak jelas, mereka yang disana terlihat panik. Mila mulai memegangi tangan Sekar, Adi bergegas mengambil gawainya untuk menghubungi dukun desa atas rekomendasi pak kades.

Terdengar Sekar menyanyikan sebuah lagu, ”Lingsir wengi sliramu tumeking sirno, ojo tangi nggonmu guling, Awas jo ngetoro, aku lagi bang wingo wingo, Jin setan kang tak utusi, dadyo sebarang, wojo lelayu sebet.”

Sorot mata Sekar terlihat kosong, tiba-tiba ia bangun dari tidurnya dan berjalan menuju halaman rumah, dia terus mengulang-ngulang lagu lingsir wengi tersebut. Teman-teman yang mencoba menghalangi Sekar malah terpental jauh. Melihat kondisi ini, Mila bergegas mengambil gawainya untuk mengabadikan momen itu.

“Kalian telah melakukan kesalahan dengan datang kesini, aku Sulastri yang selama ini melindungi Sekar sudah berupaya menjaga kalian, tapi kalian malah kebablasan. Kedua teman kalian telah melakukan pantangan di desa ini yakni melakukan perzinahan! Keduanya telah bercumbu di gudang kosong dan di dekat sumur keramat. Penghuni disini pasti marah! Terutama perempuan bergaun merah yang datang membawa makanan malam itu! Jika kalian memakannya sampai habis pasti kalian akan mati!” Teriak Sekar dengan wajah penuh amarah kemudian bernyanyi lagi.

Ki Ageng sebagai dukun yang terkuat di desa itu menghentikan langkahnya. Ia tidak berani mendekat karena dalam pandangannya terlihat Sulastri sedang bertarung dengan perempuan bergaun merah yang ingin mengambil jiwa Sekar. Terlihat kedua entitas gaib itu saling baku hantam tanpa ampun.

Tidak terasa jam telah menunjukkan pukul 00.00 WIB, artinya sudah berjam-jam sekar bernyanyi sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya bak penyanyi dan penari yang sedang menampilkan bakatnya di pentas. Teman-temannya hanya bisa menangis dan bingung atas kejadian ini, mereka takut untuk sekedar beranjak dari pijakan mereka. Mereka hanya duduk tersimpuh seperti orang yang sudah dirundung keputusasaan. Namun tidak berlaku dengan Mila, ia malah keasyikan mengabadikan momen itu dengan gawainya.

Berangsur-angsur suara Sekar terdengar pelan, ia pingsan tergelatak tak berdaya. Wajahnya memucat, keringatnya bercucuran. Adi, Joko, Ardan segera mengangkatnya ke dalam kamar. Awalnya Adi mencoba menggendong Sekar namun terasa sangat berat, hal itu disebabkan dengan keberadaan Sulastri yang masih belum pergi dari tubuh Sekar.

Setelah membaringkan Sekar di kamarnya, mereka segera beralih dan menuju ruang tamu untuk berbicara dengan Ki Ageng. Mila bertahan di kamar untuk menemani Sekar, ia sebenarnya kasihan dengan sahabatnya itu namun rasa iri yang begitu besar seolah mengaburkan rasa kemanusiaanya, ia malah terlihat menikmati dan sesekali tertawa. Ia membuat akun f******k kedua untuk menyebarkan kondisi sahabatnya itu. Ia nampak tak lebih bagai manusia bermuka dua, munafik.

“Apa Ki? Kita harus melakukan pencarian malam ini untuk menemukan 2 teman kita, jika tidak maka mereka akan mati?” Ucap Adi sambil mengernyitkan dahinya, dia mengira bahwa besok pagi adalah waktu yang pas untuk mencari kedua temannya, namun ia keliru.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (End)

    Sulastri semakin emosional saat mendengar pernyatan Patih Arhan yang cenderung meremehkannya seolah ia memang memiliki segalanya tapi tidak dengan cinta. Kilasan kenangan tentang masa lalu Sulastri yang terbuang akibat fitnah adik tirinya kini membayangi, perasaan kecewa dan terluka yang coba ditutupi seolah bangkit lagi! Teringat saat dirinya ditawan dalam goa tua yang membuatnya tumbuh menjadi pembenci dan menghalalkan segala cara agar tetap abadi. Puluhan lelaki sengaja dijeratnya untuk kekuatan, pesona dan pelampiasan hasrat terlarang sebagai upaya melawan kesepian diri. Melihat konsentrasi Sulastri yang kian terpecah, Patih Arhan segera merapalkan mantra untuk membebaskan arwah yang telah menyatu dalam tubuh Sulastri agar berbalik menyerangnya!"Ingsun nyuwun kawelasan Sang Hyang Jagad Raya,kawula ngatur sabda tumekaning alam sukma,Sukma kang kesasar,kang kaiket ing duka lan dosa,metu saking panguwasaning pepeteng,bali marang padhanging jati.""Ya Sukma kang den jerat,den

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (12)

    "Sekar, jika kau memohon padaku, aku akan membawamu ke istanaku, menjadikanmu Ratu di kerajaanku!" "Sampai matipun aku nggak sudi! Kau telah menghancurkan keluargaku!" Petir menyambar hingga sebatang pohon terbakar, kobaran api perlahan membesar, hujanpun berangsur berhenti, hanya tinggal gerimis melanda. Sekar dan Sulastri kini berada dalam kobaran api, keduanya tengah bergulat dalam pertempuran terakhir. Antara jiwa manusia dan iblis kini saling berpacu dengan waktu, puluhan pasang mata tengah mengawasi, siapakah yang akan bertahan? Jiwa manusia yang rapuh atau iblis yang penuh iri dengki. Sekar telah berpasrah pada keadaan, merasa hidupnya telah diujung tanduk. Kilatan kenangan semasa hidup tentang bertahan hidup saat hendak ditumbalkan oleh mereka yang serakah kembali terngiang, tentang KKN di desa terkutuk, pertempuran dengan arwah noni belanda, kesurupan nenek kosan, tumbal pesugihan weton keramat, membebaskan aryo, tumbal pabrik garmen, pertempuran dengan ratu jawa lalu

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (11)

    "Ibu ...." teriak Sekar sambil berlari menuju ibunya, tangisnya pecah seketika. Namun, ada yang aneh dengan sang ibu, wajahnya pucat, tatapan mata kosong, mirip mayat hidup. Tiba-tiba dari belakang muncul Seno, satu-satunya adik laki-laki yang selalu dibanggakan. Keduanya bagai jiwa tak terarah, hidup segan matipun tak mau. "Mereka adalah jaminan hidupmu, Sekar. Jika kau menolak perjamuan ini maka arwah mereka yang akan menggantikanmu! Jika kau menerimanya maka kupastikan mereka akan tetap hidup." Sekar kini dilanda dilema luar biasa, ia tak bisa membiarkan kedua orang terkasihnya mati begitu saja, tapi juga tak ingin bergabung dengan kerajaan Sulastri. Gadis itu masih terdiam, memikirkan apa yang seharusnya dilakukan hingga akhirnya Patih Arhan menghampirinya. "Dinda, jangan ikuti kemauan dia, aku akan mencari cara untuk menyelamatkan kalian semua meski nyawaku taruhannya." Patih Arhan menatap gadis yang begitu dicintainya, jika harus berkorban tak masalah baginya. "Tidak,

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (10)

    "Astaghfirullah, Seno!" teriak Ustadz Lukman saat hendak sholat shubuh.Pria itu mendapati ponakannya tengah terbaring di sebuah kamar seorang diri, matanya terbuka, telanjang bulat dan denyut nadinya melemah.Ustadz Lukman bergegas memakaikan pakaian untuknya lalu membopongnya keluar kamar. Namun, hal buruk terjadi, saat telah berhasil keluar dari gubuk reot itu tiba-tiba pemandangan berubah drastis. Kini mereka berada di sebuah hutan jati yang luas sejauh mata memandang.Gubuk reot yang mereka tempati juga berubah menjadi gua kecil yang mulai mengeluarkan berbagai binatang melata di depannya."Astaghfirullah, lindungi kami Ya Allah," ucap Ustadz Lukman sambil terus berzikir mengharap pertolongan-Nya.Tiba-tiba muncul seorang wanita tua yang berpakaian lusuh dan sangat mengerikan. Matanya melotot, payudaranya besar dan panjang hingga menjuntai ke tanah, rambut hitam panjang dan kuku di tangan yang siap memcabik siapapun yang menghalanginya.Ustadz Lukman bergidik ngeri. Ia merasakan

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (9)

    "Pak, sadarlah!" ujar Ibu Aryo yang terkejut melihat suaminya berbaring di ranjang tanpa busana. Wiryo terlihat memucat tak berdaya, tubuhnya ditutupi sarung. Wanita paruh baya itu segera berteriak meminta tolong tetangga untuk membawa suaminya ke rumah sakit. Di sisi lain, Surti tengah naik ojek untuk pergi ke rumah Warsa, adik Wiryo. Wanita yang tengah dalam pengaruh Sulastri itu berencana untuk menggoda duda tampan itu agar bersedia menjadi tumbalnya. Tiba-tiba angin bertiup kencang, suara anjing melolong, memecah kesunyian di balik senja. Surti dengan tatapan kosong, mulai mengetuk pintu rumah Warsa. "Ada apa Surti? Tumben kamu datang ke mari?" "Mas, aku ingin cerita tentang Mas Wiryo." Mendengar nama kakaknya disebut, ia bergegas menyuruh Surti masuk ke rumahnya. Pintu tetap dibiarkan terbuka agar tidak menimbulkan fitnah. "Apa yang terjadi? Katakan padaku!" "Mas, aku bingung dengan biaya pengobatan anakku, Sekar. Aku berniat berhutang padanya tapi dia justru mem

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (8)

    Tepat sebulan lamanya tubuh Sekar dirawat di rumah sakit. Surti masih setia mendampingi sang anak yang tak kunjung sadar dari komanya. Ia tak memikirkan biaya sebab warisan Galih dipergunakan untuk seluruh pengobatan Sekar."Bagaimana keadaan anak saya, Dok? Mengapa tak kunjung sadar? Bahkan sebulan telah berlalu," ujar Surti dengan air mata yang belum mengering."Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, hanya keajaiban yang bisa menolongnya," sahut dokter yang mencoba menyemangati wanita tua itu.Tiba-tiba darah mengalir dari vagina Sekar dan jumlahnya sangat banyak!"Dok, mungkinkah anak saya menstruasi? Atau bagaimana? Ini sangat aneh, Dok!" ujar Sulastri yang semakin cemas melihat kondisi putrinya yang belum menunjukkan perubahan.Darah yang mengalir dari vagina seiring dengan peristiwa gaib di alam jin! Sukma Sekar memang sedang menjalani persetubuhan terlarang, hingga membuat kelukaan pada tubuhnya yang masih dalam status koma di bumi.Surti hanya bisa melihat anaknya di balik pi

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (7)

    Di alam manusia. Hujan turun dengan lebat, petir menyambar. Padahal jam tangan milik Seno menunjukkan masih pukul 12 siang tapi langit gelap gulita mirip malam telah tiba. "Sepertinya alam murka, ada pelanggaran besar di alam jin," ujar Ustadz Lukman sambil berlari mencari tempat berteduh. Setelah berlari sekitar satu kilometer, mereka menemukan semacam gubuk tempat penyimpanan padi tapi kosong melompong. "Kita beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan," ujar Ustadz Lukman sambil meluruskan punggungnya di sisa-sisa jerami. "Ustadz apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kita bisa mencapai istana itu? Aku takut terlambat dan ..." ujar Seno yang mulai panik. "Tenanglah dan serahkan pada Allah, hidup dan mati kita telah digariskan takdir, jika mbakmu memang memiliki umur panjang pasti akan berhasil kita selamatkan," sahut Ustadz Lukman menenangkan. "Semoga hujan segera berhenti, aku takut Mbak Sekar kenapa-kenapa," ujar Seno dengan tatapan sedih. Kedua pria malang itu hanya

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (6)

    Mendengar teriakan Sekar, Patih Arhan bergegas menyudahi persetubuhannya dengan Sulastri. Ia segera mengenakan pakaian tidurnya yang terbuat dari Sutra. "Sekar, sedang apa kau di sini? Apa kau tidak lelah, ini bahkan masih pagi?" "Aku hanya bosan, sebenarnya ingin sekali bertemu ibu, aku merindukannya." Patih Arhan tak tega melihat gadis yang dicintai terluka, akhirnya berniat untuk mengajaknya ke alam manusia. "Tunggu, kau telah memecahkan guci berisi arwah budakku!" Sulastri muncul menghentikan rencana Si Patih. Mendengar kemarahan Sulastri, pria tampan itu hanya mampu diam saja. "Dasar gadis gila! Kau sudah merusak guci kebanggaanku! Pengawal, seret gadis ini lalu masukkan ke kamarnya, jangan ada yang menjengukknya kecuali atas persetujuannku," titah Sulastri mengudara membuat seluruh penghuni istana mendengarnya. Sekar berteriak saat diseret oleh pengawal dan Patih Arhan tak mampu berbuat apapun. Beberapa jam kemudian tiba saatnya makan malam, jika di dunia manusia makan

  • Perempuan Berkhodam Pesinden   Perempuan Berkhodam Pesinden (5)

    "Kalian berasal dari mana?" ujar kakek bungkuk lalu membawa kami ke dalam gubuknya. Sebuah rumah tua beratap jerami berdinding bambu yang nampak tak kokoh serta ranjang bambu yang nampak tak nyaman, kakek tua itu sepertinya tinggal sendirian. "Aku akan mengijinkan kalian menginap hanya malam ini saja!" bentaknya lalu pergi ke luar. "Kakek, tunggu!" ujar Ustadz Lukman mengikuti sang kakek tapi anehnya pria tua itu hilang bak ditelan bumi. Kedua pria lajang itu memilih untuk tidur diatas ranjang dari bambu yang tak nyaman, mencoba memejamkan mata sebab lelah pasca perjalanan. Suara dengkuran mulai terdengar saling bersahutan. Keesokan paginya. "Seno cepat bangun!" teriak Ustadz Lukman dengan terbata-bata, hembusan nafasnya tak beraturan. Seno perlahan membuka matanya, kilau mentari menyilaukan, membuatnya sedikit mengusap matanya. "Astaghfirullah, kita di mana Ustadz?" Keduanya tertegun saat sekeliling mereka dipenuhi oleh pemakaman yang nampak terbengkalai. Rumput yang tin

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status